Menurut perspektif ini, Konstruksionisme sosial menekankan bagaimana seseorang memahami dan menafsirkan situasi dan pengalaman tertentu melalui tindakan sosial (Abdullah, 1995: -23; Abdullah, 2001; Lorber dan Farrell, 1991). Orang dan masyarakat saling mempengaruhi melalui proses dialektika. Sebagai makhluk pencari makna, manusia memperoleh makna dari kehidupan melalui proses dialektis yang terdiri dari tiga tahap: eksternalisasi, objektifikasi, dan internalisasi kimia (Berger dan Lackman, 1990: 3-5).
Â
Berdasarkan hasil penelitian Siti Nurul Khaeran, upaya menciptakan kesetaraan dan keadilan gender  penting untuk meningkatkan kesadaran global terhadap perlindungan hak asasi manusia. Kesadaran ini mendorong lahirnya berbagai konvensi yang melindungi hak asasi perempuan. Beberapa konvensi yang menjamin  keadilan antara pria dan wanita di berbagai bidang adalah: Konvensi Non-Diskriminasi di Tempat Kerja (1951), Konvensi Hak Pilih Perempuan dalam Politik (1953), Konvensi Status Perempuan (1957), Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi (1960). ), Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi (1960), Konvensi Perkawinan, Usia Minimum dan Pendaftaran Perkawinan (1962) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (1979). Selain itu, Konferensi Hak Asasi Manusia PBB di Wina pada tahun 1993 mengakui hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. Ini berarti bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama dihormati sebagai individu dan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama.
Â
Yasinta Agatha Cahya melakukan penelitian berdasarkan teori sosialisasi gender  Betz tahun 1989 dalam Astasar (2018). Teori ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam perkembangan moral pria dan wanita dan nilai-nilai yang mereka bawa ke tempat kerja. Pria dan wanita mempunyai nilai, perilaku, dan sikap etis yang berbeda. Mereka juga menggambarkan diri mereka sebagai kombinasi  seimbang dari sifat-sifat bijaksana. Karakteristik feminis perempuan (seperti penuh gairah, lembut, emosional, patuh, sentimental, pengertian, penyayang, sensitif dan bergantung)). Ciri-ciri maskulin bersifat maskulin (terdokumentasi, berani, agresif, tegas, berwibawa, analitis, kompetitif dan mandiri). Dan netral gender (beradaptasi, cerdas, ikhlas, peduli, empati, dapat diandalkan, konsisten, sistematis dan efisien).
Berdasarkan penelitian Nissya Andrea Ningsih, terdapat beberapa kajian yang berupaya memaparkan elemen yang mempengaruhi literasi keuangan. Menurut penelitian American Economic Association dan The Economist (Caplan, 2004), tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap literasi keuangan, artinya semakin tinggi tingkat edukasi seseorang  maka semakin tinggi pula literasi keuangannya. . Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa literasi keuangan kelompok pria  lebih tinggi dibanding kelompok wanita. Selanjutnya penelitian  Purwanto (2015) menunjukkan bahwa outcome pendidikan keuangan mempunyai pengaruh yang relefan terhadap literasi finansial. Selain itu, Yasmin dkk. (2014) menjelaskan bahwa gender berhubungan dengan literasi keuangan siswa.Â