Terus terang sebagai generasi muda yang melek internet aku tidak pernah mau memajang identitas asli di Kompasiana, takut kalau-kalau tulisanku menyinggung orang dan bias dituntut. Walaupun statusku terverifikasi di Kompasiana, tapi itu kudapat dari scan KTP orang lain yang kebetulan ada di warnet ini.
Segera kubuka dashboard Kompasiana, dan aku tersenyum melihat profil palsuku, "Pria mapan, ganteng, sayang istri dan anak." Demikian bunyinya, sengaja kupasang profil demikian karena itulah apa yang aku inginkan sebagai diriku saat aku dewasa nanti. Gambarnya pun sengaja kupilih gambar actor Hollywood yang disukai kawula muda dan tua, baik pria maupun wanita.
Sudah satu tahun belakangan ini aku tertarik dengan akun seorang kompasianer wanita yang dari tulisan-tulisannya terlihat bijaksana dan sungguh dewasa. Membaca artikel2nya tentang cara2nya mendidik anak dan juga cara2 bersikap sebagai seorang wanita benar2 suatu pengalaman baru bagiku dan membayangkan andaikata dia yang menjadi ibuku. Aku pun ikut berkomentar memuji di artikel2nya yang menjadi perhatianku, beliau pun membalas balik dengan cara yang elegan menurutku.
Lama-lama rasa ketertarikan ini berubah menjadi rasa penasaran, kalau memang dia sesempurna itu, tentunya tidak akan menghabiskan banyak waktunya di Kompasiana, tentunya lebih menghabiskan waktu dengan suaminya. Trus kenapa dia selalu membalas semua komentarku? Pasti dia juga ada rasa tertarik dengan profil palsuku.
Setelah banyak postinganku yang memuji-mujinya kumuat dan mendapat tanggapan positif (setidaknya tidak ditolak), aku makin yakin kalau dia juga ada hati padaku.
Ya, aku memang pengidap Oedipus complex, kasih saying yang tak kudapat dari orangtuaku membuatku mendambakan figure wanita yang lebih dewasa dan mapan dalam bersikap dan membawa diri. Apalagi tutur katanya di Kompasiana demikian memikat.
Pancinganku yang lain yaitu dengan membuat artikel-artikel 'dewasa' pun tidak mendapat tentangan, bahkan mendapat voting menarik ataupun inspiratif darinya. Gelegak darah mudaku semakin menggelora, membuat diriku semakin sering membayangkan di balik setiap voting dan komentarnya di artikel dewasaku, ada pengakuan kalau dirinya juga membutuhkan hal seperti itu dariku.
Bagiku, rangsangan yang kudapat dari saling berbalas komentar dan voting di Kompasiana sudah cukup membuatku berfantasi liar. Apalagi sesuai permintaanku, foto2 beliau pun sering berganti untuk memenuhi hasrat di usiaku yang masih muda ini.
Walau menurut pengakuannya dia sudah setengah baya, namun bagiku wajahnya lebih cantik daripada gadis2 teman sekelasku.
Hari sudah malam, tidak terasa sudah hampir seharian aku berada di warnet ini. Ayahku saat ini pasti sudah pulang kalo tidak sedang lembur, sebelum aku dicarinya aku pun menghabiskan teh botolku dan mematikan computer warnet, lalu bergegas berjalan pulang ke rumah (tentunya setelah membayar).
Warnetku yang tercinta