Manusia adalah makluk bertanya. Ketika manusia bertanya ia akan memulainya dengan pertanyaan "Apa" dan dilanjutkan dengan "Mengapa.
Untuk menjawab pertanyaan "Apa?" yang manusia butuhkan sesungguhnya adalah sebuah "nama". Sedangkan untuk menjawab pertanyaan "Mengapa?" yang manusia butuhkan adalah "gagasan"
Eka Darmaputera (1989) pernah menjelaskan bahwa sebuah nama sesungguhnya belum bisa menjelaskan tentang apa-apa. Titik-titik air yang jatuh dari langit tentu kita namakan hujan. Ya, hujan adalah jawaban untuk pertanyaan "Apa?". Tapi tidak untuk pertanyaan "Mengapa?". Karena manusia membutuhkan akal dan perasaaannya untuk menjawab pertanyaan "mengapa".
Akal dan perasaan dalam hal ini akan mengamati, menimbang-nimbang lalu menarik kesimpulan "Mengapa?". Inilah hakekat dari "sains" atau ilmu.
Ilmu akan selalu berusaha untuk mencari dan merumuskan hukum-hikum yang berlaku di balik peristiwa-peristiwa atau kenyataan-kenyataan tertentu.
Jika filsafat berusaha menjawab pertanyaan "Apa hakekat sesuatu?", maka ilmu selalu berusaha menjawab pertanyaan "Mengapa ia begitu?"
Jika ada yang bertanya apa itu cinta? Atau sebut saja pertanyaannya "apa itu jatuh cinta? Tentu Anda akan menjawab secara singkat bahwa jatuh cinta adalah perasaan suka.
Namun ketika dilanjutkan lagi dengan pertanyaan "Mengapa Anda jatuh cinta?", maka jawaban atas pertanyaan ini akan mirip dengan jawaban atas pertanyaan "Mengapa Anda berkhianat?", atau sama juga dengan jawaban dari pertanyaan "Mengapa Anda menduakan cinta?"
Hehe...artinya perasaan punya alasan mengapa ia datang dan mengapa ia pergi. Ya, manusia seharusnya punya alasan mengapa ia mencintai dan mengapa ia melukai
Karena itu ketika Anda meninggalkan seseorang, berikanlah alasan mengapa Anda meninggalkannya.. hehe
Salam..Wassalam, hormat di bri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H