Mohon tunggu...
Muhamad Habib Koesnady
Muhamad Habib Koesnady Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Teater

Mempelajari Seni

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Covid-01 [Sebuah Cerpen]

23 April 2020   23:48 Diperbarui: 24 April 2020   00:05 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Iya Pak… Uhuk-uhuk! Uhuk! Uuuhukkk!!” Dongkal Batuk. Bapak keluar dari kamar mandi dan menyumpal mulut Dongkal dengan handuk.

“Anak brengsek! Kenapa lu bisa sampe batuk-batuk? Tahan! Berisik! Eeehh, kok malah tambah… eh! Diem! Gua bilang diem! Jangan sampai tetangga denger! Diem!

“Lu tahan dulu nih anak lu sebentar.” Bapak kepada Emak. Lalu, Bapak melihat ke sela-sela pintu.

“Mau ke mana pak?” kata Emak.

Bapak menunjukan satu jari telunjuk di depan bibir pertanda “sssttt”, supaya Emak jangan berisik. Bapak lari keluar sekuat tenaga menuju kios bututnya di pinggir jalan yang sudah ditinggalkannya hampir satu tahun. Ternyata bapak mencari obat batuk buat Dongkal. Ia membongkar boks obat-obatan warung yang ia jual. 

Terdengar suara derap kaki mendekat dari kejauhan. Suara yang semakin cepat dan mendekat. Bapak buru-buru mencari obat itu, memasukannya ke dalam kantong, dan lari kembali sekuat tenaga ke rumahnya. Di belakangnya beberapa anggota Covid-20 mengejarnya dengan sangat cepat. 

Satu orang yang membawa senjata perangkap manusia berhenti. Mengarahkan senjata itu kepada bapak yang sedang berlari sangat kencang, dan… buuzzzhhhh… bapak tidak kena. Bapak keburu meloncat menerobos masuk ke dalam rumahnya sendiri dan menutup kembali pintu rumahnya menggunakan kaki. Perangkap tersebut membungkus motor butut bapak yang sudah hampir setahun diparkir di depan rumah. Covid-20 hanya mondar-mandir di depan pintu, lalu pergi. Terdengar dari derap langkah kakinya. 

Sambil berbaring habis jatuh dan kakinya menahan pintu, bapak mengatur napas, khawatir asmanya kambuh. Ia merogoh kantongnya, memberikan obat tersebut kepada Emak, dan tidur dalam posisi yang tidak berubah.

*

https://www.bibliotecapleyades.net/imagenes_sociopol3/uk04_01.jpg 
https://www.bibliotecapleyades.net/imagenes_sociopol3/uk04_01.jpg 

Sore hari, Dongkal sedang duduk di sudut tembok, di dalam rumahnya. Ia membuat goresan di tembok sebagai penanda waktu, sudah berapa lama ia tidak [boleh] keluar dari ruangan 4x4 meter ini. Tiba-tiba Televisi Nasional milik Negara melakukan siaran. Dalam status Darurat Sipil seperti ini, siaran mengenai apapun yang berkaitan dengan Korona hanya boleh dilakukan oleh Televisi Nasional milik Negara. Selain itu akan diblokir, begitupun dengan pemberitaan di internet. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun