Mohon tunggu...
Putu Abda Ursula
Putu Abda Ursula Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di UNIPAS, Konselor, Ketua Sekolah Alam Banyumilir, Mahasiwa S3 Ilmu Pendidikan UNDIKSHA

Saya Putu Abda Ursula bekerja sebagai Dosen di Prodi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universitas Panji Sakti Singaraja dan Praktek Konseling, Tarot, dan Hipnoterapi di Singaraja. Saat ini sedang menempuh studi di Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi S3 Ilmu Pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bimbingan Konseling sebagai Alat Emansipasi dalam Relasi Kekuasaan di Dunia Pendidikan

1 Desember 2024   20:01 Diperbarui: 1 Desember 2024   21:08 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia pendidikan sering kali menjadi cerminan dari struktur kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Dalam konteks pendidikan, kekuasaan dapat hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari hubungan antara guru dan siswa, kebijakan sekolah yang hierarkis, hingga aturan-aturan yang terkadang membatasi kebebasan siswa untuk berekspresi. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana sistem pendidikan dapat mengakomodasi kebebasan individu tanpa mengabaikan otoritas yang diperlukan untuk mengelola institusi pendidikan?

Di tengah tantangan ini, bimbingan konseling muncul sebagai pendekatan yang tidak hanya membantu siswa mengatasi masalah pribadi dan akademis, tetapi juga sebagai alat emansipasi dalam relasi kekuasaan di dunia pendidikan. Kita akan membahas bagaimana bimbingan konseling dapat menjadi sarana pemberdayaan siswa untuk memahami, menghadapi, dan bahkan menantang struktur kekuasaan yang tidak adil di lingkungan sekolah.

Relasi kekuasaan dalam pendidikan mencakup hubungan yang kompleks antara berbagai aktor, seperti guru, siswa, kepala sekolah, dan kebijakan pemerintah. Kekuasaan di sini dapat bersifat positif, misalnya dalam bentuk otoritas yang membimbing siswa menuju pertumbuhan intelektual dan moral. Namun, kekuasaan juga dapat menjadi alat penindasan, terutama ketika diterapkan secara otoriter atau tidak inklusif. Sebagai contoh, kebijakan disiplin yang berlebihan atau sikap guru yang terlalu dominan dapat membatasi kreativitas dan kebebasan siswa. Hal ini menciptakan ketimpangan relasi yang membuat siswa merasa tertekan, tidak memiliki suara, atau bahkan merasa tidak dihargai sebagai individu.

Bimbingan konseling memiliki potensi besar untuk menjadi alat emansipasi dalam relasi kekuasaan di dunia pendidikan. Berikut adalah beberapa peran strategis bimbingan konseling dalam konteks ini:

1. Meningkatkan Kesadaran Kritikal Siswa

Salah satu tujuan utama emansipasi adalah membangun kesadaran kritikal terhadap struktur kekuasaan yang ada. Konselor dapat membantu siswa memahami bagaimana sistem pendidikan bekerja, siapa yang memegang kekuasaan, dan bagaimana kekuasaan tersebut memengaruhi kehidupan mereka. Dengan kesadaran ini, siswa dapat mulai melihat diri mereka bukan hanya sebagai objek dalam sistem pendidikan, tetapi juga sebagai subjek yang memiliki hak dan kemampuan untuk memengaruhi perubahan.

2. Memberikan Ruang untuk Ekspresi Diri

Bimbingan konseling menyediakan ruang yang aman bagi siswa untuk mengekspresikan pandangan, perasaan, dan kekhawatiran mereka tanpa takut akan konsekuensi negatif. Dengan adanya ruang ini, siswa merasa dihargai dan didengar, yang merupakan langkah awal dalam proses emansipasi.

3. Mengajarkan Keterampilan Resolusi Konflik

Dalam relasi kekuasaan, konflik sering kali tidak dapat dihindari. Bimbingan konseling dapat mengajarkan siswa cara menyelesaikan konflik secara konstruktif, baik dengan teman sebaya maupun dengan otoritas sekolah. Hal ini termasuk keterampilan bernegosiasi, berdialog, dan mencari solusi yang saling menguntungkan.

4. Mendorong Partisipasi Aktif dalam Pengambilan Keputusan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun