Mohon tunggu...
Muhamad Habib Koesnady
Muhamad Habib Koesnady Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Teater

Mempelajari Seni

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Covid-01 [Sebuah Cerpen]

23 April 2020   23:48 Diperbarui: 24 April 2020   00:05 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.bibliotecapleyades.net/imagenes_sociopol3/uk04_01.jpg 

Si Dongkal, remaja 19 tahun diseret dan dilemparkan ke dalam rumahnya sendiri oleh beberapa orang. Mereka tinggi besar nan buncit. Menggunakan pakaian yang sama: seragam PDL bergambarkan peti mati & keranda mayat; di punggungnya bertuliskan “#dirumahajagoblok!”. 

Mereka membawa pentungan, rotan dan senjata perangkap manusia—jaring besar. Jaring ini keluar dari sebuah senjata persis seperti gas air mata milik polisi, bedanya hanya, yang keluar dari senjata ini adalah jaring besar yang dapat mengurung manusia. 

Jadi, jika ada orang kabur dari rumah, pasukan ini hanya perlu mengarahkan senjatanya kepada orang tersebut, dan buuzzzhhhh, orang itu akan masuk ke dalam perangkap dan tak bisa lari lagi. Setelah itu biasanya pasukan ini memukuli orang dalam perangkap supaya mereka kapok dan tidak kabur lagi dari rumah. Warga menyebut mereka sebagai pasukan Covid-20.

Di rumah petak yang hanya berukuran 4x4 meter, Emak Dongkal menangis sambil mengompres lebam pada wajah Dongkal dengan air hangat.

“Udah Kal, lagi jaman Korona gini, lu enggak usah macem-macem. Enggak usah keluar-keluar rumah dulu. Enggak kena Covid-19, lu kan jadi kena Covid-20 kayak gini! Udah dengerin aja omongan emak! Tahan aja dulu! Tahan!”

“Udah hampir setahun mak, kita di rumah aja. Badan emak sama bapak udah kurus banget. Ongkal cuma mau ke komplek sebelah, cuma mau minta bantuan makan mak. Biasanya juga kan warga komplek sebelah juga baek kok sama warga sebelah komplek kayak kita mak. Makanan dari Covid-20 enggak cukup mak buat kita hidup bertiga. 

Denger-denger di komplek sebelah kagak ada Covid-20 mak. Karena warganya enggak ada yang keluar rumah. Jadi kalau Ongkal bisa lewatin sampe batas pos, Ongkal bisa lolos dari Covid-20 mak. Lagian, berapa bulan terakhir, rumah ini ngeluarin bau bangke mak! Makin lama makin bau! Busuk ni rumah!”

Bapak Dongkal menyahut, suaranya dari dalam kamar mandi,

“Kalau lu bisa sampe komplek sebelah, lu enggak bakal bisa balik ke sini lagi. Pas mau balik, lu pasti ditangkep, dibawa ke rumah sakit, dipenjara lu di rumah sakit. Mau? Entar warga sini tau, entar rumah kita dilemparin api, dibakar sama warga sini gara-gara pada tau, lu kena Korona. Lu enggak inget apa, si Dading, temen kecil lu, dua minggu kemaren rumahnya dilemparin api sama warga, dibakar. 

Ya emang termasuk bapak juga ikut lempar api. Itu gara-gara kita tau, si Dading kena Korona. Kita enggak mau di daerah sini ada yang kena. Pasti gampang nularnya! Akhirnya sekarang noh lihat bapak-emaknya tinggal di dalem tenda yang dikasih sama Covid-20. Malem kedinginan. Ujan kebasahan. Lu mau emak-bapak kayak gitu? Mikir! Udahlah lu jangan macem-macem. Ikutin aja apa kata Covid-20.”

“Iya Pak… Uhuk-uhuk! Uhuk! Uuuhukkk!!” Dongkal Batuk. Bapak keluar dari kamar mandi dan menyumpal mulut Dongkal dengan handuk.

“Anak brengsek! Kenapa lu bisa sampe batuk-batuk? Tahan! Berisik! Eeehh, kok malah tambah… eh! Diem! Gua bilang diem! Jangan sampai tetangga denger! Diem!

“Lu tahan dulu nih anak lu sebentar.” Bapak kepada Emak. Lalu, Bapak melihat ke sela-sela pintu.

“Mau ke mana pak?” kata Emak.

Bapak menunjukan satu jari telunjuk di depan bibir pertanda “sssttt”, supaya Emak jangan berisik. Bapak lari keluar sekuat tenaga menuju kios bututnya di pinggir jalan yang sudah ditinggalkannya hampir satu tahun. Ternyata bapak mencari obat batuk buat Dongkal. Ia membongkar boks obat-obatan warung yang ia jual. 

Terdengar suara derap kaki mendekat dari kejauhan. Suara yang semakin cepat dan mendekat. Bapak buru-buru mencari obat itu, memasukannya ke dalam kantong, dan lari kembali sekuat tenaga ke rumahnya. Di belakangnya beberapa anggota Covid-20 mengejarnya dengan sangat cepat. 

Satu orang yang membawa senjata perangkap manusia berhenti. Mengarahkan senjata itu kepada bapak yang sedang berlari sangat kencang, dan… buuzzzhhhh… bapak tidak kena. Bapak keburu meloncat menerobos masuk ke dalam rumahnya sendiri dan menutup kembali pintu rumahnya menggunakan kaki. Perangkap tersebut membungkus motor butut bapak yang sudah hampir setahun diparkir di depan rumah. Covid-20 hanya mondar-mandir di depan pintu, lalu pergi. Terdengar dari derap langkah kakinya. 

Sambil berbaring habis jatuh dan kakinya menahan pintu, bapak mengatur napas, khawatir asmanya kambuh. Ia merogoh kantongnya, memberikan obat tersebut kepada Emak, dan tidur dalam posisi yang tidak berubah.

*

https://www.bibliotecapleyades.net/imagenes_sociopol3/uk04_01.jpg 
https://www.bibliotecapleyades.net/imagenes_sociopol3/uk04_01.jpg 

Sore hari, Dongkal sedang duduk di sudut tembok, di dalam rumahnya. Ia membuat goresan di tembok sebagai penanda waktu, sudah berapa lama ia tidak [boleh] keluar dari ruangan 4x4 meter ini. Tiba-tiba Televisi Nasional milik Negara melakukan siaran. Dalam status Darurat Sipil seperti ini, siaran mengenai apapun yang berkaitan dengan Korona hanya boleh dilakukan oleh Televisi Nasional milik Negara. Selain itu akan diblokir, begitupun dengan pemberitaan di internet. 

Dongkal memperhatikan. Diumumkan bahwa Pemerintah berhasil menekan angka penularan Covid-19 dengan sangat cemerlang. Permadi Siregar peneliti Social Media Research Center, menyatakan bahwa Pemerintah melakukan tindakan yang sangat jenius dalam menangani pandemi Covid-19, bahkan jauuuuuh lebih baik daripada WHO. Salah satunya, adalah karena pemerintah menyiapkan banyak Rumah Sakit Darurat khusus Covid-19. Di ibu kota, salah satu RS Darurat Covid-19 bertempat di The Ritz-CarlMarx Hotel, Kuningab.

Setiap pasien positif Covid-19 di hotel tersebut berhak atas satu kamar hotel untuk isolasi diri beserta seluruh fasilitas penunjangnya, demi membantu pasien tersebut sembuh dari Covid-19. Fasilitas penunjangnya antara lain adalah makan tiga kali sehari, buah-buahan, laundry, alat olahraga, seperangkat laptop, sinyal internet serta fasilitas konsultasi. Selain konsultasi medis, pemerintah juga menyiapkan konsultan non-medis yang dapat dihubungi oleh pasien Covid-19. Konsultasi non-medis dilakukan oleh beragam profesi seperti psikolog, penasihat ekonomi, hingga motivator. 

Bahkan kabarnya ada anggota dewan yang mendorong pemerintah untuk menyediakan fasilitas kencan online bagi para pasien Covid-19. Usul ini disambut baik oleh Menteri Utama pemerintahan. Semua fasilitas konsultasi yang diberikan oleh pemerintah semata-mata demi kebaikan pasien. 

Diharapkan, setelah mereka sembuh, mereka akan mendapatkan hidup yang lebih baik: mereka akan bahagia karena sudah mendapatkan konsultasi psikologis (dan kelak kencan online); memiliki perencanaan ekonomi yang matang karena sudah melakukan konsultasi ekonomi; serta mendapatkan motivasi yang super.

Mendengar berita tersebut, Dongkal medapatkan ide. Ia berencana akan melangsungkan idenya ketika azan subuh, karena saat itulah Covid-20 lengah. Ia mulai menyiapkan semuanya: mental.

**

https://www.bibliotecapleyades.net/imagenes_sociopol3/uk04_01.jpg 
https://www.bibliotecapleyades.net/imagenes_sociopol3/uk04_01.jpg 

Pukul empat subuh lewat sedikit, ia telah bangun dan menyiapkan semuanya: mental. Setelah azan mulai berkumandang, ia mulai keluar rumah secara perlahan-lahan, sembunyi-sembunyi, tanpa suara. Ia memanjat rumahnya sendiri dan berjalan di atap. Secara tidak sengaja ia menginjak sesuatu yang lembek membuatnya terpeleset dan menimbulkan suara. 

Untungnya suara tersebut tidak terlalu besar. Ketika ia lihat kakinya, sial, ternyata itu adalah bangkai kucing liar. Kucing kurus yang dagingnya hampir habis mati membangkai dan menimbulkan bau yang menyengat. Dalam temaram cahaya subuh, ia melihat ratusan kucing liar mati di atap-atap rumah. Emak-bapaknya yang terbangun karena suara tersebut, langsung kaget melihat Dongkal tak ada di rumah. Lalu mereka melihat ada kertas bertuliskan:

“emak bapa jangan sampe ada yang tau ongkal gak ada di rumah

“anggep aja ongkal ada di rumah sama emak bapa sekarang

“sekarang ongkal mau ke cari makan enak dulu nanti emak-bapak dibawain”

Seketika, asma bapak kambuh!

“Komplek sebelah Pak!” kata Emak.

Dongkal melanjutkan perjalanannya dengan sangat berhati-hati supaya tidak menginjak bangkai kucing liar yang berserakan. Hingga akhirnya ia berhasil sampai pada rumah paling ujung sebelah jalan raya, di sebelah Pos Covid-20. Tepat di atas pos, ia mengamati kondisi pos serta mencari para Covid-20. Ia melihat ada seorang anggota Covid-20 sedang menari-nari di depan kamera HP diiringi musik yang cukup keras. Rasanya anggota Covid-20 tersebut sedang membuat video Tik-Tok. Di samping pos, ada sebuah motor trail. Dongkal melihat kuncinya tergantung di dekat pintu.

Ia memutar otak, bagaimana caranya agar ia dapat mengambil kunci tersebut dan membawa kabur motor tersebut. Ia tidak boleh ketauan, kalau ketauan habislah dia. Ia memperhatikan si anggota tersebut berkali-kali mengulang pembuatan videonya. Rasanya Si Covid belum mahir. Dongkal memerhatikan gerakannya dengan detil dan menemukan satu celah! Pada bagian awal, ada waktu beberapa detik di mana Si Covid membelakangi kamera sebelum ia meloncat manja berbalik melihat kamera seraya tersenyum menjijikan.

 Saat itulah Dongkal turun, masuk ke dalam pos & mengambil kunci motor trail. Ia sadar ia harus cepat, karena meskipun menurut dugaannya suara motornya tidak akan terdengar akibat musiknya begitu keras, namun ia pasti ketahuan oleh si Covid. Karena kamera HP-nya Si Covid pasti merekam aksi Dongkal. Saat itulah Si Covid pasti akan mengejar Dongkal.

Saatnya tiba. Si Covid membelakangi kamera, Dongkal turun, masuk, ambil kunci, langsung keluar. Ia menyalakan motor, dan lansung pergi! Ia berhasil mendapatkan motor Covid-20! Tapi, Beberapa menit kemudian, Si Covid cum aktor Tik-Tok terlihat mengejar Dongkal di belakang. Ia bersama teman-temannya berboncengan. 

Si Covid cum aktor Tik-Tok itu dibonceng dan membawa senjata perangkap manusia. Ia mengarahkan senjata tersebut ke arah Dongkal. Namun, Dongkal yang sadar akan hal itu berkelat-kelit. Ia membawa motor dengan gaya menggocak-gocek, supaya Si Covid bingung dengan arah tembakannya. Beberapa kali akhirnya tembakan Si Covid meleset.

Tibalah mereka di tempat tujuan Dongkal: RS Darurat The Ritz-CarlMarx Hotel, Kuningab. Hari masih terlalu pagi. Para Covid-20 penjaga hotel tersebut belum betul-betul siaga. Menggunakan motor trail, Dongkal menerobos masuk ke dalam lobi, hingga berhenti di depan ruang perawatan intensif. Para Covid-20 yang mengejarnya tidak berani masuk karena mereka tidak menggunakan APD lengkap. Dari kejauhan mereka mencoba menembak Dongkal dengan senjata perangkap manusia; mencoba menyelamatkan Dongkal dari risiko terkena virus Covid-19! Namun, tembakannya lagi-lagi meleset. Dongkal berhasil menghindar. Tembakan tersebut hanya berhasil membungkus motor trail milik Covid-20.

Ruang perawatan intensif Covid-19 ini adalah ruang paling berbahaya karena sangat rentan terhadap penularan virus tersebut. Semua pasien Covid-19 dengan gejala yang tinggi, dirawat di ruang ini. Mereka batuk-batuk dan bersin-bersin dengan keras. Sangat berisiko menularkan virus Covid-19. Tentu saja semua perawat & dokter di ruangan ini menggunakan APD lengkap.

