Mohon tunggu...
Abdul Aziz
Abdul Aziz Mohon Tunggu... Jurnalis - Policy Communicator

ASN pada Kementerian Keuangan. Memiliki latar belakang Ekonomi dan bekerja untuk menyampaikan kebijakan publik yang searah dengan mimpi bersama Bangsa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Memperbaiki Jejak Rasio Pajak

1 Maret 2019   14:09 Diperbarui: 1 Maret 2019   16:27 1643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak / Foto: Aziz

Di sisi lain, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal, Hidayat Amir, mengungkapkan yang lebih penting adalah bagaimana penerimaan negara baik dari pajak maupun non pajak dapat digunakan sebaik mungkin untuk sebesar-besar kemanfaatan bagi pembangunan sesuai dengan konsep value for money. 

Selanjutnya adalah upaya menaikkan tax ratio merupakan keniscayaan mengingat tingkat kepatuhan pembayaran pajak yang masih relatif rendah, sehingga reformasi perpajakan merupakan agenda penting dalam reformasi fiskal. 

"Namun harus dilakukan secara terukur dan bertahap. Karena jika dilakukan secara terburu-buru dapat mengakibatkan overburden dalam perekonomian yang berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi," jelasnya. 

Perbandingan rasio pajak dengan negara-negara lain / Grafik: Media Keuangan
Perbandingan rasio pajak dengan negara-negara lain / Grafik: Media Keuangan
Amir menambahkan bahwa data dari World Bank, IMF, dan OECD menunjukkan bahwa tax ratio negara maju seperti Inggris sebesar 30,6 persen, Jerman 37,0 persen, dan negara Skandinavia memiliki tax ratio di atas 40 persen. Untuk beberapa negara di wilayah Asia Tenggara tax ratio-nya berkisar 15 persen, seperti Thailand 16,5 persen, Malaysia 14,4 persen, Filipina 13,67 persen, Singapura 14,29 persen, dan Kamboja 15,3 persen. Lebih lanjut, data World Bank tahun 2016 menyebutkan rata-rata tax ratio dunia sebesar 15,06 persen. Jika dilihat dengan angka-angka ini tentu angka tax ratio Indonesia tergolong rendah. 

"Namun perlu dicatat, bahwa Indonesia sejak 2018 telah menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan yang menyatakan bahwa tax revenue forgone 2017 sekitar 1,14 persen dari PDB. Jika ini diperhitungkan maka tax ratio Indonesia sudah mendekati angka 12,6 persen. Perlu kembali diingat bahwa setiap negara memiliki karakter sistem perpajakan yang berbeda," ungkapnya. 

Menambahkan hal tersebut, ekonom INDEF, Bhima Yudistira, mengatakan dibandingkan negara berkembang khususnya di wilayah Asia tenggara kondisi tax ratio Indonesia memang terbilang rendah. Pelajaran penting dari negara yang memiliki rasio pajak tinggi adalah konsistensi reformasi perpajakan, khususnya berkaitan dengan perluasan basis pajak, serta digitalisasi sistem perpajakan dan mendorong jumlah fiskus agar proporsional dengan perkembangan jumlah wajib pajak baru. 

Amnesti pajak

Terkait amnesti pajak dalam reformasi perpajakan, Staf Ahli Kepatuhan Perpajakan, Suryo mengungkapkan dari sudut pandang perbaikan basis data, kebijakan amnesti pajak memberikan tambahan basis pajak baik orang pribadi maupun badan, serta adanya tindak lanjut kebijakan berupa monitoring, pengawasan dan penegakan hukum. 

Lebih lanjut, kebijakan tersebut diperkirakan juga akan berdampak positif terhadap proyeksi peningkatan pendapatan PPh nonmigas dalam APBN 2019. Dari sudut pandang penerimaan pajak, program tax amnesty berhasil menghimpun penerimaan pajak dengan total penerimaan yang cukup signifikan. Total penerimaan dari amnesti pajak berjumlah Rp134,9 triliun yang terdiri dari penerimaan uang tebusan dan penghentian bukti permulaan sebesar Rp115,96 triliun, serta pelunasan tunggakan pajak Rp18,96 triliun. 

Di sisi lain, kebijakan amnesti pajak juga secara simultan dapat meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak serta membentuk budaya taat pajak yang lebih baik. Kebijakan lanjutan dari amnesti pajak, Automatic Exchange of Information (AEoI), atau yang sering disebut program pertukaran informasi data perpajakan, juga memiliki dampak reformasi. 

Dengan AEoI, pemerintah memiliki langkah strategis untuk memperbaiki sistem pengelolaan informasi keuangan di Indonesia. AEoI juga menjadi sebuah instrumen kebijakan untuk mengurangi potensi terjadinya penyelewengan pada sektor penerimaan negara atau penghindaran pajak. Dalam konteks pemetaan Wajib Pajak, AEoI dapat berfungsi sebagai alat dalam pemetaan profil risiko Wajib Pajak, serta sebagai indikator dan sarana untuk mewujudkan kepatuhan material Wajib Pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun