Pria yang lahir di Surabaya pada 3 April 1939 itu juga terkenal ulet dan tangguh dalam bekerja. Di masa kepemimpinannya, Mar'ie Muhammad mulai melakukan upaya bersih-bersih di lingkungan DJP. Berkat upaya bersih-bersih itulah, ia berhasil mengumpulkan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp19,7 triliun. Padahal, targetnya hanya Rp9,1 triliun atau tercapai lebih dari 200 persen. Atas keberhasilan itu pula, Mar'ie Muhammad kemudian diangkat Soeharto sebagai Menteri Keuangan yang dijabat selama satu periode, yakni 1993-1998.Â
Aktivis dan birokrat yang bersih
Di sudut lain, sosok mantan menteri bersejarah dan the best finance minister tahun 1989, Johannes Baptista Sumarlin, turut memberikan pengalamannya bersama Mar'ie. Meski menjadi Menkeu pendahulu Mar'ie, ia ternyata juga merupakan dosen Mar'ie ketika menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Mar'ie sempat dilaporkan sebagai aktivis mahasiswa Islam garis keras karena aktif di HMI. Hal itu terdengar sampai ke istana dan sempat menjadi halangan untuk naik jabatan. Namun, karena kejujuran dan kerja keras yang telah ditunjukkan Mar'ie selama menjadi mahasiswa dan pegawai Departemen Keuangan, Sumarlin yang saat itu menjabat Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (MenPAN) turut membantu menjelaskan kepada istana bahwa Mar'ie tidak seperti yang dibayangkan.
"Jadi, saya jelaskan kepada Presiden (bahwa) Mar'ie sosok biasa dan baik, seperti Bintoro. Saya beritahu juga pak Ali Wardhana. Akhirnya Mar'ie Muhammad bisa diangkat menjadi eselon II, yaitu Kepala Dirut atau Direktur," cerita Sumarlin.
Mengiyakan sikap Mar'ie sebagai birokrat profesional, Erry Riyana Hardjapamekas sebagai rekan di Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) turut mengemukakan pengalaman pribadinya. Ia menilai Kemenkeu menjadi salah satu Kementerian yang berhasil mereformasi diri. DJP saat ini dikenal masyarakat semakin menunjukkan dirinya sebagai organisasi yang makin baik tata kelola dan makin baik pelayanannya.
"Ada sebuah cerita, dialog, ketika kami ngobrol 'kenapa Pak Mar'ie masuk birokrat, dan apa yang Bapak lakukan melihat ketidakberesan yang ada?' Kemudian Pak Mar'ie memberikan ilustrasi: 'Kalau anda melihat mobil mogok, ada tiga tindakan yang anda lakukan: anda diam, anda membantu, atau anda lapor kepada orang lain bahwa ada mobil mogok. Saya melakukan saya ingin membantu mobil mogok itu untuk jalan. Konsekuensinya tangan anda akan kotor karena debu dan oli. Tidak masalah, yang penting kotoran debu dan oli itu tidak anda bawa ke rumah', itulah yang dikatakan," pungkas Erry.
Cerita si tukang ketik dan kacamata tebal
Di sisi lain, Mar'ie terkenal sebagai sosok pendidik bagi staf yang berada di bawahnya. Pernah suatu ketika di Kantor Pusat DJP, Mar'ie tiba-tiba berdiri di belakang pejabat eselon tiga. Ia meminta tolong pejabat tersebut untuk mengetikkan nota dinas atau surat terkait draf kebijakan yang ditujukan kepada atasan Mar'ie atau pejabat yang lebih tinggi.
"Buat saya ia menjadi pendidik karena mendidik saya yang dari tidak mengerti kemudian jadi mengerti. Sepengetahuan saya beliau itu terbuka. Open minded. Saya tahu persis karena saya kadang-kadang jadi tukang ngetiknya," cerita Nuryadi Mulyodiwarno yang saat itu merupakan eselon 3 di Direktorat Peraturan Perpajakan DJP.
Mar'ie juga merupakan tipe pekerja keras. Pernah Nuryadi pulang selesai rapat pukul 11 malam. Tak lama kemudian ia sudah ditelpon lagi jam tiga untuk menyiapkan bahan-bahan kebijakan. Tak tanggung-tanggung, pagi harinya pun ia sering diminta agar bahan sudah harus tersedia di meja. Pernah suatu ketika ia harus melompati pagar dan satpam pada pukul lima pagi karena ia harus segera masuk ke dalam kantor demi menyelesaikan tugas.