"Berbagai strategi tersebut selanjutnya ditopang oleh roadmap penguatan pembiayaan yang tercantum dalam MEKSI untuk mencapai target selama kurun waktu 2019-2024," jelas Bambang.
 Sementara itu, Sekretaris Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (BPH DSN MUI), Anwar Abbas, mengungkapkan bahwa sistem ekonomi syariah pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurutnya, Islamic Economic System merupakan alternatif yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya inklusif, namun juga berkelanjutan.Â
"Dunia butuh alternatif (sistem ekonomi). Islam tampil dengan Islamic Economic System, dengan Professional Banking System, dengan Insurance Banking Assistance-nya. Dengan begitu, kita sebagai muslim dan bangsa Indonesia bisa tampil dengan Ekonomi Pancasilanya," jelasnya.
Industri keuangan syariah Di sisi lain, Yani Farida Aryani, Kepala Bidang Kebijakan Pengembangan Industri Keuangan Syariah Badan Kebijakan Fiskal, menjelaskan bahwa keuangan syariah merupakan bagian tak terpisahkan dari ekonomi syariah. Pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia sendiri terdiri dari perbankan syariah, asuransi syariah, pembiayaan syariah, reksadana syariah, Sukuk Negara dan saham syariah. Selain itu, masih ada pula sektor keuangan sosial islam (Islamic social finance) seperti Zakat dan Wakaf.Â
"Zakat dan wakaf yang notabene masuk ke dalam kelompok dana sosial keagamaan itu masuk ke dalam industri keuangan syariah. Seperti Dana Haji juga kan sebetulnya masih ada di dalam ekosistem keuangan syariah," jelas Yani.Â
Lebih lanjut, Yani mengungkapkan bahwa industri keuangan syariah saat ini masih didominasi oleh perbankan syariah dengan total ase per Januari 2019 mencapai Rp479,17 triliun atau sekitar 5,95 persen dari Rp 8.049 triliun total perbankan nasional.Â
Sedangkan untuk industri keuangan nonbank syariah (IKNB) periode yang sama, asetnya tercatat Rp101,197 triliun dengan pangsa pasar sebesar 5,81 persen dari total aset IKNB nasional yang mencapai Rp1.741 triliun.Â
Dari sisi pembiayaan syariah, Sukuk Negara atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sendiri menyumbang 18 persen dari total obligasi negara yang telah diterbitkan sebesar Rp682 triliun per Maret 2019 lalu.Â
Senada dengan Yani, Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal, Lokot Zein Nasution, memaparkan bahwa perkembangan instrumen keuangan syariah paling pesat dialami oleh Sukuk Negara. Sementara itu, instrumen keuangan syariah yang lain tidak mengalami perubahan signifikan. Bahkan, komposisi dari perbankan syariah terus mengalami penurunan, meski penurunannya tidak menunjukkan gejala yang konsisten, sehingga sifatnya lebih reaktif terhadap kondisi ekonomi global.Â
"Dari total aset keuangan syariah, dominasi paling besar dimiliki oleh perbankan syariah, kedua adalah sukuk negara, ketiga adalah pembiayaan syariah, keempat adalah asuransi syariah, kelima adalah IKNB syariah, keenam adalah reksadana syariah, dan terakhir adalah sukuk korporasi," ujarnya.Â
Peran APBN Kementerian Keuangan sendiri memiliki peran mendorong keuangan syariah melalui instrumen APBN. Yang pertama adalah dari sisi penerimaan negara.Â