Pastinya, mau dikurangi 15 atau 100 poin sekalipun, itu akan merepotkan bagi City. Coba bayangkan ketika liga baru saja berjalan, lalu poin mereka sudah dikurangi, bakal minus nggak tuh.Â
Alhasil, City pun ngutang poin dulu ke Premier League. Beruntung kalau bisa dilunasin di akhir musim, kalau kalah melulu? Mau ngutang poin kemana lagi? ke Barcelona? Mereka juga banyak utang. Kredit Ferran Torres aja belum dibayar lunas ke City. Hadeh, repot, repot.
4. Relegasi ke liga kasta ke-2Â
Sanksi buruk lainnya adalah relegasi ke liga sepak bola kasta ke-2 di Inggris, yakni Championship di kejuaraan English Football League (EFL). Melihat dari melimpahnya pelanggaran City, maka sanksi ini menjadi yang paling logis.Â
Dengan berlaga di Championship, sepertinya bakal seru kalau City bernostalgia dengan legenda mereka, Vincent Kompany, yang kini menjabat sebagai pelatih Burnley.Â
Tapi iya jika Burney masih di EFL, gimana kalau sudah promosi ke Premier League? Soalnya mereka sekarang pemuncak klasemen liga kasta kedua tersebut dan yang paling berpotensi untuk naik jabatan. Ironis ya.
Kalau nggak, bisa tuh City bernostalgia sama QPR, mumpung QPR belom turun ke liga kasta ketiga. Jadi, City berpeluang mencetak sejarah dramatis 'Agueroooo' jilid dua, tapi dengan tajuk 'juara EFL'. Boleh juga tuh.   Â
5. Parah! Gelar Premier League dicopot
Sanksi potensial selanjutnya adalah pencabutan gelar Premier League. City telah melakukan pelanggaran berat dan dalam kurun waktu yang lama, yakni 9 tahun sejak musim 2009 hingga 2018.Â
Kalau diingat-ingat, City berhasil memenangkan tiga gelar liga Inggris pada periode tersebut, yakni di musim 2011/2012, Â 2013/2014, dan 2017/2018.
Meskipun kesalahan City terbilang berat, tapi realitanya pelanggaran tersebut hanya berkaitan dengan transparansi keungan klub. Berbeda kalau sudah kecurangan seperi pengaturan skor dan liga. Jika pelanggarannya seperti itu, baru layak City dikenakan sanksi copot gelar.Â