Mohon tunggu...
abdi gunawan
abdi gunawan Mohon Tunggu... -

Quality Control of Food and Beverages

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

(Jika) Saya Rektor Kampus Pertanian dan Saya Seorang Petani

2 Mei 2015   08:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:27 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14305284181085141844

“Sebuah kampus pertanian menjadi wadah dalam menghasilkan para petani unggul”.

Baik, itu teorinya.

Faktanya, tidak sedemikian indahnya. Banyak sarjana pertanian kita atau sarjana lainnya yang dihasilkan dari kampus pertanian pindah mahzab dari bidang pertanian ke bidang yang tidak ada hubungannya dengan pertanian.

Contohnya : Mr. Jono, S.Pt bekerja di Bank M atau Mrs Juwita, S.Si bekerja sebagai agen asuransi.

Mengapa fenomena ini bisa terjadi ?

Ya, mungkin dari sistem pengajaran “dongeng” yang umum diterapkan di kampus pertanian di mana mahasiswanya hanya sekedar mendengar khayalan sawah, sungai, ilalang, sepasang gunung dan petani yang sedang makan siang di pematang sawahnya.

Mahasiswa dari kampus pertanian terpaksa harus menerima cerita semu itu semua. Mungkin ada dari sistem pengajaran mereka yang mengharuskan mereka turun ke sawah, kebun atau tambak ikan. Tapi berapa persentase waktu mahasiswa berada di ladang dibanding di kelas. Jauh lebih banyak di kelas. Bukan memaksa mereka harus berkotor-kotoran, tapi dengan menyeimbangkan aktivitas di lapangdapat menimbulkan rasa cinta pada pertanian.

Aku kotor dan Aku suka.

Begitulah yang harus dilakukan di kampus pertanian. Jika kontrak perkuliahan ada 14 kali pertemuan, maka minimal 4 pertemuan atau setara 1 bulan, mahasiswa diperbolehkan turun lapang. Jika satu semester ada 6 bulan, maka setidaknya 2 bulan mahasiswa diperbolehkan turun lapang untuk mempraktekkan semua materi perkuliahannya atau setidaknya satu subyek yang Dia senangi.

Ide ini dapat diterapkan oleh Rektor Kampus Pertanian, yakni seluruh mahasiswa baru direkomendasikan untuk turun lapang selama 1 bulan sebelum mereka resmi menjadi mahasiswa di Kampus Pertanian yang mereka pimpin. Hal ini dilakukan untuk menimbulkan rasa cinta pada pertanian di dalam diri mereka. Luaran dari turun lapang ini, mereka harus membuat laporan yang sifatnya bebas sebagai tempat mencurahkan semua pengalaman mereka selama di lapang.

Setelah mereka resmi menjadi mahasiswa, maka mereka mengikuti sistem pendidikan pertanian terbuka. Sistem pengajaran yang diajarkan oleh dosen hanya materi-materi yang langsung dilakukan atau diteliti oleh dosen yang bersangkutan. Semua materi “dongeng” yaitu materi perkuliahan yang tidak dilakukan oleh dosen atau kampus tersebut dapat dihapus atau tetap diajarkan tapi tidak untuk diujiankan. Hal ini untuk efesiensi pemahaman konsep pertanian dengan  memadupadankan berbagai materi dari dosen dan mengaplikasikannya dengan bebas di lapang tanpa harus dibatasi waktu perkuliahan yang padat. Berhasil atau tidaknya praktek yang dilakukan mahasiswa tidak menjadi masalah, semua akan diberi penilaian.

Haruskah gagal diberi nilai sempurna ?

Why not ?, Karena gagal adalah cara sukses untuk medapatkan kesempurnaan.

“Saya tahu itu salah, maka Saya tidak akan melakukannya lagi”. Hasilnya, kesempurnaanlah yang akan diperoleh.

Lalu, jika semua sempurna bagaimana cara mengetahui siapa yang lebih baik karena hidup tanpa kompetisi itu hampa.

Jawabannya sederhana.

Yaitu inovasi, kreativitas dan kegigihan.

Lalu, bagaimana cara menilainya dan mengapa harus tiga poin tersebut ?

Cara menilainya: Dosen yang bertanggung jawab terhadap materi yang digemari mahasiswa harus membangun hubungan baik dengan mahasiswa dan ikut serta membimbing dan mengamati kinerja mahasiswa di lapang. Ini yang jarang terjadi dalam kultur kampus di Indonesia.

Mengapa tiga poin tersebut: karena itu yang dibutuhkan untuk membangun negeri ini.

Semua fasilitas untuk mendukung sistem pengajaran seperti ini difasilitasi oleh pihak kampus. Mahasiswa hanya fokus bereksplorasi dan dosen menjadi pembimbing yang ramah.

Jika sistem pengajaran ini dilakukan dengan baik, maka angka lulusan mahasiswa kampus pertanian yang tidak bertani akan dapat diminimalisir.

Pertama, karena Mereka sudah ada rasa cinta pertanian. Kedua, Mereka menguasai bidang pertanian itu sendiri. Ketiga, mereka lulusan pertanian yang tangguh dan mandiri untuk memajukan pertanian Indonesia. Sebab, mereka adalah Sarjana yang tahu apa bidangnya dan tahu apa yang harus dilakukannya setelah meninggalkan kampus.

Mekanisme di lapang dapat dilakukan dengan mendudukkan semua ahli manajemen yang dimilki kampus untuk mengatur jalan ceritanya. Dosen pemateri di perkuliahan juga diikutsertakan. Syarat wajibnya ialah semua pihak harus berpikir terbuka dan berwawasan luas. Jadikan resiko menjadi kawan, bukan lawan.

Ketika diskusi berhenti di dana, maka ajukan dana. Jika sulit ajukan dana, maka ubah alokasi dana yang sudah ada. Misalnya dana yang diniatkan untuk membangun gedung baru seharga 1 M, dialokasikan menjadi pembukaan lahan terbuka dan perenovasian gedung lama. Fokuskan lahan untuk pembelajaran mahasiswa di lapang. Pembelajaran di kelas bisa lebih mudah diatur dengan sedikit alokasi dana. Jika takut mengalokasikan dana yang sudah ada, maka ciptakan kerjasama dengan perusahaan pertanian untuk menempatkan mahasiswa yang akan turun lapang. Banyak cara yang bisa ditempuh jika Kita menjadikan resiko itu kawan, bukan lawan.

Semoga dengan cara ini dapat mengubah pola pikir pengajar maupun peserta didik di Indonesia dan diharapkan bagi Mereka yang sudah menyelesaikan pendidikan di bidang keahliannya dapat benar-benar stay on the line di ranah masing-masing demi Indonesia yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun