" Damai apa yang kau maksudkan jika seseorang itu sangat berarti dalam hidupmu?. Alamat apa yang akan kau jelaskan ketika arah jalanmu hilang?. Aku hanya tersesat dan saat ini aku membutuhkan arah itu."
" Apakah lelaki itu penyair?. Lalu kain itu apakah pemberian dari beliau?."
" Iya. Dia penyair yang begitu sabar. Selendang ini adalah kain tenun yang ia titipkan berharap gigil tak serempak memungutku."
" Semua tanda yang beliau titip adalah setengah dari jiwa beliau. Beliau selalu ada bersamamu. Dan mungkin saat ini ia tak sedang menginginkan engkau untuk terus meratap duka."
" Jika dia tidak menginginkan aku terkubur duka. Seharusnya dia sudah pulang."
" Mungkin beliau masih ada urusan."
" Tidak ada urusan yang memakan puluhan tahun. Tidak ada urusan yang kini langgeng di kabar berita tentang penembakan, pencurian, hingga pembunuhan gelap-gelapan. Dan tidak ada negara yang diam melihat hak asasi manusia jadi benteng bisu."
" Ratusan pelanggaran hak asasi manusia dibiarkan telanjang sedangkan janji penyelesaian seperti kelinci percobaan.
 Bangsa ini dihantui oleh anak-anaknya sendiri, para pendiri dan nasib menghargai mereka di kebiri."
Benga kini menuangkan satu per satu cangkir luka yang selama ini ia sisir tanpa suara. Tanpa muka, pedih-perih menukar makna.
" Jika benar apa yang kau katakan. Aku ingin pulang, palung dalam lilin-lilin restu : Kamis Ini Sudah Bergerimis, Benga"