Alkisah ada seorang pemuda bernama Kokom yang hobinya membaca. Berbagai media cetak dan elektronik habis dilalap Kokom dengan segenap nafsu bacanya. Mulai dari ini.com, anu.com, itu.com sampai kompas.com habis dibaca oleh Si Kokom.
Setiap kali membaca berita, terutama berita tentang dunia persilatan politik di Indonesia, Kokom selalu mengkritisi semua berita yang dibacanya terutama berita tentang politik seperti pilkada, pemilu, partai ini, partai itu, partai anu, DPR RI, DPRD, ahok, Sanusi, Fahri Hamzah, masalah korupsi, istri anggota DPR yang genit, dll.
Sebagai rakyat kecil tapi berkepala besar Akom merasa perlu memiliki penyaluran untuk menuliskan kritiknya terhadap berbagai persoalan Negara ini. Kokom merasa dirinya juga bisa memberikan ulasan tentang Negara ini sebagaimana yang dilakukan oleh para pengamat politik di berbagai media, asalkan dia memiliki kesempatan.
Syahdan setelah mencari-cari peluang untuk menyalurkan kritik melalui tulisan, Kokom secara kebetulan menemukan blog yang bernama kompasiana.com. Setelah membaca berbagai kicauan di Kompasiana, Kokom berkata dalam hati: “Ah, kalau tulisan kayak begini, gue juga bisa. Malah gue bisa membuat tulisan yang lebih bermutu.”
@Kokom Mulai Membuat Tulisan Perdana di Kompasiana@
Kokom mulai membuat tulisan perdananya di Kompasiana. Namanya juga pendatang baru, tentu saja dia tidak mau kalah dengan warga lain yang sudah lama bercokol di Kompasiana.
Dengan bekal sikap idealis dan daya kritis yang tinggi, Kokom membuat tulisan dengan judul dan isi tulisan yang panjang. Kokom yakin benar kalau tulisannya jauh lebih bermutu daripada penulis lain di Kompasiana. Paling tidak, dia merasa yakin kalau tulisan akan memperoleh pembaca sebanyak ratusan atau ribuan seperti yang didapat oleh penulis lain yang tulisannya dinilai Kokom kurang bermutu, ecek-ecek, atau abal-abal.
Usai menulis di Kompasiana, beberapa jam kemudian Kokom melihat tulisannya hanya memperoleh jumlah pembaca sebanyak 35 biji. Para pembacanya pun tidak ada yang memberi komentar dan memberi nilai.
Kokom mencoba bersabar untuk menunggu pertambahan jumlah pembacanya. Setelah beberapa jam kemudian, ternyata jumlah pembacanya pun tidak banyak berubah. Dia hanya memperoleh 45 pembaca dan itupun tidak mendapat nilai dari pembaca. Tidak ada yang memberi label actual, menarik atau inspiratif.
Kokom mencoba membandingkan tulisannya dengan tulisan yang dibuat oleh penulis Kompasiana lainnya. Dia merasa heran campur kesal. Dalam benak Kokom timbul berbagai pemikiran: “Loh, tulisan pendek yang hanya mengutip berita tanpa ulasan kok bisa memperoleh ratusan bahkan ribuan pembaca ? Loh kok tulisan Si Anu bisa mendapat jumlah ratusan bahkan ribuan pembaca dan mendapat nilai tinggi ? Loh, tulisan Si Anu kok bisa masuk terpopuler ? Loh, tulisan Si Anu kok bisa masuk headline ?”
Setelah berkali-kali membuat tulisan di Kompasiana, tulisan Kokom tetap saja tidak mendapat kemajuan seperti penulis lain di Kompasiana. Kokom hampir putus asa yang disertai dengan niat untuk putus alias berhenti menjadi penulis di Kompasiana.
Pada saat semangat Kokom sudah luntur untuk menulis di Komoasiana, secara iseng-iseng dan ogah-ogahan dia mencoba membuat tulisan yang simple dan terkait dengan masalah politik. Tulisannya Kokom tsb kebetulan membahas soal Ahok dan judulnya pun ada kata Ahok.
