Mohon tunggu...
Ketut Syahruwardi Abbas
Ketut Syahruwardi Abbas Mohon Tunggu... -

hanya orang biasa yang kebetulan suka "ngelamun" dan suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Yasser Arafat

23 November 2012   00:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:49 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

DALAM sebuah kunjungan ke Washington DC, beberapa tahun lalu, Perdana Menteri Israel (ketika itu) Ariel Sharon berkata kepada George Walker Bush, “Saya akan membantu Tuhan untuk melenyapkannya.” Yang dimaksud Ariel Sharon adalah melenyapkan pemimpin Palestina, Yasser Arafat. Tak lama sesudah itu, Arafat sakit dan meninggal dunia. Belakangan diketahui, kematian Arafat sangat mungkin disebabkan oleh racun yang sangat mematikan.

JAUH sebelum kematiannya, Arafat telah menderita lahir-batin karena hidupnya terkungkung di Ramallah, tempat ia “dipenjara” oleh pasukan Israel. Dari kota kecil itu Arafat hanya bisa mendengar cerita tentang anak-anak Palestina yang dibasmi oleh bom-bom Israel.

DI Palestina, darah tak akan pernah berhenti mengucur sepanjang tak ada penyelesaian adil atas tanah yang dirampas, atas kemerdekaan yang dikangkangi. Arafat memang telah meninggal, tetapi semangat perlawanannya tak mungkin padam. “Kakek kami mati oleh peluru Israel. Ayah kami meninggal oleh bom Israel. Kami pun mungkin akan mati dalam pertempuran. Sama seperti bangsa mana pun di muka bumi, kami tetap akan berjuang merebut kembali tanah dan kemerdekaan kami,” tulis seorang remaja Palestina. “Kalau mereka (orang-orang Yahudi) mendapatkan perlakuan tidak adil di Eropa, kenapa mereka membalas ketidakadilan itu dengan membunuh kami?” tulis remaja lainnya.

PALESTINA, negeri tempat lahirnya para nabi, sangat ironis, tidak pernah lepas dari cerita pertikaian. Bangsa Yahudi, sesungguhnya, diberkahi Tuhan dengan nabi-nabi utama yang menyebarkan ajaran kemanusiaan, cinta-kasih, dan persaudaraan. Tapi, tabiat sebagian besar pemeluk agama selalu sama: tidak toleran terhadap pemeluk agama lain, menganggap hanya kepercayaannyalah yang paling benar, dan orang lain dianggap “sesat” sebelum bergabung dengan kepercayaannya itu. Sialnya, banyak pula yang beranggapan bahwa “si tersesat” tadi layak dibunuh. Tak ada dosa membunuh mereka, baik dengan bom maupun bayonet.

KEKEJAMAN Israel di Gaza membangkitkan kembali ingatan kita pada pertempuran antara Mesir dan Israel untuk memperebutkan Dataran Tinggi Golan dan Jalur Gaza. Ketika itu, Israel yang masih lemah hampir kalah. Tapi, kemudian, Amerika Serikat membangun jembatan udara, membantu Israel, dan memukul mundur prajurit Mesir. Keterlibatan AS membuat Bangsa Arab sangat sakit hati. Mereka pun melakukan embargo minyak. AS kelabakan dan menyusun politik perminyakan yang sangat menekan bangsa-bangsa di kawasan Timur Tengah. Politik minyak itulah yang melahirkan diktator-diktator sokongan AS di kawasan itu. Politik minyak itu pulalah membuat AS menyerbu Afghanistan dan Irak. Politik itu telah pula menyeret bangsa lain di Eropa dan Asia untuk terlibat dalam kepelikan persoalan Timur Tengah. Akhirnya, persoalan Palestina tidak melulu persoalan pertikaian dua negara —Israel dan Palestina— tetapi meluas menjadi kericuhan dunia.

BAGI kita, kericuhan itu bisa menjadi pelajaran yang sangat nyata: egoisme keberagamaan dan egoisme primordialistik tidak pernah ada gunanya. Ia hanya akan menyengsarakan. Sangat menyengsarakan. Kita, tentu, tidak ingin menjadi Palestina yang tertindas. Tapi kita juga pasti tidak akan hendak jumawa menjadi Israel yang sombong.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun