Peristiwa penggerebekan terduga teroris di Ciputat Tangerang Selatan pada malam tahun baru 2014 yang menelan 6 korban jiwa menyisakan pro dan kontra dari berbagai kalangan, mulai dari Komnas HAM, Kontras, Ketua MPR, Mabes Polri dan pihak-pihak terkait lainya. Berbeda Tangerang, berbeda pula Banyumas, di mana dalam 6 (enam) tahun terakhir terhitung sejak tahun 2007 hingga penghujung 2013 yang lalu, Mabes Polri melalui Detasemen Khusus Anti Teror (Densus 88) telah melakukan penangkapan terhadap 3 (tiga) orang terduga teroris di wilayah Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dengan “aman” tanpa ada prosesi baku-tembak yang “menteror” rasa aman masyarakat.
Tanggal 09 Juni 2007, Abu Dujana alias Yusron Mahmudi, atau Ainul Bakhri (nama asli), alias Mahfud, alias alias Pak Guru, alias Mas Ud, alias Thorim, alias Sobirin, alias Dedi, ditangkap di rumahnya dekat rumahnya Desa Kebarongan RT. 003/003 Kecamatan Kemranjen tanpa perlawanan yang berarti. Sebelumnya Tim Densus 88 sempat mengepung rumahnya, panglima sayap militer JI Asia Tenggara itu sempat lolos namun di tengah jalan berhasil diringkus tanpa ada aksi baku tembak. Masyarakat setempat nyaris tidak tahu aksi penangkapan tersebut karena waktu itu masyarakat tengah terkonsentrasi di lapangan desa guna mengikuti pesat demokrasi Pemilihan Kepala Desa.
Tanggal 17 Agustus 2013, Imam Syafei, ditangkap di sebuah warung yang hanya berjarak 50 meter dari rumahnya Desa Kebarongan RT. 002/013 Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas. Pemuda yang diduga terlibat sejumlah aksi teror dan pernah mengikuti pelatihan militer di Gunung Salak Jawa Barat serta diduga terlibat rencana pengeboman Kedubes Myanmar yang digagalkan Polri itu juga tidak melakukan perlawanan yang berarti, bahkan masyarakat sekitar nyaris tidak tahu kalau ada penangkapan terduga teroris, semuanya berjalan dengan “aman”.
Tanggal 30 Desember 2013, Anton alias Septi alias Abdurrahman yang sehari-hari tinggal bersama mertuanya di Dusun Tipar RT. 001/004 Desa Alasmalang Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas ditangkap Densus 88 di sebuah warnet di Desa Kecila Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas. Menurut saksi mata, penangkapan di dalam warnet itu juga tidak diketahui banyak orang. Hanya sesekali Anton sempat berontak dan berteriak, tapi setelah dimasukkan ke dalam mobil semuanya aman-aman saja, lagi-lagi di sini juga tiak ada aksi baku-tembak antara terduga teroris dengan aparat.
Anton yang diduga merupakan bagian dari kelompok Badri kemudian menjadi pintu masuk penggerebekan 6 teroris di Ciputat Tangerang Selatan yang menggegerkan sekaligus menuai pro-kontra di kalangan masyarakat, praktisi, pengamat maupun para stake holder di tanah air. Tiga kali penangkapan terduga teroris di wilayah Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas secara “aman” mungkin menjadi prestasi tersendiri bagi Mabes Polri, yang perlu dikembangkan di daerah lain. Penangkapan terduga teroris dengan cara yang persuasif dan “aman” tentu jauh lebih baik karena tidak mengusik kenyamanan warga sekitar, tidak seperti yang terjadi di Tangerang Selatan yang kabarnya ada instruksi agar warga sekitar menyingkir terlebih dahulu.
Seaman apapun proses penangkapan terhadap terduga teroris tetap saja membawa dampak negatif, khususnya dampak psikologis, minimal rasa risih bagi warga sekitar (seperti Kemranjen), khawatir kampungnya dicap sebagai sarang teroris, karena tiga kali berturut-turut Densus 88 menangkap jejaring yang sama di wilayah yang sama pula. Percayalah, Kampung Kami Bukan Sarang Teroris. Anda penasaran dengan kampung kami? Hati-hati bila berkunjung dan lewat Inilah Jalur Paling Maut Di Banyumas (Agam; 07 Januari 2014)
Salam Kompasiana!
Lainnya : Kompasiana Masih Error Ga Eaa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H