Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fran Lukman Dipecat, Wisnu Sakti Bagaimana?

25 Februari 2014   21:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:28 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13933118532025186203

Beda Cilacap beda pula Surabaya. Beda Fran Lukman beda pula Wisnu Sakti Buana. Fran adalah politisi senior PDIP di daerah yang cukup punya taji, tapi namanya tidak berkibar di blantika perpolitikan nasional, bahkan karena mendukung anaknya, dia rela dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPC yang telah diembannya selama tiga kali periode berturut-turut.

Sementara Wisnu Sakti Buana adalah politisi muda PDIP di daerah yang namanya kini tengah banyak menjadi perbincangan di tingkat nasional. Sekalipun tidak banyak catatan tentang prestasi pria kelahiran 22 Oktober 1974 ini, namun sebagai politisi muda dia terbilang “sukses”, selain menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Kota Surabaya, dia juga sempat menduduki jabatan Wakil Ketua DPRD setempat dan sejak 2013 yang lalu dia berhasil menduduki jabatan Wakil Walikota Surabaya menggantikn seniornya Bamban DH, mendampingi Tri Rismaharini.

Sepak terjangnya cukup controversial. Pada tahun 2011 bersama dengan Ketua DPRD Wisnu Wardhana (Demokrat) dia berusaha menggulingkan Walikota Tri Rismaharini, namun gagal. Buntut kasus ini, Wisnu Wardhana ditarik dari DPRD dan dipecat dari Partai Demokrat, namun posisi Wisnu Sakti Buana tetap aman. Wisnu Sakti Buana benar-benar menunjukkan “kesaktiannya”.

Saat Bambang DH lengser karena memilih maju dalam Pilgub Jawa Timur, giliran Wisnu Sakti Buana “bermain”, dan berhasil menduduki jabatan wakil wali kota dengan cara yang konon tidak procedural sehingga dipermasalahkan oleh Risma yang notabene pernah akan digulingkan oleh Wisnu yang sekarang menjadi wakilnya. Karena hal ini pula, Risma sempat dikabarkan akan mengundurkan diri.

Kasus ini mencuat hingga tingkat pusat dn nasional. Dukungan dari berbagai elemen masyarakat terus menerus dan silih berganti berdatangan walau tanpa ada permintaan. DPP PDIP mengutus Sekjen Tjahyo Kumolo ke Surabaya untuk mempertahankan Rismaharini bersama dengan Wisnu sakti Buana, namun sepertinya hal ini belum bisa menyelesaikan masalah. Bahkan keprihatinan kasus ini sampai-sampai Risma dipanggil ke Senayan bertemu dengan Priyo Budi Santoso, lalu Presiden SBY menyempatkan diri untuk menelpon memberikan dukungan.

Permasalah makin melebar, Wisnu Sakti Buana tetap masih dalam posisi aman. Kedatangan Risma yang datang ke Senayan dipermasalahkan, selaku partai pengusung Risma, PDIP bukannya mencarikan jalan keluar terbaik, justru sebaliknya malah memberikan sindiran. Politisi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko menyindir pengaduan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang “mengadu” permasalahannya kepada Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso beberapa waktu yang lalu, dimana pengaduan tersebut terkait keberatan Risma atas penunjukan wakilnya yang baru Wisnu Sakti Buana.

Menurut Budiman, sebelum mengadu kepada DPR, Risma seharusnya berbicara kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Wisnu sendiri merupakan Ketua DPC PDIP Surabaya. Kalau ada permasalahan dengan sesama kader, kata Budiman, Risma seharusnya melapor ke internal partai."Pertama, kalau dia bermasalah dengan DPC PDIP Surabaya bisa melaporkan ke DPD PDIP Jawa Timur, kalau belum selesai bisa dilaporkan pada Sekjen atau Ketua Umum. Menurut saya etisnya sebelum mengadu pada DPR, lebih baik yang pertama ke ketua umum partai dulu, yakni Ibu Megawati. Kami akan cek lagi apa Bu Risma sudah bertemu Bu Mega," ungkap Budiman di sumber ini.

Mengapa masalah Risma sampai berlarut-larut, hingga memunculkan banyak simpati dari berbagai kalangan? Kemana PDIP? Bukannya mencarikan jalan keluar yang menyegarkan, alih-alih malah menyindir Risma. Lepas dari apakah yang dilakukan SBY dan PBS sebagai tindakan pencitraan atau murni tugas kedinasan, semestinya dari awal PDIP harus tanggap dan segera mengatasi masalah ini, sehingga Risma tidak perlu harus “dibopong” oleh orang lain, yang ujung-ujungnya PDIP kebakaran jenggot sendiri.

Seberapa penting seorang Wisnu Buana Sakti di mata PDIP jika dibandingkan Rismaharini yang katanya sudah menjadi ikon Surabaya dan ikon PDIP? Kalau tidak terlalu penting, apa susahnya menonaktifkan seorang Wisnu bagi DPP PDIP? Jangakan hanya menonaktifkan, membekukan kepengurusan DPC saja merupakan hal yang teramat mudah bagi DPP. Di Cilacap saja, DPP berani menonaktifkan kader senior sekelas Fran Lukman, kenapa di Surabaya tidak?

Kalau tidak ada penonaktifan apalagi pembekuan DPC PDIP Surabaya, itu artinya Wisnu Buana Sakti merupakan sosok yang penting bagi PDIP. Kalau memang teramat penting, sudah semestinya DPP PDIP mencarikan jalan keluar win-win solution yang tidak saling merugikan, baik itu bagiPDIP, Risma, Wisnu dan Kota Surabaya tentunya. Semoga.. (Banyumas; 25 Februari 2014)

Salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun