Awalnya, Emil mengajak Sandi untuk mengunjungi temannya yang datang dari luar kota.Kebetulan dia menginap di hotel megah yang ada di kotanya. Yuda namanya, teman Emil dari Bandung yang sukses berkarir di perusahaan besar swasta di sektor migas tersebut. Di hotel itu, Emil dan Sandi bertemu dengan Taufik yang kebetulan masih teman sekelas waktu SMA dulu. Taufik ternyata juga mengenal Yuda,teman Emil. Mereka berempat asyik ngobrol sambil lalu menyeduh kopi hangat dan sebatang rokok diteras hotel berkelas itu.Â
Banyak pasang mata yang menikmati keindahan taman di hotel megah itu. Penginapan para lelaki jantan dengan aroma harum melati yang menyerbak menghiasi taman.Kumbang malam pun berdatangan menghampiri dan seolah ikut menikmati. Bukan menikmati tangkainya, tapi mungkin juga sudah mencicipi madunya. Kupu- kupu malam dan bunga-bunga bermekaran di taman itu, seolah sudah waktunya dipetik dan menjadi pajangan dipojokan hotel.Â
" Asyik juga yah, pemandangannya." Ucap, Taufik, Pada Yuda yang hanya mengumbar senyum manisnya, ditemani Emil dan Sandi.Â
Lalu, Yuda mulai menceritakan kisah kamar 117 pada Taufik, Emil dan Sandi. Yuda, mulai bercerita tentang pintu kamar 117 bergerak -gerak sendiri dan suara menyeramkan terdengar di kamar itu.Â
" Coba dengar, suara menyeramkan itu mulai terdengar lagi. Seperti suara terompet yang ditiup degan kencang, "Kata Yuda, sambil sesekali menirukan suara itu.Â
Malam itu, Emil duduk menemani para penikmat kopi diteras hotel yang tepat berada berhadap-hadapan dengan kamar yang penuh misterius itu. Kamar 117 yang seolah mengandung banyak teka-teki, dan seolah menambah gairah malam yang mulai senyap dan suasana dingin terasa menusuk sanobari.Â
" Gubraak...Tiba-tiba, terdengar teriakan keras yang mengejutkan. Apa itu Yuda? Tanya Sandi, yang mulai penasaran dengan suara tersebut. "Biasalah, hantu kalik, jawab, Yuda sambil tertawa. Kan aku dah bilang, jika kamar 117 itu banyak hantunya, hahaha... "
" Seram apanya Yuda, itu kayak desahan yah? Tanya Emil, yang juga mulai memperhatikan kamar itu dengan teliti. " Apaan kamu Em, salah dengar kamu kalik, "Jawab, Yuda seolah menutupi pertanyaan Emil.
" Sudah Emil, nikmati saja. Mumpung gratis, Cletuk , Taufik sambil ledekin Emil. "Tiba-tiba, Emil mulai berdiri dan pelan-pelan Emil mendekati kamar itu sambil bersembunyi dibalik tembok, Emil ingin memastikan rasa penasarannya tersebut.Â
" Awas ketahuan Emil, Teriak Sandi, mengingatkan teman baiknya tersebut. "Ssst... Jangan keras-keras mereka sedang memerankan tarian klasik, sahut Emil pada Sandi, eman mumpung gratis nih... "
Emi bersama beberapa temannya masih ada di sana, menyaksikan tarian klasik yang datang dan bergantian para pemainnya. Ada yang berganti peran, dan sesekali memoles wajahnya dengan bedak dan lipstik pemanis agar panggung hiburan itu tetap romantis dinikmati. Sedangkan, para pemandu dan penyawer sibuk melenggangkan pesonanya di depan para penari itu.Â
" Pulang yuuk, sudah ngantuk nih.. Sahut Taufik, yang tampaknya sudah mulai tak kerasan di hotel itu. "Ayolah Mil pulang sudah jam berapa ini, Â tar kamu di telpon sama istrinya nanti. Emil tampak kelihatan merah pipinya. Matanya sayup seolah memang kelelahan. Kemudian, mereka bertiga berpamitan sama Yuda.Â
" Pulang dulu Yuda, kami sudah ngantuk. Kata Emil pada Yuda. " Hati-hati yah kawan dan Terima kasih sudah berkunjung malam ini," Jawab Yuda mengantar tiga orang temannya tersebut sampai ke lobi hotel.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H