Hal yang paling mendasar bahwa logika tidak mempersoalkan kebenaran. Apalagi membenarkan kebenaran! Logika bukan ilmu mempertentangkan kebenaran! Tapi logika adalah ilmu yang membahas tentang "ketepatan". Ketepatan apa? Ketepatan dalam berpikir! Ini harus dipahami terlebih dahulu. Berpikir yang tepat, berpikir yang lurus, dan berpikir waras (sehat), Itulah yang menjadi klaim ilmu logika.Â
Misalnya, ada orang yang bertanya, "kemana kita harus membawa orang yang sakit?", maka, jawaban yang tepat adalah "Rumah sakit". Mengapa? Karena di Rumah Sakit tersedia dokter, obat, dan petunjuk-petunjuk lainnya yang dapat menjawab pertanyaan seperti: Sakitnya apa? Apa penyebabnya? Obatnya apa? Dan apa-apa lainnya.
Tepat pasti benar! Namun yang benar belum tentu tepat! Misalnya, ketika seseorang ingin mengukur panjang sebuah ruangan dengan menggunakan ukuran kakinya. Hal ini tentu saja bisa dibenarkan (benar), tetapi 'tidak tepat'.Â
Karena jika orang tersebut mengukur ruangan dengan menggunakan panjang kakinya, maka ketika ada orang lain yang memiliki tinggi badan yang lebih tinggi atau lebih pendek dari orang yang mengukur tadi, maka akan didapatkan ukuran yang berbeda dari semula. Nah, inilah yang dimaksudkan "tidak tepat". Karena yang tepat adalah menggunakan sebuah 'meteran'. Sebab dengan menggunakan meteran, ukurannya pasti tidak akan berubah sampai kapanpun juga. Karena itu, maka 'ketepatan' adalah dasar dalam berlogika.
Pengertian Logika
Secara etimologis, istilah "logika" berasal dari sebuah kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu: logos (λόγος), yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat "kata" dan dinyatakan dalam bahasa. Dalam konteks ini, Palmquis Stephen (2007) menyatakan bahwa "logos" bermakna sebagai "kata".Â
Istilah "kata" ini memiliki tiga pengertian, yaitu: (1) Kata yang terucap (pidato), (2) Kata yang tertulis (buku), dan (3) Kata yang terpikir (akal). Namun dalam masa Yunani kuno, istilah "logos" terkadang juga digunakan untuk menunjuk sesuatu yang bisa disebutkan sebagai: makna yang tersembunyi di dalam mitos.Â
Dalam hal ini, "logos" adalah suatu benda yang merupakan tujuan akhir atau sifat hakikinya. Inilah kata yang digunakan Injil Yohanes dalam Bibel, yaitu dengan pernyataan: "In the beginning was the logos, and the logos was with God, and the logos was God".Â
Selanjutnya berkembanglah logika dalam pengertian yang sangat beragam, namun sebenarnya memiliki esensi yang sama. Menurut Busthan Abdy (2018:14-16), untuk menjelaskan pengertian logika secara proporsional, maka pengertiannya dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu: (1) Definisi secara Nonformal atau Pasaran, dan (2) Definisi secara Formal atau Ilmiah.
Definisi Nonformal (Pasaran)Â
Pengertian logika secara nonformal atau pasaran, adalah beberapa padanan kata yang menunjuk pada sikap tertentu yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Misalnya kata-kata seperti: wajar, setuju, masuk akal, bisa diterima, pantas, bisa dimengerti, dll.Â
Kata-kata ini kerapkali digunakan seperti dalam kalimat berikut: "logikanya, Yakobus seharusnya bisa mendapatkan cewek bernama Magdalena"; atau pada kalimat: "logis saja, jika Yakoba harus menerima perlakuan itu".Â
Penggunaan logika dalam pengertian umum ini, dapat pula digunakan untuk menggambarkan sikap khas dari suatu kultur masyarakat, seperti kalimat: "logika-nya si Petrus orang Rote itu, memang sedikit bataputar" (baca:berbelit-belit); atau "logislah, kalau orang Solo itu berucap dengan kalem".
Jadi dalam kehidupan sehari-hari, perkataan logika atau kata logis, seringkali digunakan untuk menunjukkan padanan kata, seperti: yang masuk akal ataupun tidak masuk akal; rasional dan tidak rasioanal; dapat dimengerti atau tidak dapat dimengerti; benar atau salah, belum tentu disetujui atau disetujui, dll.Â
Definisi Formal (Ilmiah)
Logika dalam pengertian formal atau ilmiah, merupakan logika yang dipelajari sebagai disiplin ilmu. Pengertian logika secara formal atau ilmiah adalah suatu kegiatan intelektual yang dipelajari untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam bidang tertentu (disiplin ilmiah).Â
Dalam dunia akademis, Logika merupakan Mata Kuliah yang harus dipelajari oleh mahasiswa/i yang nantinya dapat digunakan sebagai bekal ilmu dalam mendapatkan pekerjaan setelah wisuda.Â
Pertanyaannya adalah, bekal ilmu apa? Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut penjelasan beberapa ahli. Menurut William S Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian (1965), logika adalah pengkajian untuk berpikir secara sahih.Â
Sementara Copi, Cohen dan McMahon (2011) menegaskan bahwa logika adalah studi tentang metode dan prinsip yang digunakan untuk menguji dan membedakan penalaran yang sahih (tepat) dari penalaran yang tidak sahih (tidak tepat).Â
Senada dengan itu, Kattsoff Louis (2004:28) menyatakan bahwa logika adalah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetahuan ini menguraikan tentang aturan-aturan serta cara-cara untuk mencapai kesimpulan, setelah didahului oleh satu perangkat premis.
The Liang Gie (2010:21) menyatakan bahwa logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan dan tata cara penalaran yang "correct reasoning" (betul). Penalaran dalam hal ini adalah proses pemikiran manusia yang berusaha untuk tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui. Dan pernyataan yang telah diketahui ini disebutkan sebagai pangkal pikir (premise); sementara pernyataan baru yang diturunkan dinamakan kesimpulan (conclusion).Â
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa logika adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji asas-asas dan cara-cara bagaimana seorang berpikir secara sahih dan valid. Dengan berpikir sahih dan valid, maka dasar utama seseorang untuk berlogika adalah "ketepatan" dalam berpikir (tepat). Pada titik ini (secara keilmuan), maka logika masuk menjadi salah satu cabang dari kefilsafatan.Â
Menurut Busthan Abdy (2018:15-16), sebagai ilmu salah satu cabang filsafat, logika disebutkan dengan istilah "logike episteme" (bahasa Latin: logica scientia) atau "ilmu logika" (ilmu pengetahuan), yaitu kajian bidang ilmu yang mempelajari bagaimana kecakapan berpikir secara lurus, tepat, dan secara teratur.Â
Dalam hal ini ilmu mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui sesuatu. Sementara kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi dalam mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kesanggupan akal budi inilah yang kemudian dikenal dengan "berpikir kritis".
Semoga Bermanfaat... Salam..Wassalam Hormat di bri
Sumber:Â
Busthan Abdy (2018). Pendidikan Logika: Konsep Dasar Berlogika. Kupang: Desna Live Ministry
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H