Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Seniman - Belajar menulis

Mencoba belajar dengan hati-hati, seorang yang berkecimpung di beberapa seni, Tari (kuda lumping), tetaer, sastra.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sebab, Mendengungkan Segala Rindu adalah Hak Seluruh Manusia

9 November 2020   14:03 Diperbarui: 9 November 2020   14:05 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebab, Mendengungkan Segala Rindu Adalah Hak Seluruh Manusia
____________
Seuntai kata yang merongsong menuju lubuk yang singgah sana menjadi sebilah getaran. Seakan sanggup ku gumpal lewat terowong-terowong mengerihkan.

Sakral bila tak menjadi candu pada cumbu pelipis senyum manismu yang tanpa lupa. Sebab merindukan adalah segala kuasa bagi setiap canda yang berhasil dalam segala kisah.

Saksi gelisah tahunan pun mulai di gelar. Namun kau masih saja mendengungkan rindu yang telah lama pupuk di dalam nurani.

Nona, jangan kau coba-coba mencari penyakit yang tak pernah ditemukan vaksinnya. Betapa tak mungkin di era merindukan adalah suatu ancaman bagi tubuh.

Maka jangan kau hukum sendi-sendi dalam pusaran rasa dengan diam. Nyatakan pada kasih selaku waktu yang telah sekian lama menyiksa batin.

Sebab merindukan adalah hak segala manusia. Matikan ego, bila ia terus menjadi iblis atas kesaksian asmara dalam diammu.

Tumpahkan, seumpama air yang terus mengalir pada puncak keresahan menuju lubuk-lubuk paling rahasia. Dan katakan pada langit, kau mampu menuju jalan dengan seuntai tekad, lalu lukiskan warna-warna menawar di bibirmu yang telah lama mati suri.

Sebab yang paling resah adalah mencintai dalam diam. Diam-diam aku mati dalam keadaan paling konyol.

Betapa sengit di zaman pendam terasa menyiksa. Akulah saksi dari pada kisah gelisah yang bertahun-tahun memanahmu dengan darah-darah mematikan.

Maka jangan pernah hentikan jalanku selagi canduku selalu menjadi kasih berkepanjangan. Dan dalam do'a rindu adalah segala saksi paling bisu Ia tak mati-mati selagi bola matanya terus menatap dengan hati.

Jaga kesehatanmu Nona. Banyak lelaki yang memujamu. Namun aku yang paling lemah.

Kediri, 09 November 2020
Buah Karya: Abdul Azis Le Putra Marsyah

#Salam pamit
Undur diri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun