Di mata masyarakat luas yang sudah cerdas pencitraan seperti ini akan terlihat seperti acting pemain sinetron. Di dalam suatu kampanye, masyarakat bisa mengetahui dan bahkan sudah hafal melihat kepura-puraan dan mendengar kebohongan dari seorang tokoh yang sedang mengkampanyekan dirinya melaui proses pencitraan rekasaya.
@Bagaimana dengan Ahok?@
Sehubungan dengan Pilgub DKI 2017, proses pencitraan melalui proses kinerja akan lebih bisa dicapai secara wajar dan otomatis oleh cagub yang merupakan petahana atau incumbent yang di dalam hal ini dipegang oleh Ahok. Seorang petahana yang baik tidak perlu terlalu repot melakukan pencitraan seperti para cagub yang menjadi saingannya, karena dengan kinerja yang baik dia sudah bisa memperoleh pencitraan yang juga baik.
Sebenarnya tokoh yang bukan petahana juga bisa mendapatkan pencitraan melalui proses kinerja jika dia memang banyak melibatkan diri pada aktifitas yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat. Salah satu contohnya adalah Adiyaksa Dault yang menjadi aktifis pramuka.
Apakah Ahok bisa memperoleh citra diri yang baik dan dianggap layak untuk menjabat lagi sebagai Gubernur DKI, hal itu sebagian besar tergantung pada kinerjanya dan juga tergantung pada sikapnya selama ini sebagai Gubernur DKI. Di satu sisi masyarakat akan melihat bagaimana hasil kinerja Ahok selama menjabat sebagai Gubernur DKI, tapi di sisi lain masyarakat juga akan melihat gaya komunikasi Ahok yang kita ketahui sering dianggap bermasalah dari segi etika.
Pencitraan akan mencerminkan keterpilihan (elektabilitas) seorang cagub. Untuk itu tentu ada baiknya jika kita melihat hasil survei tentang elektabilitas Ahok jika dibandingkan dengan tokoh yang punya kelas seperti Tri Rismaharini (wali kota Surabaya) dan Ridwal Kamil (wali kota Bandung). Terlepas dari tidak ikut sertanya ke dua orang tsb pada pilgub DKI, hasil survey tsb cukup bisa dijadikan pegangan untuk melihat elektabilitas Ahok.
Survei PDB (Pusat Data Bersatu) menyatakan bahwa posisi teratas ditempati Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan prosentase 35,8 persen. Di posisi kedua ditempati oleh Tri Rismaharini sebanyak 18,5 persen dan terakhir Ridwan Kamil yang hanya mendapat 11,1 persen.
Menurut pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas), Alfan Alfian dalam sebuah diskusi Survei PDB di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat (26/6/2015) Mengatakan: "Figur Ahok punya dua sisi penilaian, seperti mata uang. Di satu sisi ada karakter yang dinilai kurang pas tapi di sisi lain banyak yang suka juga."
Tampaknya Ahok memang perlu sangat berhati-hati agar citranya tidak menurun karena berbagai faktor seperti kritik saingannya dalam gaya komunikasi, isu sara, fitnah, kemungkinan adanya pelanggaran hukum dalam kebijakannya, dll.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H