Dongkal membuka pintu dan akhirnya ia masuk ke dalam ruangan itu. Semua orang di dalam ruangan itu terdiam melihat Dongkal. Ia memejamkan matanya seraya menghirup udara di ruangan yang penuh virus tersebut. Bibirnya tersenyum. Wajahnya menunjukan raut bahagia. Ia seperti terbang melayang menikmati setiap tarikan napasnya.

***

https://www.bibliotecapleyades.net/imagenes_sociopol3/uk04_01.jpg 
https://www.bibliotecapleyades.net/imagenes_sociopol3/uk04_01.jpg 

“Saya udah masuk ke ruangan yang ada virusnya tadi! Saya udah hirup semua virusnya tadi! Tadi saya juga udah dites! Oke hasil tesnya belom keluar. Tapi saya yakin saya udah kena Korona! Enggak usah lama-lama lagi, saya minta kamar hotel buat saya tinggal!"

Seorang perawat mencoba menjelaskan sesuatu tetapi langsung dibantah,

“alah, enggak usah banyak omong! Udah anter aja ke kamar! Kalau enggak, kalian mau saya tularin?” Dongkal mengancam akan menarik masker dan merusak APD perawat. Namun tiba-tiba, ia merasa sesak.

“Saya sesak! Saya kena Korona! Yeah!!! Saya kena Korona!!! Makan enak tiga kali sehari; buah-buahan; laptop; internet gratis… Yeah! Korona!” Dongkal berteriak-teriak bahagia sambil meninju-ninjukan tangannya ke langit. Sambil memegang dadanya, ia duduk di kursi roda yang ada di dekatnya. Menggunakan tangannya, ia memberi kode kepada perawat supaya mendorongnya menuju kamar. Perawatpun akhirnya menuruti kemauan Dongkal. 

Ia didorong menuju kamar yang diimpikan sehari terakhir ini. Wajah Dongkal menunjukan kebahagiaan. Ia didorong melewati koridor panjang yang mewah dan wangi, memasuki lift dan naik ke lantai atas. Sambil menunggu tiba, ia menyanyikan lagu wajib nasional yang sering diputar-ulang di televisi dan radio. Televisi & radio biasanya memutarkan lagu tersebut dengan impresi yang menyedihkan. Tapi Dongkal menyanyikannya dengan riang gembira!

Tiba-tiba, di tengah perjalanan, ia melihat seorang laki-laki berlari mendekat dan tiba-tiba mencium bibirnya, menghirup udara yang keluar dari mulut Dongkal. Seketika ia kaget dan mendorong lelaki tersebut. Ternyata lelaki tersebut adalah Dading, temannya yang lebih dulu kena Korona. Dongkal kaget bukan main.

“Kal, lu kena juga?”

Dongkal hanya mengangguk.

“Yeah! Gua kena Korona lagi! Suster! Gue kena Korona lagi! Gue belom boleh pulang!” Sambil pergi menjauh, Dading tersenyum dan mengacungkan jempol ke arah Dongkal. Dading lari menjauh dan masuk ke dalam sebuah kamar hotel di sudut koridor.  Dongkal tersenyum dan merasa keputusannya tepat, meskipun napasnya semakin sesak.

Tiba di kamar, ia senang bukan kepalang! Ia menghirup udara yang wangi; melihat semua fasilitas mewah yang sebentar lagi bisa ia nikmati sepuasnya, meskipun napasnya tambah sulit. Ia didorong masuk. Ia hanya bisa tersenyum bahagia; sudah tidak sanggup lagi bernyanyi. Ia mencoba bangkit dari kursi roda, namun tak sanggup. Ia memegang erat dadanya yang sakit sekali. Napasnya sangat sulit dan jantungnya berdebar-debar. 

Setelah terjatuh kembali di kursi roda, ia mencoba bangkit lagi. Dengan tangan yang lain, ia coba memegang seorang perawat sebagai tumpuan, perawat membantu, hingga akhirnya, ia berhasil bangkit dan menjatuhkan tubuhnya di atas kasur besar nan empuk. Ia telah tiba. Meski sulit, ia mencoba menarik napasnya menikmati perbaringannya yang pertama di tempat yang sungguh nikmat baginya. Ia telah tiba. Ia memegang dadanya dengan kedua tangan; dengan sangat erat. Ia telah tiba. Ia mencoba dengan keras menarik napasnya, dan berhasil. Ia berhasil menarik & mengembuskan napasnya yang terakhir. Ia telah tiba.

SELESAI

Jakarta, 23 April 2020
AbbieKoes

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun