Tri Rismaharini (kaskus.co.id)
Walikota Surabaya Tri Rismaharini sudah berjanji untuk menyejahterakan warga Surabaya, termasuk menyelesaikan persoalannya satu per satu. Dan hal inilah yang menjadi alasan utamanya untuk menolak secara tegas jika dia dicalonkan sebagai gubernur DKI.
Seperti juga para tokoh lain yang punya karakter dan punya prinsip hidup yang jelas, Risma berprinsip bahwa janji adalah hutang yang harus dipenuhi. Menurut Risma, dia sudah menyampaikan secara langsung kepada Ketua Umum PDIP, Megawati tentang alasannya untuk tidak bersedia dicalonkan sebagai cagub DKI 2107-2022.
Lalu bagaimanakah reaksi Megawati terhadap penolakan Risma tsb ? Untuk itu mari kita simak apa yang diceritakan Risma mengenai reaksi Megawati tsb: "Saya sudah sampaikan itu ke Bu Mega waktu saya menang Pilkada Surabaya.”
“Seingat saya (jawaban Megawati) itu, 'Gitu toh, Mbak'. Seingat saya itu jawabannya. 'Gitu toh, Mbak'. Ya saya jawab, 'Iya',"ujar Risma saat ditemui di Kantor Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemendagri, Jakarta Selatan, Jumat (22/4/2016:kompas.com).
Lebih jauh Risma mengatakan bahwa warga Surabaya juga tidak setuju jika dirinya pindah memimpin di ibu kota negara. Warga Surabaya marah terkait dengan isu pencalonannya jadi gubernur DKI Jakarta. Bahkan para wartawan yang bertanya-tanya soal pencalonannya sebagai Gubernur DKI dimarahi dengan teriakan “Wooo …” oleh warga yang saat itu kebetulan hadir.
Penolakan Risma ini sudah pernah disampaikan juga oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto , akan tetapi ternyata dia tidak konsisten seperti Risma. Hasto mulai mengeluarkan jurus politik mencla-mencle dengan mengatakan bahwa politik adalah dinamis dan masih mencermati peta politik di DKI, sekaligus mengusulkan dinamika-dinamika yang ada.
Ada lagi kader PDIP lainnya yang tampaknya juga bandel dan ngotot ingin agar Risma menjadi bakal cagub di Pilgub DKI 2017. Dia adalah Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pereira.
Menurut Andreas, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tak menutup kemungkinan akan mendorong Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk maju dalam Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2017. Jika memang Risma dibutuhkan, DPP DKI Jakarta bisa saja menunjuk dia untuk maju dalam Pilgub DKI (kompas.com:19-4-2016)
Lebih jauh Andreas mengatakan bahwa, keputusan akhir ada pada DPP yang nantinya akan membuat keputusan akhir dengan menggelar survei terlebih dahulu untuk mempertimbangkan nama-nama terbaik. Pencalonan Risma dianggap takkan menjadi masalah. Rupanya bagi politikus seperti Andreas, melanggar janji itu tidak masalah. Rupanya inilah yang membedakan Risma dengan Andreas.
Dari pernyataan Risma yang secara tegas menolak dicalonkan cebagai Gubernur DKI dan respon ke dua pentolan PDIP tsb, ada beberapa catatan penting yang perlu dicermati sbb:
1.Di dalam sebuah partai yang besar ternyata seorang kader biasa seperti Risma bisa memiliki kualitas yang jauh lebih baik dibandingkan dengan kader yang memegang jabatan tertentu di partai tsb. Risma sudah menunjukkan berpegang teguh pada janjinya dan ini berbeda dengan ke dua pentolan PDIP tsb di atas yang tampaknya cenderung mencla-mencle dengan dalih dinamika politik.
2.Risma sudah menunjukkan bahwa jabatan itu adalah sarana untuk pengabdian dan ini juga berbeda dengan ke dua pentolan PDIP tsb yang cenderung mendorong kadernya untuk mengejar jabatan hanya untuk kepentingan politik partai.
3.Ada kesan kalau ke dua pentolan PDIP tsb di atas agak kurang etis karena telah mengeluarkan pernyataan yang sifatnya mendahului ketua umumnya yang sampai saat ini belum mengatakan akan mencalonkan Risma di Pilgub DKI 2017.
4.Kedua pentolan PDIP tsb di atas tampaknya ingin sekali memunculkan bakal cagub DKI yang mereka kira bisa mengalahkan bakal cagub DKI incumbent Ahok. Hal ini juga sekaligus menunjukkan ketidaksukaan mereka kepada Ahok.
5.Tampaknya ke dua pentolan PDIP tsb kurang menyadari bahwa orang seperti Risma tidak akan bersikap mencla-mencle seperti mereka dengan melanggar janji yang sudah nyatakan secara tegas. Mereka tidak mengira bahwa jika Risma yang dianggap petugas partai, tetap “dipaksa” untuk nyalon di Pilgub DKI 2017, Risma akan tetap menolak dengan segala resiko, termasuk keluar dari partai.
6.Ternyata PDIP sebagai partai paling besar di negeri ini , hanya memiliki sedikit kader partai yang memiliki kualitas dan moralitas yang tinggi. Risma adalah salah satu di antaranya. Pantas saja para pentolan partai tsb begitu ngotot dan bandel untuk menyuruh Risma untuk ikut Pilgub DKI 2017, soalnya mereka bingung karena tidak adanya calon lain yang sekelas Risma. Bahkan kualitas para pentolan PDIP itu sendiripun masih di bawah Risma.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H