Idealnya munas sebuah partai yang akan memilih ketua umum haruslah berlangsung secara demokratis tanpa intervensi (ikut campur) dari pihak lain. Demikian juga halnya dengan munas Golkar kali ini.
Masalahnya sekarang ini Titiek Soeharto salah seorang politikus partai Golkar sudah menuding dan mengeritik Meko-Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan agar tidak ikut campur dalam munas Golkar.
Kritik Titiek ini terutama terkait dengan ucapan Luhut yang megatakan, Presiden Jokowi tak nyaman jika ketua umum Golkar rangkap jabatan dengan pejabat pemerintah.
Seperti diberitakan oleh detik.com (16-5-2016) Titiek mengatakan hal sbb: "Kita partai besar, kita lagi munas. Janganlah ada intervensi atau apa. Biarlah pemegang suara DPD I atau II ini yang memilih menentukan siapa yang terbaik bagi Golkar ke depan. Toh ini juga enggak lama, sampai 2019," ucap Titiek Soeharto di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Minggu (15/5/2016).
Menurut Titiek yang mendukung Ade Komarudin untuk menjadi Ketum Golkar, tidak ada masalah jika ketum Golkar rangkap jabatan, seperti Ade Komarudin yang menjabat ketua DPR. Justru orang Golkar bangga ketumnya punya posisi yang sejajar dengan Presiden.
 Lebih jauh Titiek mengatakan, hal paling utama untuk memilih ketum Golkar adalah bukan sosok yang bermasalah. Apalagi jika tersangkut dengan masalah hukum. Kalau Golkar dipimpin oleh kader yang bermasalah, pasti partai juga akan ikut terbawa-bawa.
Pernyataan Titiek semakin jelas menunjukkan bahwa ia benar-benar mendukung Ade Komarudin dan di sisi lain ketika menyebut kader bermasalah, dia menujukkan tidak mendukung Setyo Novanto yang belum lama ini dianggap bermasalah  dalam kasus papa minta saham.
Apakah Luhut dalam hal ini bisa danggap sudah ikut campur dalam munas Golkar tsb ? Â Istilah ikut campur hanya tepat ditujukan kepada orang yang ada di luar Golkar. Masalahnya adalah, apakah Luhut itu orang di luar Golkar atau orang di dalam Golkar ? Â Seperti diketahui bahwa Luhut adalah salah seorang kader senior Golkar. Tentu bisa dianggap wajar jika Luhut memberi perhatian serius kepada munas Golkar.
Luhut menyebut dirinya tidak mau jika sampai munas Golkar ini berakhir cekcok seperti yang sudah-sudah. Untuk itu ia sengaja meluangkan waktunya memantau berlangsungnya munas, sebab Golkar sudah menyatakan dukungannya kepada pemerintah. Mari kita simak pernyataan Luhut berikut ini:
 "Lobi supaya jangan ribut karena kasihan Golkar ini ribut lagi. Kan saya orang Golkar. Boleh dong milih untuk pribadi, atau membawa pesan-pesan presiden, boleh-boleh aja." (detik.com:15-5-2016)
Menurut Luhut bagi  presiden, siapa saja nggak masalah, tapi presiden merasa tidak nyaman jika Ketum Golkar merangkap jabatan. Rupanya inilah yang disebut Luhut sebagai pesan presiden dan pesan presiden lainnya adalah caketum Golkar sebaiknya mendapat dukungan dari pimpinan Golkar saat ini yaitu Aburizal Bakrie.
Seperti diketahui bahwa di antara caketum Golkar ada yang menduduki jabatan tertentu seperti Ade Komarudin yang menjabat sebagai ketua DPR dan Syahrul Yasin Limpo yang menjabat sebagai Gubernur Sulsel.
Apa yang disampaikan oleh Luhut tsb menunjukkan adanya indikasi bahwa pihak istana tidak menghendaki ke dua kader Golkar tsb terutama Ade Komarudin yang saat ini menjadi Ketua DPR.
Di sisi lain jika merujuk pada pesan presiden seperti yang disampaikan Luhut, bahwa Caketum Golkar harus dijabat oleh kader yang tidak merangkap jabatan dan didukung oleh ketua Golkar saat ini, maka siapapun akan mudah menduga bahwa orang tsb adalah Setyo Novanto.
Alhasil mudah disimpulkan bahwa siapapun akan dengan mudah menduga dan bahkan menuding bahwa pihak istana telah ikut campur dalam munas Golkar saat ini.
Sumber: detik.com (15 dan 16-5-2016)
Catatan untuk Kompasioner yang ingin mengatasi internal server error di Kompasiana saat memposting artikel, silakan baca di sini:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H