Masih dalam semangat yang sudah loyo dan ogah-ogahan setengah jam kemudian Kokom mencoba melihat kembali tulisannya di Kompasiana. Alhasil …. Kokom merasa surprise dan gembira, karena tulisannya memperoleh ribuan pembaca. Ada cukup banyak pembaca yang memberi nilai actual, inspiratif, dan menarik. Kokom menjadi lebih surprise, GR, dan sangat bangga ketika beberapa waktu kemudian dia melihat tulisannya itu masuk golongan terpopuler.
Dalam benak Kokom timbul pemikiran dan pertanyaan: “Loh, membuat tulisan serius dan ilmiah kok gak dibaca banyak orang ? Membuat tulisan iseng-iseng tentang Ahok kok bisa dibaca banyak orang, dapat nilai tinggi dan bahkan masuk katagori terpopuler ?
Akhirnya Kokom sampai pada kesimpulan: Sebuah tulisan di Kompasiana yang bisa mendapat banyak pembaca adalah tulisan tentang politik. Tulisan tsb harus terkait dengan berita yang sedang menghangat. Tulisan tsb juga harus terkait dengan tokoh-tokoh atau politikus yang populer seperti Gubernur DKI, anggota DPR ? DPRD, partai ini, partai itu, partai anu, dsb. Sekalipun tulisan tsb tidak bermutu (menurut pikiran Kokom), tulisan tsb bisa dibaca banyak orang, mendapat nilai tinggi, dan masuk headline jika memenuhi criteria seperti yang diamati oleh Kokom.
@Kokom Menjadi Pengamat Kompasiana@
Kokom memang sejak awal ingin menjadi penulis yang hebat. Menurut pendapat Kokom Blog Kompasiana adalah blog yang hebat. Kokom pun berpedapat penulis yang hebat adalah penulis yang tulisannya banyak dibaca orang, mendapat nilai tertinggi, masuk golongan terpopuler, dan masuk headline di Kompasiana.
Nah, sejak itulah Kokom banyak menghabiskan waktunya dengan menjadi pengamat Kompasiana. Hal-hal yang menjadi focus pengamatan Kokom adalah siapakah penulis yang tulisannya paling banyak dibaca orang ? Siapakah penulis yang tulisannya mendapat nilai tertinggi ? Siapakah penulis yang tulisannya masuk katagori terpopuler dan masuk headline ?
Sekarang Kokom hafal benar dengan nama-nama penulis yang tulisannya sering memperoleh jumlah pembaca terbanyak, mendapat nilai tinggi, masuk katagori terpoler, dan masuk headline.
Kokom pun tak lupa mengkritisi jika ada penulis yang masuk katagori terpopuler lebih tinggi dari penulis lain yang jumlah pembacanya lebih rendah. Jika ada penulis yang tulisannya masuk headline orangnya itu-itu saja dia juga akan protes disertai kecurigaan tertentu terhadap admin.
Alhasil Kokom pun menjadi sangat rajin menulis di Kompasiana. Tujuannya adalah agar tulisannya di Kompasiana dibaca banyak orang, mendapat nilai tertinggi, masuk katagori terpopuler, dan masuk headline. Menurut pemikiran Kokom penulis seperti itulah yang bisa dikatakan hebat.
Suatu waktu Kokom menceritakan kepada saya bahwa dia saat ini banyak menghabiskan waktunya untuk membaca berita dan menulis di Kompasiana. Tak lupa dia juga memamerkan tulisannya yang banyak dibaca orang, masuk katagori terpopuler, mendapat nilai tinggi, dan masuk head line.
Setelah megacungkan jempol kepada Kokom saya berkata kepada Kokom: “Jika kamu serius banget ingin menjadi penulis, lebih baik kamu mencoba menulis buku yang bermanfaat. Kamu bisa dapat pahala dan duit. Lha, menghabiskan terlalu banyak waktu di Kompasiana, kamu dapat apa ?”
Namanya juga penulis hebat, Kokom menanggapi saran saya dengan berkata:”Dengan menulis di Kompasiana saya merasa seperti pengamat politik. Suatu waktu saya berharap, saya bisa menjadi admin di Kompasiana."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H