Mohon tunggu...
Muhamad Habib Koesnady
Muhamad Habib Koesnady Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Teater

Mempelajari Seni

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tidak Ada Teater di Sekolah

5 Mei 2020   04:06 Diperbarui: 5 Mei 2020   04:15 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru yang seperti ini akan lebih 'berbahaya'. Karena merasa dirinya yang paling tahu teater, dan mengasumsikan sangat sedikit sekali orang yang mengetahui tentang teater, maka ia akan seenaknya saja mengajar. Bahkan ia tidak akan mengajar teater. Ia hanya akan menghabiskan waktu dengan senda gurau, dan siswa-siswi menganggap menghabiskan waktu plus senda gurau adalah teater.

Lebih sial lagi, guru yang menyibukkan siswa-siswi dengan tugas-tugas teori nan ajaib. Siswa-siswi diberi tugas menghafal nama-nama kelompok teater, profil tokoh teater, sejarah teater, hingga menghafalkan secara redaksional definisi-definisi dari genre teater seperti realisme, surealisme, absurdisme dan sejenisnya. Tanpa pernah diajak melihat atau mengalami teater.

Materi Drama dalam Pelajaran Bahasa

Selain Pelajaran Seni Budaya, sebetulnya ada pelajaran lain yang memungkinkan siswa belajar teater, yakni pelajaran bahasa. Entah itu Bahasa Indonesia, Bahasa Lokal (seperti Sunda, Jawa, dsb.) atau Bahasa Asing (seperti Inggris, Mandarin, Korea, Thailand, dsb.). 

Tetapi sebetulnya penekanannya akan berbeda. Dalam pelajaran bahasa, teater yang dipelajari lebih spesifik disebut sebagai drama. Di mana pertunjukannya berbasis teks sastra drama. Jadi, kurang lebih, konten utama pelajarannya adalah mentransformasi bahasa tulis menjadi bahasa lisan. Penekanannya ada pada bahasa lisan: dialek, pronunciation, dan sejenisnya.

Tetapi, jangan senang dulu. Ini hanya kemungkinan. Karena banyak juga guru bahasa yang tidak memilih jalan pertunjukan untuk mempelajari materi drama. Mereka lebih memilih jalan teori. 

Mempelajari dramaturgi seperti menghafal definisi plot, kedudukan tokoh (antagonis, protagonis, dsb.), struktur dramatik (exposition, rising action, dst.) dan lain-lain. Ini pilihan saja, karena pelajaran bahasa memang lebih menekankan pada bahasa tulis dan bahasa lisan dalam penggunaannya di kehidupan. Bukan bahasa sebagai seni: susastra. Kalaupun ada, itu hanya sebagian kecil yang kadang tidak dipilih untuk dipelajari.

Sedangkan teater memiliki dimensi yang berbeda. Dimensi teater adalah seni pertunjukan (performing arts). Di mana, penekanannya ada pada laku-aksi di atas panggung pertunjukan. Bahkan, lebih jauh dari itu, meliputi komponen audio, visual & kinestetik yang ada di atas panggung. Pertunjukan drama juga perlu memperhatikan komponen-komponen tersebut. 

Namun, bedanya adalah, drama didasari oleh bahasa tulis, sedangkan teater tidak. Sangat mungkin sebuah pertunjukan teater tanpa didasari bahasa tulis, bahkan tanpa menggunakan bahasa lisan. Misalnya pertunjukan pantomim. Media ungkap aktor pantomim adalah tubuhnya dan tidak menggunakan bahasa lisan sama sekali.

Jadi, pertunjukan drama adalah teater. Tapi, teater tidak hanya pertunjukan drama. Pertunjukan drama harus menggunakan teks tertulis (sastra drama) sebagai basis pertunjukan, sedangkan teater tidak harus menggunakan teks tertulis (sastra drama) sebagai basis pertunjukan. Pertunjukan drama adalah salah satu bentuk teater. Oleh karena perbedaan tersebut, penekanan dalam proses belajar juga akan berbeda.

Buat Apa Belajar Teater?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun