Mohon tunggu...
Abdi Salira
Abdi Salira Mohon Tunggu... -

abdi salira salawasna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mini Cornetto Chocolate

12 September 2014   04:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:56 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mini Cornetto Chocolate

Memang yang ini. Sama persis. Meski tak pandai membaca, tapi aku mahir menghapal warna-warna. Merah muda dan coklat ditumpuk huruf-huruf. Entah bagaimana membacanya, tapi Emi bisa melantangkannya dengan keras. Tentu itu pun hasil dia hapalkan dari iklan. Aku sukar mengingat cara Emi mengucapkannya, mungkin karena belakangan ini di telingaku semua itu lebih terdengar sebagai rengekan. Emi pandai melakukan itu.

Kotak itu terbuka saja ketika kacanya kugeser. Menyergaplah uap dingin berburu-buru keluar, meski tak sedingin yang kurasa saat tanganku berhasil merogoh beberapa bungkusan plastik di antaranya. Aku jadi membayangkan situasinya, jika saja kukejutkan Emi dengan menyentuhkan ini pada tengkuknya, dia pasti akan berteriak. Namun urung marah, karena tergantikan oleh kegembiraan saat pandangannya mendapati apa yang begitu diidamkannya.

“Hei, mau kemana itu?”

Memang ini saatnya. Seperti cerita Rido, dia mengulang-ulang menceritakan kisah keberaniannya itu sampai semalam tadi. Sampai kutemukan keberaniaanku sendiri pagi ini. “Jangan cemas, jangan mengacuhkan apa pun. Lari saja.” Rido seperti meneriakkan itu lagi keras-keras kini. Aku berkeyakinan.

“Hei, bayar dulu! Jangan lari! Mas, kejar, Mas!”

Trotoir ini aku hapal benar. Kaki-kaki kecilku telah berkawan baik dengan liku-likunya. Dua belokan lagi setelah ini pastilah derap kaki-kaki di belakangku akan senyap. Leluasalah aku menyelinap pada gang-gang di kampung ini, hingga berujung pada sebuah bedeng reot bekas proyek pengurugan tanah yang telah terbengkalai. Emi pasti menungguku di sana.

Ya, benar saja. Emi di sana. Girang sekali dia menyambutku. Tangannya sibuk mengeruk tanah, menyeret tubuh kecilnya keluar jauh dari pintu.

*****

Abdi Salira, 11 September 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun