Selama beberapa pekan terakhir di awal tahun 2017, masyarakat dipusingkan dengan harga cabe rawit merah yang meroket. Di Jakarta dan beberapa wilayah lain, harga cabe rawit merah mencapai sekitar 100-150 ribu rupiah per kilogram. Sebuah kenaikan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan harga normal berkisar 60-65 ribu per kilogram.
Saya tentu tidak akan mengulas bagaimana harga cabe bisa meroket sedemikian dahsyatnya. Tentu, juga tidak akan mengulas apakah harga cabe yang cukup tinggi ini menyebabkan inflasi Indonesia di awal tahun 2017 cukup tinggi. Para pakarnya sudah menyampaikan dalam berbagai ulasan di media selama beberapa hari terakhir. Sebagian mengatakan distribusi cabe terganggu, sebagian lain menyampaikan pula produksi terganggu karena musim hujan. Faktanya, harga cabe masih cukup tinggi di pasaran.
Bagi saya, hal menarik dari kenaikan harga cabe yang cukup signifikan yaitu perubahan respon dari penjual dan pembeli makanan rumahan di warung-warung makan, khususnya di Jakarta. Meski beberapa penjual makanan atau ibu-ibu rumah tangga yang saya kenal mengeluhkan harga yang tinggi, mereka berupaya merespon itu dengan berbagai strategi.
Berdasarkan pengamatan saya, penjual makanan di warung-warung masih terlihat menyediakan sambal sebagai isyarat penutup menu yang dipesan pembeli. Terlebih jika warung makan tersebut khusus menyediakan menu makanan dengan sambal sebagai nilai tambahnya. Di seputar Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, penjual makanan berbahan sambal, seperti ayam pedas atau pecel ayam masih tetap buka dan ramai dengan pembeli.
Jika pertanyaannya bagaimana mereka masih tetap menjual sambal sementara harga cabe meroket? Maka mungkin terdapat beberapa alternatif jawaban atas itu.
- Perlu kita pahami lagi bahwa cabe yang dijual di pasar-pasar terdiri dari setidaknya tiga jenis yaitu cabe rawit, cabe merah biasa dan cabe merah keriting. Sementara itu, cabe rawit sendiri punya tiga jenis yaitu cabe rawit merah, cabe rawit putih dan cabe rawit hijau. Harga cabe yang meroket terjadi untuk komoditas cabe rawit merah, sementara harga cabe komoditas lainnya naik tidak begitu tinggi.
- Penjual makanan, seperti halnya pedagang cabe, mereka melakukan penyesuaian. Jika sebelumnya mereka memilih cabe rawit sebagai bahan utama sambalnya. Mereka mulai melakukan penyesuaian dengan membeli cabe merah biasa atau cabe merah keriting sebagai alternatif, atau mengoplosnya. Mereka menyadari bahwa secara umum konsumen tidak mementingkan jenis cabe apa yang digunakan sebagai bahan utama membuat sambal. Bagi konsumen yang penting ada sambal.
- Jika Anda sering mendengar susunan kata “pakai sambal Mas?”, mungkin kali ini sedikit akan berkurang intensitasnya. Jika biasanya mereka masih menawarkan, kali ini mereka memilih diam dan akan menyajikan jika pembeli meminta itu. Sebuah langkah meminimalisasi permintaan sambal karena kuantitas sambal yang mulai dikurangi.
Berbeda dengan penjual, konsumen makanan di warung tidak begitu ambil pusing dengan mahalnya harga cabe. Bagi mereka, sambal seharusnya tetap tersedia di warung-warung penjual makanan.
“Minta sambal ya” begitu setidaknya yang acapkali diminta pembeli ketika membeli makan di warung penjual makanan rumahan. Bagi sebagian besar pembeli yang suka pedas tentu tidak akan melewatkan menikmati sambal dalam hidangan mereka. Ya, bagi sebagian orang, makan tanpa sambal seolah makan makanan tanpa penyedap rasa. Maka wajar jika ada yang bermuka masam saat pergi tanpa menemukan sambal dituangkan pada makanan yang dibeli.
Tentu konsumen juga tidak kehabisan strategi, sebagian mungkin akan mengganti menu makan mereka dengan sajian yang dimasak dalam balutan sambal. Sebagian lain akan meminta sambal yang digunakan untuk sajian menu pedas yang tersedia. Meski mungkin tidak sepedas sambal biasanya, setidaknya secara fisik sambal hadir dalam makanan mereka.
Yap, pada akhirnya semua senang. Setidaknya harga cabe yang tinggi di pasaran tidak menghalangi penjual dan pembeli makan di warung menikmati sambal. Semoga kenaikan harga cabe ini juga tidak berlarut-larut karena pedagang cabe yang lebih banyak merugi atau setidaknya keuntungannya jauh menurun. Selamat makan, jangan lupa sambalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H