1.Di dalam sebuah partai yang besar ternyata seorang kader biasa seperti Risma bisa memiliki kualitas yang jauh lebih baik dibandingkan dengan kader yang memegang jabatan tertentu di partai tsb. Risma sudah menunjukkan berpegang teguh pada janjinya dan ini berbeda dengan ke dua pentolan PDIP tsb di atas yang tampaknya cenderung mencla-mencle dengan dalih dinamika politik.
2.Risma sudah menunjukkan bahwa jabatan itu adalah sarana untuk pengabdian dan ini juga berbeda dengan ke dua pentolan PDIP tsb yang cenderung mendorong kadernya untuk mengejar jabatan hanya untuk kepentingan politik partai.
3.Ada kesan kalau ke dua pentolan PDIP tsb di atas agak kurang etis karena telah mengeluarkan pernyataan yang sifatnya mendahului ketua umumnya yang sampai saat ini belum mengatakan akan mencalonkan Risma di Pilgub DKI 2017.
4.Kedua pentolan PDIP tsb di atas tampaknya ingin sekali memunculkan bakal cagub DKI yang mereka kira bisa mengalahkan bakal cagub DKI incumbent Ahok. Hal ini juga sekaligus menunjukkan ketidaksukaan mereka kepada Ahok.
5.Tampaknya ke dua pentolan PDIP tsb kurang menyadari bahwa orang seperti Risma tidak akan bersikap mencla-mencle seperti mereka dengan melanggar janji yang sudah nyatakan secara tegas. Mereka tidak mengira bahwa jika Risma yang dianggap petugas partai, tetap “dipaksa” untuk nyalon di Pilgub DKI 2017, Risma akan tetap menolak dengan segala resiko, termasuk keluar dari partai.
6.Ternyata PDIP sebagai partai paling besar di negeri ini , hanya memiliki sedikit kader partai yang memiliki kualitas dan moralitas yang tinggi. Risma adalah salah satu di antaranya. Pantas saja para pentolan partai tsb begitu ngotot dan bandel untuk menyuruh Risma untuk ikut Pilgub DKI 2017, soalnya mereka bingung karena tidak adanya calon lain yang sekelas Risma. Bahkan kualitas para pentolan PDIP itu sendiripun masih di bawah Risma.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H