Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fran Lukman Dipecat, Wisnu Sakti Bagaimana?

25 Februari 2014   21:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:28 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketua DPRD Kabupaten Cilacap H. Fran Lukman (Dokumentasi Pribadi)

Fran Dipecat Karena Dukung Anak?

Ketua DPC PDIP Kabupaten Cilacap Jawa Tengah, H. Fran Lukman, kader yang juga tokoh senior, sekaligus salah seorang pendiri partai pimpinan Megawati di kabupaten yang berada di pesisir pantai selatan itu, akhirnya dibebas tugaskan alias dipecat dari jabatannya sebagai pimpinan partai yang telah dijabatnya selama tiga periode berturut-turut dengan alasan supaya lebih berkonsentrasi dalam menjalankan tugas kepartaian, alasan yang dinilai terlalu absurd dan mengada-ada.

Fran masih beruntung karena dalam Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan nomor 353/KPTS/DPP/X/2013 tertanggal 3 Oktober 2013 itu, jabatannya sebagai Ketua DPRD kabupaten setempat tidak serta merta dilucuti oleh Megawati, termasuk namanya jua tidak dicoret dari daftar pencalegannya yang keempat kali. Sebagai seorang politisi daerah, Fran terbilang politisi yang tangguh, terbukti bisa mengendalikan PDIP selama tiga kali periode berturut-turut, sekaligus menjadi Ketua DPRD tiga kali berturut-turut juga.

Beberapa kali diserang dengan berbagai tuduhan, baik oleh sesame politisi PDIP, maupun oleh musuh-musuh politik dari luar partainya, Fran selalu bisa lolos. Di saat bupati dan sekda mendekam di penjara karena terlilit kasus korupsi yang juga sempat menyeret Fran ke pengadilan dapat dilalui dengan “aman”. Sempat mendekam beberapa hari di penjara karena dugaan pemalsuan ijazah, akhirnya Fran bisa lepas bebas kembali duduk di kantor dewan.

Fran juga berhasil “menempatkan” putrinya Sinta Laela menjadi politisi PDIP di Kabupaten Banyumas, dan Novita Wijayanti menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari partai yang sama, PDIP. Selain menjadi Ketua Komisi di DPRD Jateng, Novita juga berhasil merebut kursi ketua DPD KNPI Jawa Tengah. Fran juga mendorong putrinya, Novita untuk maju dalam Pilkada Cilacap 012, namun gagal. 15tahun mengabdi untuk PDIP, Fran nyaris tanpa cacat, tanpa “dosa”, sehingga sulit bagi lawan-lawan politiknya untuk menjatuhkannya.

Entah karena dorongan Fran, atau kemauan sendiri, kini Novita Wijayanti “loncat pagar” menjadi Caleg DPR-RI dari Partai Gerindra di Dapil VIII Jateng (Banyumas-Cilacap) dengan nomor urut 1, menggeser incumbent Sadar Subagyo. Sebagai seorang ayah, Fran tentu akan memperjuangkan cita-cita anaknya, termasuk keberhasilan pencalegan putrinya, Novita di partai pimpinan Prabowo Subiyanto ini.

Pencalegan Novita di Partai Gerindra inilah yang kemudian disinyalir menjadikan alasan rival-rival politiknya “mengadu” ke DPW dan DPP. Fran dituduh akan melakukan pengembosan di dua kandang banteng, Banyumas dan Cilacap. Fran tidak kaget karena sebelumnya ada 13 PAC yang ke Semarang dan kemudian ke Jakarta minta Fran dipecat. Jika Fran tidak dipecat mereka akan mundur.

Fran mengatakan, hal tersebut mungkin salah satu awal lahirnya surat tersebut disamping karena pencalegan anaknya, Novita Wijayanti dari Partai Gerindra. “Biasa saja. Soalnya tanda-tanda itu kan sudah ada.Teori di PDI Perjuangan, kalau saya dicopot orang-orang yang tidak suka dengan saya akan balik kandang. PDI Perjuangan milik Ibu Mega (Megawati) dan Mbak Puan. Saya tidak berhak. Kalau tidak dibutuhkan harus ngapain. Saya sudah tua. Tidak pantas ribut-ribut seperti saat saya muda dulu dalam memperjuangkan partai,” terang Fran Lukman kepada radarmas.

Fran menjelaskan Megawati masih sangat sayang pdanya, buktinya walau dicopot dari posisi Ketua DPC tetap masih dipercaya sebagai ketua DPRD dan caleg PDIP dari Dapil I. Dia dibebas tugaskan agar lebih berkonsentrasi menjalankan tugas kepartaian.Disinggung tentang langkah yang akan diambil termasuk kemungkinan mengundurkan diri dari partai, dia menegaskan dirinya biasa-biasa saja.Stiker saya masih PDI Perjuangan semua kok,” terang dia.Fran juga bercerita tentang adanya surat pemberhentian keanggotan Novita Wijayanti dari DPP PDIP dengan nomor surat yang berurutan dengan pembebastugasan dirinya.

Wisnu Sakti Buana Bagaimana?

Beda Cilacap beda pula Surabaya. Beda Fran Lukman beda pula Wisnu Sakti Buana. Fran adalah politisi senior PDIP di daerah yang cukup punya taji, tapi namanya tidak berkibar di blantika perpolitikan nasional, bahkan karena mendukung anaknya, dia rela dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPC yang telah diembannya selama tiga kali periode berturut-turut.

Sementara Wisnu Sakti Buana adalah politisi muda PDIP di daerah yang namanya kini tengah banyak menjadi perbincangan di tingkat nasional. Sekalipun tidak banyak catatan tentang prestasi pria kelahiran 22 Oktober 1974 ini, namun sebagai politisi muda dia terbilang “sukses”, selain menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Kota Surabaya, dia juga sempat menduduki jabatan Wakil Ketua DPRD setempat dan sejak 2013 yang lalu dia berhasil menduduki jabatan Wakil Walikota Surabaya menggantikn seniornya Bamban DH, mendampingi Tri Rismaharini.

Sepak terjangnya cukup controversial. Pada tahun 2011 bersama dengan Ketua DPRD Wisnu Wardhana (Demokrat) dia berusaha menggulingkan Walikota Tri Rismaharini, namun gagal. Buntut kasus ini, Wisnu Wardhana ditarik dari DPRD dan dipecat dari Partai Demokrat, namun posisi Wisnu Sakti Buana tetap aman. Wisnu Sakti Buana benar-benar menunjukkan “kesaktiannya”.

Saat Bambang DH lengser karena memilih maju dalam Pilgub Jawa Timur, giliran Wisnu Sakti Buana “bermain”, dan berhasil menduduki jabatan wakil wali kota dengan cara yang konon tidak procedural sehingga dipermasalahkan oleh Risma yang notabene pernah akan digulingkan oleh Wisnu yang sekarang menjadi wakilnya. Karena hal ini pula, Risma sempat dikabarkan akan mengundurkan diri.

Kasus ini mencuat hingga tingkat pusat dn nasional. Dukungan dari berbagai elemen masyarakat terus menerus dan silih berganti berdatangan walau tanpa ada permintaan. DPP PDIP mengutus Sekjen Tjahyo Kumolo ke Surabaya untuk mempertahankan Rismaharini bersama dengan Wisnu sakti Buana, namun sepertinya hal ini belum bisa menyelesaikan masalah. Bahkan keprihatinan kasus ini sampai-sampai Risma dipanggil ke Senayan bertemu dengan Priyo Budi Santoso, lalu Presiden SBY menyempatkan diri untuk menelpon memberikan dukungan.

Permasalah makin melebar, Wisnu Sakti Buana tetap masih dalam posisi aman. Kedatangan Risma yang datang ke Senayan dipermasalahkan, selaku partai pengusung Risma, PDIP bukannya mencarikan jalan keluar terbaik, justru sebaliknya malah memberikan sindiran. Politisi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko menyindir pengaduan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang “mengadu” permasalahannya kepada Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso beberapa waktu yang lalu, dimana pengaduan tersebut terkait keberatan Risma atas penunjukan wakilnya yang baru Wisnu Sakti Buana.

Menurut Budiman, sebelum mengadu kepada DPR, Risma seharusnya berbicara kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Wisnu sendiri merupakan Ketua DPC PDIP Surabaya. Kalau ada permasalahan dengan sesama kader, kata Budiman, Risma seharusnya melapor ke internal partai."Pertama, kalau dia bermasalah dengan DPC PDIP Surabaya bisa melaporkan ke DPD PDIP Jawa Timur, kalau belum selesai bisa dilaporkan pada Sekjen atau Ketua Umum. Menurut saya etisnya sebelum mengadu pada DPR, lebih baik yang pertama ke ketua umum partai dulu, yakni Ibu Megawati. Kami akan cek lagi apa Bu Risma sudah bertemu Bu Mega," ungkap Budiman di sumber ini.

Mengapa masalah Risma sampai berlarut-larut, hingga memunculkan banyak simpati dari berbagai kalangan? Kemana PDIP? Bukannya mencarikan jalan keluar yang menyegarkan, alih-alih malah menyindir Risma. Lepas dari apakah yang dilakukan SBY dan PBS sebagai tindakan pencitraan atau murni tugas kedinasan, semestinya dari awal PDIP harus tanggap dan segera mengatasi masalah ini, sehingga Risma tidak perlu harus “dibopong” oleh orang lain, yang ujung-ujungnya PDIP kebakaran jenggot sendiri.

Seberapa penting seorang Wisnu Buana Sakti di mata PDIP jika dibandingkan Rismaharini yang katanya sudah menjadi ikon Surabaya dan ikon PDIP? Kalau tidak terlalu penting, apa susahnya menonaktifkan seorang Wisnu bagi DPP PDIP? Jangakan hanya menonaktifkan, membekukan kepengurusan DPC saja merupakan hal yang teramat mudah bagi DPP. Di Cilacap saja, DPP berani menonaktifkan kader senior sekelas Fran Lukman, kenapa di Surabaya tidak?

Kalau tidak ada penonaktifan apalagi pembekuan DPC PDIP Surabaya, itu artinya Wisnu Buana Sakti merupakan sosok yang penting bagi PDIP. Kalau memang teramat penting, sudah semestinya DPP PDIP mencarikan jalan keluar win-win solution yang tidak saling merugikan, baik itu bagiPDIP, Risma, Wisnu dan Kota Surabaya tentunya. Semoga.. (Banyumas; 25 Februari 2014)

Salam Kompasiana!

Fran Lukman Juga Kena Semprotan Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun