Menghapus Jabatan Gubernur dalam Pemerintahan Indonesia justru melanggar Konstitusi
Jabatan gubernur tak hanya diatur dalam UU terkait, akan tetapi dituangkan juga dalam UUD 1945. Oleh karena itu gagasan untuk menghapus jabatan gubernur akan secara otomatis mengamandemen konstitusi. Gagasan penghapusan jabatan gubernur atau pemerintah provinsi secara nyata bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) sampai dengan (4) UUD 1945.
Selain itu, penghapusan jabatan gubernur juga dapat berdampak pada pengembangan demokrasi. Jenjang jabatan dari walikota, bupati, gubernur, sampai presiden merupakan tahapan penting dalam pengkaderan pemimpin. Penghapusan Jabatan Gubernur juga dapat mengakibatkan terjadinya penumpukan (concentration of power) dan pemusatan kekuasaan (centralised power), sehingga akan berdampak juga pada tata kelola pemerintahan yang kurang efektif dan efisien.
Memaksimalkan Tugas dan fungsi Gubernur merupakan hal yang lebih penting
Hal yang lebih penting daripada menghapus Jabatan Gubernur ialah dengan memaksimalkan tugas dan fungsi Gubernur. Karena akhir-akhir ini banyak persoalan yang muncul dalam pelaksanaan otonomi daerah yang ditemui dalam pelaksanaan pemerintahan provinsi. Seperti ketidakmapuan pemerintah provinsi dalam menjembatani antara kebijakan pemerintah pusat yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan dengan realitas masyarakat di daerah.
Pasalnya pejabat gubernur seringkali gagal dalam mengatasi persoalan maupun konflik di daerah masing-masing. Tentunya hal tersebut menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah pusat dan daerah. Selain itu Perlu dilakukan pembenahan tata kelola pemerintahan yang lebih kolaboratif agar tidak terjadi tumpang tindih dan penolakan antarlevel pemerintahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H