Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gaji 48,7 Juta Per Hari, Jero Wacik Masih Korupsi

8 September 2014   17:07 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:19 4709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


ilustrasi (sumber; smkn3denpasar.sch.id)

Gaji kecil yang tak sebanding dengan beban kerja sebagai seorang menteri menjadi alasan Mantan Menteri ESDM Jero Wacik yang terlibat dugaan kasus pemerasan. Hal itu disampaikan oleh Juru bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Saleh Abdurahman dalam diskusi bertema Korupsi di Pusaran Migas, di Warung Daun Cikini, Jakarta. Gaji yang diterima Jero Wacik yang hanya Rp 19 jutaan. Jumlah tersebut dinilai  tidak sebanding dengan beban kerja yang berat oleh karena itu, harus dibantu dengan dana operasional.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Jero sebagai tersangka terkait diduga pemerasan. Dia diduga menyalahgunakan wewenang untuk memperbesar dana operasional menteri (DOM) yang plafonnya dinilai tidak mencukupi.Terhitung sejak 2011 hingga 2013, total uang yang diduga diperoleh Jero dari pemerasan itu Rp 9,9 miliar. Saleh mengatakan, dana operasional menteri yang dianggarkan oleh Kementerian Keuangan itu sebesar Rp120 juta per bulan, tiap tahun Rp1,4 miliar di manapenggunaan dana operasional itu memang diserahkan kepada menteri.

“Beliau (Jero) memiliki acara yang banyak, seperti perkawinan, meresmikan acara. Hal itu kan banyak sekali. Dia harus buka suatu acara, nyumbang  laptop. Kan itu bagian dari penggunaan DOM itu,” ujarnya. Namun Saleh berkilah bila dana operasional itu harus terkait dengan pekerjaan, tidak untuk kebutuhan pribadi menteri. Terkait pengawasan penggunaan dana operasional, sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasilnya adalah wajar tanpa pengecualian (WTP).

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Satya Wira Yudha mengatakan, hal yang ironis bila kementerian yangmerupakan profit center tetapi tunjanganpejabatnya kurang, hingga sampai harus memeras. Kementerian ESDM, menurut Satya, adalah institusi yang menghasilkan uang bagi negara hingga mencapai Rp 150 triliun. Bila kementerian sebagai profit centre, remunerasi terhadap karyawannya tidak diperhatikan dengan bagus atau disamakan dengan kementerian yang bukan profit center maka potensi penyalahgunaan akan muncul. Namun, pemberian tunjangan yang besar itu juga harus dibarengi dengan sanksi-sanksi yang setimpal bila mereka ternyata masih melakukan penyimpangan.

Hal senada diungkapkan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDIP DewiAryani. Dia mengatakan, remunerasi yang lebih tinggi bagi kementerian profit center harus segera dilakukan untuk mencegah korupsi. Namun beberapa pihak justru meminta agar Pemerintah tidak menaikkan gaji para menterinya. Sebab, pendapatan seorang menteri tidak hanya 19 juta per bulan, melainkan Rp. 48,7 juta juta per hari, dan ini ini menandakan pendapatan menteri dari dana kebutuhaan yang tercatat dalam APBN sudah melimpah ruah, sebagaimana diungkapkan oleh pengamat anggaran politik Uchok Sky Kadafy disini.

Dengan demikian, menaikkan gaji seorang menteri sama saja keserakahan yang tidak bisa dimaafkan. Sebab para menteri sudah mendapat rata-rata sebesar Rp 1,4 miliar per bulan atau Rp 48,7 juta per hari. ”Apakah jumlah tersebut masih termasuk dianggap minim dan kecil? Kalau memang dengan jumlah itu masih dianggap kecil, ya tidak usah jadi menteri,” ujar Uchok.

Lagi pula, lanjutnya, tidak ada yang memaksa seseorang menjadi menteri. Apalagi bila mereka sebenarnya ”tahu” dan menganggap gaji menteri kecil. ”Namun, siapa yang bilang penghasilan untuk menteri itu minim? Gaji menteri sebesar Rp 19 juta per bulan itu sudah besar sekali,” imbuhnya. Namun di luar gaji yang hanya 19 jutaan, seorang menteri juga mendapatkan tunjangan dari negara lainnya yang kalau dirata- rata atau disimulasikan, menteri secara total akan memperoleh penghasilan minimal sebesar Rp 17,5 miliar untuk pribadi sebagai penunjang kinerjanya. Dengan demikian, seorang menteri setiap bulannya akan memperoleh sebesar Rp 1,4 miliar atau Rp 48,7 juta per hari. Lihat tabel di bawah ini :

No

Jenis Tunjangan

Jumlah Per Tahun

1

Biaya operasional

1.200.000.000,00

2

Operasional Kantor dan Pimpinan

1.500.000.000,00

3

Operasioanl Perkantoran dan Pimpinan

3.600.000.000,00

4

Pengadaan Sarpras Pimpinan

150.000.000,00

5

Pengadaan Kelangkapan Ruang Kerja

240.000.000,00

6

Biaya Tol Bandahara

15.000.000,00

7

Biaya Angkut Barang

78.000.000,00

8

Operasional Penerimaan Tamu

960.000.000,00

9

Pendukung Operasional Menteri

960.000.000,00

10

Dana Operasional Fasilitas Pimpinan

3.600.000.000,00

11

Operasional Kunjungan Menteri

5.000.000.000,00

JUMLAH

17.303.000.000,00

Jika dihitung harian, seorang menteri rata-rata berpenghasilan Rp. 48,7 juta per hari. Angka yang sangat tinggi dan jauh dari istilah “gaji terlalu kecil”, bahkan hala ini sudah terlalu mahal dan membebani keuangan negara, terlebih jika dibandingkan dengan penghasilan anggota DPRRI yang hanya mendapatkan gaji plus tunjangan Rp 57,6 juta per bulan. (sumber)

Semua pejabat sekelas menteri tentu memiliki kepadatan acara yang serupa dengan Jero Wacik eperti yang diungkapkan oleh Saleh di atas, dan bukan rahasia lagi, pejabat sekelas menteri tentulah punya gaya hidup sekelas menteri pula, jadi dengan gaji 19 jutaan per bulan jelas jauh dari cukup, jika tidak ditunjang dengantambahan biaya operasional yang memadai.

Apalagi jika seseorang hidup dengan gaya hidup jetset pejabat sekelas menteri sekalipun, dengan angka 48,7 juta per hari bisa jadi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seorang menteri beserta keluarganya. Jalan pintas seringkali menjadi senjata terakhir para pejabat untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah guna memperkaya diri sekaligus menutup tuntutan biaya hidup yang harus serba wah ala kaum jet set itu.

Hal ini diperkuat dengan penyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad yang menyebutkan, keluarga mantan menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESM) hidup bermewah-mewah. Dari penelurusan KPK, istri Jero Wacik, Triesna Wacik, disebut pernah melakukan transaksi belanja di Swiss. Nilai transaksinya mencapai Rp 1 miliar. Uang sebesar itu diduga berasal dari hasil pemerasan suaminya. Menurut informasi, Triesna melakukan transaksi-transaksinya menggunakan kartu kredit. Semua tagihan itu dibayar oleh Jero diduga dengan menggunakan uang hasil pemerasan. Semua catatan transaksi Jero dan Triesna sudah diselidiki oleh PPATK. selengkapnya disini

Jero Wacik bukan yang pertama dan satu-satunya. Sepanjang era reformasi, ada sejumlah menteri yang terjerat kasus korupsi, meskipun mereka sudah tak aktif lagi. Sebut saja mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, mantan Mensos Bachtiar Chamsyah, mantan Menkes Sujudi dan mantan Menteri Kelautan Rochmin Dahuri.

Yang terbaru setelah Andi Malarangeng, adalah Suryadharma Ali yang menjadi menteri aktif kedua yang dijerat KPK. Diduga kuat, Suryadharma menyalahgunakan wewenangnya dan memperkaya diri sendiri dari dana penyelenggaraan dana haji tahun 2012-2013. Nilai proyek ibadah haji kala itu mencapai Rp 1 triliun. Suryadharma bukan menteri agama pertama yang bermasalah dengan korupsi. Mantan menteri agama Said Agil Husin Al Munawar pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan Dana Abadi Umat (DAU) Rp 680 miliar selama periode 2002-2005. (sumber)

Nah bagaimana dengan menteri-menteri dan pejabat setingkat menteri lainnya? Apakah sama dengan Jero Wacik dan sejumlah nama yang telah tersangkut kasus korupsi? Ataukah mereka benar-benar bersih-sih-sih-siihhhh dan sudah merasa cukup dengan penghasilan Rp. 48,7 juta per hari? Atau jangan-jangan serupa pula, hanya saja belum / tidak tersentuh penegak hukum ataupun lembaga anti rasuah. Yah, semoga saja mereka tidak sama seperti Jero Wacik dan kawan-kawan yang sudah terlebih dulu berurusan dengan aparat penegak hukum, semoga saja mereka (dan para calon menteri yang akan datang) benar-benar bekerja dan mengabdikan dirinya untuk kemajuan Indonesia tanpa ada pamrih yang berlebihan. Semoga.. Aamiin (Banyumas; 08 September 2014)

Salam Kompasiana!

Sebelumnya;

1.Asal Muasal Istilah Jilboobs

2.Asyiknya Ngintip Gadis Berjilboobs

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun