Mohon tunggu...
Abby Crisma
Abby Crisma Mohon Tunggu... Lainnya - Hamba Allah Biasa | Anak'e Ibu | Citizens

Simply, writing for relaxing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bangun Menjelang Tidur

15 Januari 2023   21:10 Diperbarui: 17 Januari 2023   18:10 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Depressed (Photo via Getty Images)

Seringkali kupikir, tidur menjadi solusi dari segala...

Mengintip ventilasi kamar yang cukup terang, menandakan waktu subuh bergulir menuju pagi yang 'buta'. Hari ini bukan lah hari yang 'cerah', namun 'cukup terang' untuk membantu Dean. Apalagi lampu tidurnya masih menyala.

"Selamat Pagi," ucapnya.

Baca juga: Hope You Someday

"Hari semakin gelap ya," lanjut batinnya.

Dia membuka matanya perlahan, bergegas untuk duduk, dan berdiri. Segera dia matikan lampu tidurnya. Kamar pun menjadi gelap.

Seketika dicarinya saklar lampu utama. Tapi kegelapan menjadikannya bingung. Dia meraba-raba dan mengingat posisi tembok dimana saklar tersebut tertanam. Tangannya merasakan datar, tidak menemukan bentukan saklar.

Dia pun bertanya, "Kemana saklarnya?"

"Mengapa dia menghilang, aku butuh cahaya," tutur dia dalam hati.

Baca juga: Curse of Mine

Padahal lampu tidurnya ada, bahkan baru saja dia matikan. Mengenai itu, dia sengaja tidak menyalakannya lagi. Kasihan, sudah menjaga dan menemani malamnya yang panjang. Begitu pikir Dean.

Maka tanpa ada penerangan sedikit pun, dia melanjutkan harinya. Rencana yang pertama, dia hendak keluar kamar. Untuk rencana kedua, kali ini sudah ditentukan, tetapi dia enggan memberi tahu. Rencana ketiga, dia pastikan tidak ada, dan memang tidak akan pernah ada.

Sebelum keluar, dia ingin menyapu lantai terlebih dahulu dengan sapu yang tergantung pada paku di dinding kamar. Paku itu tertancap dalam, bahkan hanya seperempat saja yang tampak di permukaan.

Sontak, teriakan keras pun terdengar

"Mengapa kau menyakitinya?"

Ternyata suara Dean. Disitu adalah kamarnya, cuma dia satu-satunya di dalam sana. Tepat saat itu, dia marah campur sedih tanpa beralasan jelas. Dia pun mengelus tembok di sekitar tertancapnya paku sembari menenangkan.

"Bukan masalah, paling tidak kalian tak kan pernah terpisahkan," bisik Dean terbata-bata pada tembok, diringi sesegukan tangis.

Diambilnya saja sapu yang tergantung dan mulai membersihkan lantai kamar. Dia kumpulkan kotoran pada satu sisi, dekat dengan pintu. Kotoran itu perlu dimasukkan ke kantong plastik sebelum dibuang keluar.

Kresek hitam banyak tersimpan di loker lemarinya. Lemari itu terbuat dari kayu jati, satu pintu, namun dalamnya bertingkat tiga. Adapun kresek tersebut berada di paling bawah.

"Huft...," keluhnya sambil membungkuk dan menengok keberadaan kresek.

Dia bertanya dalam hati, "Mana kreseknya?"

"Apa mereka juga meninggalkanku," lanjut dalam batinnya.

Alhasil dibiarkan begitu saja debu-debu yang sudah terkumpul, lalu ditindihnya dengan sapu yang usai digunakan tadi. Atas semua kejadian tersebut, suasana hati Dean semakin rusak, perasaannya kacau. Oleh karenanya, dia putuskan untuk menggagalkan rencana yang pertama.

Dia pun merencanakan untuk tidur kembali, menenangkan diri dan pikiran sedingin-dinginnya. Dean terbiasa mematikan lampunya sebelum tidur. Namun hanya pada waktu itu, dia berhenti melakukannya. Kamarnya masih gelap. Mengingat tidak ada lampu yang sedang menyala.

Lalu dia berpikir, "Apa lagi yang harus kulakukan?"

Benar, dia hanya butuh tidur. Dia sudah merencanakannya sejak tadi. Sekarang adalah waktu yang tepat bagi dia untuk tidur.

"Tapi sebelum tidur, aku terbiasa untuk me..ma..ti..kan... Ah sudahlah, tidak ada lagi yang perlu dimatikan," pertentangan dia dengan dirinya sendiri.

Tanpa pikir panjang, ingatannya langsung tertuju pada rencana kedua. Iya, rencana kedua Dean belum terlaksana. Segera dia merealisasikan agar harinya semakin sempurna.

Rencana kedua pun terlaksana. Dean mematikan tubuhnya dan kembali tertidur. Kedua mata terpejam, jasad dan pikirannya kini pun telah dingin sedingin-dinginnya seperti apa yang dia kehendaki.

"Hari benar-benar semakin gelap, bukan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun