Menjelang Pemilu 2024, ragam polemik kian muncul tak terkecuali Gagasan penghapusan jabatan Gubernur dari sistem pemerintahan Indonesia yang digulirkan oleh Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Muhaimin Iskandar atau yang lebih dikenal dengan sapaan Cak Imin beralasan karena pejabat Gubernur tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Selain alasan tersebut, Cak Imin juga menyebutkan bahwa keberadaan Gubernur dalam sistem pemerintahan tidak efektif. Sementara, anggaran yang diperlukan untuk pemilihan kepala daerah juga relatif besar. Dia pun mengusulkan agar jabatan Gubernur diganti dengan jabatan setara direktur jenderal atau direktur kementerian. Dia berharap Pemilu Serentak 2024 pilkada untuk Gubernur sudah dihapuskan.
Gagasan tersebut digulirkan menjelang Pemilu 2024, sehingga masyarakat mencurigai adanya keterkaitan dengan upaya mengamandemen konstitusi untuk menghapus jabatan Gubernur dari sistem pemerintahan Indonesia. Tentunya gagasan tersebut menuai sejumlah kritik dari masyarakat Indonesia.
Seberapa penting jabatan Gubernur dalam pemerintahan Indonesia?
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahannya menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Asas tersebut diselenggarakan karena tidak semua wewenang dan tugas pemerintah pusat dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan dari pemerintah daerah.
Gubernur sebagai kepala daerah provinsi berfungsi pula selaku wakil Pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah pusat termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah kabupaten dan kota.
UU Nomor 23 Tahun 2014 memposisikan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, peran gubernur sangat penting sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang bertanggung jawab dan sebagai perpanjangan tangan presiden.
Pemerintah menggunakan asas desentralisasi sebagai instrumen pemencaran kekuasaan (spreiding van machten) yang berupa penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga pemerintahannya sendiri.
Sebagai wakil pemerintah pusat, UU Nomor 23 Tahun 2014 menjabarkan tugas dan wewenang gubernur, yaitu pembinaan dan pengawasan penyelengaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota; koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di provinsi dan kabupaten/kota; serta koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelengaraan tugas pembantuan di provinsi dan kabupaten/kota.
Dalam melaksanakan tugasnya, gubernur harus menjamin keterlaksanaan visi dan misi pemerintah pusat, terutama tugas-tugas pemerintahan yang umum seperti stabilitas dan integritas nasional, koordinasi pemerintah dan pembangunan, serta pengawasan penyelenggaraan pemerintah kabupaten/kota.
Gubernur sebagai kepala daerah menyelengarakan otonomi seluas-luasnya, utamanya urusan lintas kabupaten/kota, kecuali urusan pemerintahan yang ditentukan undang-undang sebagai urusan pemerintah pusat. Penguatan peran gubernur sebagai kepala daerah memperkuat orientasi pengembangan wilayah dan memperkecil dampak kebijakan desentralisasi terhadap sosial dan ekonomi di daerah.
Menghapus Jabatan Gubernur dalam Pemerintahan Indonesia justru melanggar Konstitusi
Jabatan gubernur tak hanya diatur dalam UU terkait, akan tetapi dituangkan juga dalam UUD 1945. Oleh karena itu gagasan untuk menghapus jabatan gubernur akan secara otomatis mengamandemen konstitusi. Gagasan penghapusan jabatan gubernur atau pemerintah provinsi secara nyata bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) sampai dengan (4) UUD 1945.
Selain itu, penghapusan jabatan gubernur juga dapat berdampak pada pengembangan demokrasi. Jenjang jabatan dari walikota, bupati, gubernur, sampai presiden merupakan tahapan penting dalam pengkaderan pemimpin. Penghapusan Jabatan Gubernur juga dapat mengakibatkan terjadinya penumpukan (concentration of power) dan pemusatan kekuasaan (centralised power), sehingga akan berdampak juga pada tata kelola pemerintahan yang kurang efektif dan efisien.
Memaksimalkan Tugas dan fungsi Gubernur merupakan hal yang lebih penting
Hal yang lebih penting daripada menghapus Jabatan Gubernur ialah dengan memaksimalkan tugas dan fungsi Gubernur. Karena akhir-akhir ini banyak persoalan yang muncul dalam pelaksanaan otonomi daerah yang ditemui dalam pelaksanaan pemerintahan provinsi. Seperti ketidakmapuan pemerintah provinsi dalam menjembatani antara kebijakan pemerintah pusat yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan dengan realitas masyarakat di daerah.
Pasalnya pejabat gubernur seringkali gagal dalam mengatasi persoalan maupun konflik di daerah masing-masing. Tentunya hal tersebut menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah pusat dan daerah. Selain itu Perlu dilakukan pembenahan tata kelola pemerintahan yang lebih kolaboratif agar tidak terjadi tumpang tindih dan penolakan antarlevel pemerintahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H