Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Novel Baswedan Pesimis Ajukan Praperadilan

4 Mei 2015   23:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:22 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_381886" align="aligncenter" width="584" caption="Penyidik senior KPK, Novel Baswedan (foto; kompas)"][/caption]

|Hailet Article| Dukungan dan desakan agar Penyidik Komisi Pemberantasa Korupis (KPK) Novel Baswedan mengajukan gugatan praperadilan ataspenangkapan dan penyitaan sejumlah barang-barang miliknya oleh Mabes Polri terus mengalir. Salah satunya dari Ahli Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Adul Fickar Hadjar yang menyatakan bahwa kasus lama yang digunakan polisi untuk menjerat Novel telah kehilangan legitimasi. Sebelumnya tim penasihat hukum juga protes atas penangkapan tersebut, bahkan tak saja dinilai banyak kejanggalan, namun perlu adanya kepastian proses hukum penyidik perihal sah tidaknya penggeledahan di kediaman Novel di bilangan Kelapa Gading Jakarta Utara dua malam lalu.

“(Akan ajukan, red) praperadilan, kemungkinan besar teman-teman lawyer akan melakukan itu,” ujar Koordinator Kontras Haris Azhar usai menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (2/4). Menurutnya, penyidik menyebut Novel memiliki empat unit rumah, adalah tidak benar. Faktanya, Novel hanya memiliki satu rumah yang didiaminya. Selain itu, tim penasihat hukum yang menyambangi Bareskrim pada malam penangkapan Novel, tak diberikan akses. Hal lainnya, tidak adanya penjelasan Bareskrim kepada tim penasihat hukum terkait diboyongnya Novel ke Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat.

Begitu pula tim penasihat hukum tidak diberikan akses masuk ke Mako Brimob. Bahkan, diboyongnya Novel ke Bengkulu, tak ada koordinasi Bareskrim dengan tim penasihat hukum. Kemudian, saat terjadi penggeledahan di kediaman Novel,  penyidik melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah barang pribadi. Padahal, tindak pidana dilakukan di Bengkulu. “Penyidik tidak menjelaskan rumah diperiksa, padahal kasus di Bengkulu,” ujarnya.

Tak itu saja, barang pribadi Novel disita tanpa ada penjelasan. Ironisnya, sang istri Novel yang menggunakan hijab, digeledah hijabnya lantaran ditengarai menyembunyikan telepon seluler milik Novel. Padahal, body check dilakukan terhadap orang yang melakukan tindak pidana. Menjadi sorotan Haris, tidak adanya surat penyitaan. “Dalam waktu dekat mudah-mudahan saja. Terkait semuanya, kita akan masukan dalam praperadilan,” ujarnya (sumber; hukumonline)

Anggota Komisi III Arsul Sani menambahkan upaya praperadilan amatlah terbuka. Terlebih, Mahkamah Konstitusi dalam putusan terbarunya telah memperluas obyek praperadilan, yakni sah tidaknya penetapan tersangka. Menurutnya dalam kasus Novel, tindakan penyidik dapat diuji ke pengadilan. Namun pengacara Novel, Bahrain tengah mempertimbangkan berbagai kemungkinan terkait praperadilan yang dianggapnya sebagai pilihan terakhir, sebab hal itu dianggap sebagai jalan yang rentan mengingat lembaga pengadilan sudah tidak steril lagi. Intervensi kekuasaan diduga masih sangat kuat mempengaruhi putusan pengadilan.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala berpendapat meski mendukung tindakan Polri, tidak berarti mendukung proses hukum yang dinilai banyak kejanggalan. Menurutnya proses hukum mesti dilakukan transparan dan mengedepankan hukum acara yang profesional. Ia meminta agar Polri tetap berhati-hati dalam penegakan hukum. Meliala menilai jika terbukti adanya kejanggalan apalagi jika benar penggeledahan dan penyitaan dilakukan tanpa surat bakal menciderai proses penegakan hukum. Kendati demikian, kata Adrianus, penyidik sudah menghitung resiko yang ditempuhnya. Kendati demikian, tim penasihat hukum memiliki banyak cara selain praperadilan, yakni melaporkan ke Divisi Propam, maupun upaya eksaminasi lainnya.

Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia Fadli Nasution berpandangan upaya praperadilan dinilai tepat jika ingin menguji sah tidaknya upaya hukum yang dilakukan penyidik. Menurutnya negara memberikan ruang terhadap tersangka untuk menguji langkah hukum penyidik melalui lembaga praperadilan. “Ada mekanisme praperadilan. Bukankah sejak putusan Mahkamah Konstitusi tersangka bisa diuji, jadi bukan membangun opini,” jelasnya sebagaimana dilansir hukumonline.

Novel Baswedan dijadikan tersangka atas kasus dugaan penganiayaan terhadap pelaku pencurian burung walet saat menjadi Kasatreskrim Polresta Bengkulu pada tahun 2014. Novel sendiri mengaku tidak terlibat dalam penganiayaan tersebut. Sebagai atasan ia hanya bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh anak buahnya sja. Atas peristiwa tersebut Novel pun sudah menjalani hukuman baik dari segi kode etik maupun disiplin kepolisian.

Kalau kasus ini tiba-tiba dihidupkan kembali, jelas Novel merasa dirinya menjadi korban kriminalisasi, terlebih jajaran polri belum melakukan pemeriksaan, tapi polisi telah melakukan berbagai upaya paksa. “Saya tegaskan ini kriminalisasi. Saya tidak memandang sebagai proses penyidikan yang baik. Hal ini tidak profesional” jelas Novel. “Saya tidak terima. Saya keberatan, tapi saya tidak bisa megelak karena telah ditangkap, dan dibawa ke Mako Brimob kelapa Dua Depok. Saya ditahan, jadi mau tidak mau harus ikut, tapi sebagai tersangka saya punya hak untuk menolak rekontruski” katanya sebagaimana dilansir sm.cetak.

Kembali ke masalah praperadilan, anggota DPRRI dari FPAN Tjatur Sapto Edy berharap jika praeradilan jadi diajukan, pihaknya berharap hakim praperadilan nanti bekerja secara profesional. Semua harus dilakukan sesuai dengan hukum. “Saya menyambut baik, kini sudah ada penangguhan penahanan dan Novel akan melakukan praperadilan. Semoga praperadilan nanti transparan sehingga masyakarak bisa paham,” jelasnya. Gimana hayo? Hasil praperadilan selama ini yang terjadi seperti itu, berbeda-beda hasilnya, entah karena pengaruh sarapan pagi atau karena tekanan penguasa, kita tidak tahu, sehingga wajar kalau penasihat hukum Novel sendiri “pesimis” dengan proses praperadilan itu sendiri. (Banyumas; 4 Mei 2015)

Salam Keadilan!

Before;

Inilah 10 Kompasianer Penghuni Kolom TA

Gila Kepalan Orang Ini Laku 1,5 Trilliun

Ribuan Turis Australia Tetap Menyerbu Bali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun