Mohon tunggu...
Abdi Dehayy
Abdi Dehayy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan Sejarah UPI

History does not belong to us, we belong to it

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Media Augmented Reality dalam Pembelajaran Sejarah

27 Desember 2024   10:30 Diperbarui: 27 Desember 2024   10:25 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abad 21 dan era revolusi industri 4.0 merupakan masa yang menuntut banyak perubahan, teknologi semakin memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam dunia pendidikan yang juga harus terus beradaptasi seiring zaman. Pembelajaran sejarah sering kali dianggap monoton dan kurang menarik oleh siswa, terutama ketika metode dan media pengajaran yang digunakan bersifat konvensional dan tidak interaktif. Kondisi ini dapat menyebabkan rendahnya minat dan pemahaman siswa terhadap materi sejarah. Media pembelajaran sendiri dapat didefinisikan sebagai segala alat yang dapat menyampaikan pesan dalam pembelajaran sehingga penerima dapat menjalani proses pembelajaran secara efektif dan efisien (Munadi, 2008).

Media-media belajar yang digunakan guru secara umum  masihlah terbatas dan kurang inovatif. Guru-guru masih banyak bergantung pada media konvensional, seperti foto dan buku paket. Guru berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran di abad ke-21ini harus memiliki lebih kreatif dan inovatif dalam memilih media pembelajaran. Seiring dengan perkembangan teknologi, augmented reality (AR) muncul sebagai inovasi yang berpotensi merevolusi media pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran sejarah. AR menggabungkan dunia nyata dan virtual dengan menambahkan elemen digital, seperti gambar, suara, atau video, ke dalam lingkungan fisik. Teknologi ini memungkinkan pengalaman pembelajaran yang lebih interaktif, imersif, dan kontekstual. Dalam pendidikan, AR dapat mengubah cara siswa memahami dan berinteraksi dengan materi pembelajaran, membawa konsep-konsep abstrak menjadi lebih nyata. Artikel ini membahas potensi, kelebihan, dan tantangan implementasi AR dalam dunia pendidikan serta dampaknya terhadap efektivitas belajar (Alwi, 2017).

Augmented Reality sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah teknologi yang mampu menggabungkan objek 2 dimensi ataupun 3 dimensi dalam dunia virtual ke dalam lingkungan nyata, yang kemudian memproyeksikannya secara langsung. Augmented Reality merupakan suatu konsep yang menggabungkan antara realita virtual dengan realitas nyata, sehingga objek 2 dimensi maupun 3 dimensi dapat terlihat nyata dan menyatu dengan lingkungan sekitar. Teknologi AR memungkinkan penggunanya untuk melihat lingkungan dunia nyata di sekitarnya dengan tambahan objek virtual yang diciptakan dari komputer. Pada perkembangan masa ini, AR lebih mudah diakses menggunakan Smartphone (Valino, 1998).

Implementasi AR dalam pembelajaran sejarah berpotensi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah, baik secara teknis maupun konseptual yang diiringi dengan motivasi siswa. Terdapat beberapa aplikasi yang dibutuhkan untuk menciptakan AR, aplikasi yang tersedia di antaranya adalah Assemblr EDU, Vuforia, dan Rumah Belajar.

Penggunaan AR dalam pembelajaran sejarah memiliki sejumlah kelebihan yang signifikan. Pertama, AR mampu meningkatkan keterlibatan siswa melalui visualisasi yang realistis dan interaktif. Sebagai contoh, siswa dapat menggunakan perangkat AR untuk melihat animasi tentang peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia seolah-olah mereka hadir di tempat kejadian. Hal ini membantu siswa memahami konteks sejarah secara lebih mendalam (Billinghurst & Duenser, 2012). Kedua, AR memungkinkan akses kepada sumber belajar yang sebelumnya sulit dijangkau, seperti artefak langka atau lokasi bersejarah yang berada di luar negeri. Ketiga, AR mendukung pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning), yang telah terbukti secara ilmiah meningkatkan retensi informasi siswa (Dunleavy et al., 2009).

Namun, penerapan AR juga menghadapi tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kebutuhan akan infrastruktur teknologi yang memadai, seperti perangkat keras (smartphone atau kacamata AR) dan koneksi internet yang stabil. Di banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, akses terhadap teknologi ini masih terbatas. Selain itu, pengembangan konten AR yang berkualitas memerlukan biaya dan tenaga ahli yang tidak sedikit (Wojciechowski & Cellary, 2013). Pendidik juga harus dilatih untuk mengintegrasikan teknologi ini ke dalam kurikulum secara efektif.

Penggunaan AR dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan efektivitas belajar melalui berbagai cara. Pertama, AR mampu memfasilitasi pembelajaran multimodal, yaitu pembelajaran yang melibatkan berbagai indera sekaligus. Misalnya, siswa dapat melihat model 3D candi Borobudur, mendengar penjelasan narasi tentang sejarahnya, dan "menjelajahi" relief-relief candi secara virtual. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan minat siswa tetapi juga membantu mereka memahami materi dengan lebih baik (Kerawalla et al., 2006).

Kedua, AR dapat mendorong pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). Siswa dapat diberi tugas untuk membuat rekonstruksi digital dari suatu peristiwa sejarah menggunakan aplikasi AR. Melalui proses ini, siswa tidak hanya belajar tentang sejarah tetapi juga mengembangkan keterampilan teknologi, kolaborasi, dan pemecahan masalah (Billinghurst & Duenser, 2012).

Ketiga, AR dapat mengatasi keterbatasan sumber belajar tradisional. Sebagai contoh, dalam mempelajari Perang Dunia II, siswa dapat menggunakan AR untuk "mengunjungi" lokasi pertempuran atau melihat replika virtual tank dan pesawat tempur yang digunakan saat itu. Hal ini memberikan pengalaman belajar yang lebih kaya dibandingkan hanya membaca deskripsi di buku teks (Dunleavy et al., 2009).

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan AR dalam pendidikan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, pemahaman konsep, dan daya ingat. Menurut sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Educational Technology & Society, siswa yang belajar menggunakan teknologi AR menunjukkan hasil yang lebih baik dalam tes pemahaman dibandingkan dengan siswa yang belajar menggunakan metode konvensional. Selain itu, AR juga dapat menciptakan lingkungan belajar kolaboratif, di mana siswa dapat bekerja sama untuk mengeksplorasi dan menganalisis konten sejarah (Wojciechowski & Cellary, 2013).

Augmented Reality menawarkan potensi besar dalam merevolusi pembelajaran sejarah. Dengan visualisasi yang interaktif dan realistis, AR mampu menghidupkan kembali peristiwa-peristiwa lampau, membuat pembelajaran lebih menarik, dan meningkatkan pemahaman siswa tentang konteks sejarah. Meskipun terdapat tantangan dalam implementasinya, seperti kebutuhan infrastruktur dan pengembangan konten, manfaat yang ditawarkan jauh lebih besar. Dalam jangka panjang, integrasi AR dalam pembelajaran sejarah dapat menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan sejarah, membangun generasi yang lebih kritis, dan mencintai warisan budaya bangsa. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan pengembang teknologi sangat diperlukan untuk mewujudkan potensi ini secara maksimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun