Dahulu aku pernah mengadu
pada Kasih yang mengizinkan
menangis akan nubuat kehidupan
dan tertawa diambang kematian
Kasih meyakinkan
diriku dan pelangi kan selalu berbelaian
hingga tiba lah angin memanggil topan
menghantam kesadaran, yang teguh berkeyakinan
Setelah semuanya, datang satu petuah akhir
yang membangun rona khawatir
pada diri yang nadir:
Hiduplah sebagai hamba, bersama dengan hamba sahaya
Membudak pada-Ku dengan pesona, dan jangan untuknya
Kasih pun mencetak akta dan rekam jejak kehidupan
Sembari tandatangan aku sematkan
sedikit banyak berharap, gelar hamba berkelaluan
Suah dua dekade
aku seperjalanan dengan hamba sahaya
Di satu kesempatan dia memeluk erat,
mendesak nafas mampat
pada Kasih sampai terkadang ku tak ingat
Pada kesempatan lainnya,
pikiran dan lisan olehnya diruntih
sehingga tercipta jarak dengan tasbih
yang biasa terujar tak cuma dikala sedih
Sampai tiba perjalanan berbuah pelajaran
Bahwa Aku dan Hamba Sahaya diciptakan
dalam rangka mengabdi pada perjanjian
yang menjunjung tinggi kebajikan
Hakikat Aku dan Hamba Sahaya sama saja
adalah makhluk yang tercipta
akibat kebosanan sang Khalik
Resah yang tak henti menghamba pada bungah
Adapun bila di tengah ada keliru
Hal itu wajar, karena memang aku tak tahu
Awalnya kukira teman seperjalananku adalah segala
Tampaknya Kasih ialah tunggal telaga bahagia