Mendung menyelimuti pelataran rumah kecil di pinggiran kota.Kilatan petir membuka tabir keraguan di pagi hari. Hujan mulai turun perlahan menghiasi pemandangan sekeliling jalan yang tampak dikejauhan. Cuaca semakin memburuk, suara air yang turun semakin nyaring terdengar. Tiba-tiba saja, ada tiga orang  anak kecil berlari menghampiri Sam yang duduk termangu diteras rumah.Â
"Sam, main hujan yuuk! "teriak tiga orang anak itu sambil mendekat. Lalu, Sam menjawab" Gak, takut dimarahi emak" sahut Sam pada temannya, yang ternyata si Udin, Zaki dan Malik.Â
" Cuma bentar kok, kita cuma beli pentol bakar saja."kata Udin membujuk Sam. "Bener yah? "jawab, Sam.Â
" Ibuku masih di pasar, belum pulang "kata Sam pada yang lain.Â
"Ayo Sam, cuma bentar kok!"kata Zaki. "Baiklah aku ikut" jawab Sam, yang akhirnya luluh dibujuk temannya.Â
Akhirnya, mereka hujan-hujanan, meninggalkan rumah Sam. Mereka menuju warung Bu Suma yang biasa menjual pentol bakar. Bu Suma adalah penjual pentol bakar yang terkenal di kampung petani garam Madura.Bu Suma adalah penjual pentol bakar pertama di Pinggir Papas, sebuah desa yang terletak di sebelah selatan kota Sumenep.Â
" Ke'rangke' kokoningan nemmo sello' ma' elang pole, sareagi ajem pote, ayo sareagi, tajirit nikkong.Â
" Sampan parao, tabuk lapar tadek tao.Ha..ha.."(sambil berlari Sam dan teman temannya menyanyikan lagu Madura).
Suasana semakin ramai, dan mereka bahagia menikmati tetesan air yang mengguyur tubuhnya. Dan mereka sampai, diwarung Bu Suma.Â
"Pangapora, Mak Suma"kata anak-anak. "Iye nak,mellea apa ye? "jawab Bu Suma.Â
" Mesen pentolla paempak mak", kata Malik kepada penjual pentol itu.Â
Sambil menunggu pentol matang, mereka lanjut main petak umpet, permainan lama yang sekarang sudah tak lagi terlihat dimainkan anak-anak.Â
"Sut deddi Laila sut menang"
Sebelum bermain, mereka biasanya membuat kesepakatan melalui metode permainan lama, yakni berpasangan dengan menimpali tangannya dengan permainan mirip dengan batu, gunting, kertas.Â
" Lah, zaki kalah!"kata Udin.Â
Kemudian Zaki mulai menutup matanya dan menghitung mundur dari angka sepuluh. Permainan itu berlangsung seru dan berlangsung sekitar 15 menit. Hujan pun mulai reda, dan aktivitas orang-orang mulai kembali dan memadati jalanan.Â
 Tiba-tiba Sam berlari dengan wajah pucat.Teman-temannnya pun kaget dan menghampiri.
"Kenapa Sam?" kata Malik,yang menanyakan hal itu kepada Sam."Aku melihat ibuku dikejauhan,memakai baju warna merah. Aku duluan yah, gimana nih?".Keliahatan panik, Sam lalu pergi meninggalkan temannya.Â
Dan ternyata benar.Ibu Sam sudah sampai di rumah, dengan wajah pucat dan baju yang basah kuyup, akhirnya Sam beranikan diri masuk ke rumah lewat pintu samping.Â
Gubrak!!.Sam membuka pintu disamping rumahnya.Dengan langkah pelan, Sam langsung pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya yang penuh lumpur.Â
Kemudian, Sam pergi ke kamarnya sambil menahan dingin karena habis main hujan. " Sam.. Sam" ibu Sam memanggil dengan nada tinggi.Â
 Sam pun menjawab ibunya " Iyah ibu". "Kesini sebentar.Kamu darimana Sam, ibu dari tadi mencarimu" tanya ibu padanya.
 " Maaf Bu, tadi Sam main sama Udin diajak beli pentol ke warung Bu Suma", jawab Sam jujur pada ibunya.Â
Tampak ibu Sam, melotot.Wajah tua itu memerah seolah menampakkan kekecewaan pada anaknya. Sam pun menundukkan wajahnya dan pasrah karena apa yang ia lakukan memang salah dan Sam mulai menyadarinya.Â
" Jangan diulangi lagi Sam.Sekarang musim penyakit ibu gak mau nanti kamu sakit"kata ibu,menasehati Sam.Â
Sam pun tetap menunduk.Dia tidak berani menatap ibunya yang menasehati dirinya. "Iyah bu, Sam salah.Sam minta maaf" jawab Sam sambil memelankan suaranya. Sam pun bergegas pergi meninggalkan ibunya, lalu dia pergi ke kamarnya dengan penuh penyesalan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI