Mohon tunggu...
Abas Basari
Abas Basari Mohon Tunggu... Guru - Guru Biologi SMA Al Masoem

melakukan apa pun yang bisa, kalau boleh orang lain bahagia

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mangga Gajah, Si Pencuri Perhatian

6 Januari 2024   22:13 Diperbarui: 6 Januari 2024   22:17 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mangga Gajah, memang tubuhnya besar. Dengan besar mu kau curi perhatian aku.

Hai, Kompasianer, adakah yang pernah memiliki mangga jenis ini ? Saya sih kali pertama, jadi surprise for me gitu. Ini kisah saya yang "tergoda" dengan besarnya mangga gajah. Selamat menikmati, sahabat Kompasianer.

Setelah antar Pak Yaya beserta istrinya pulang ke rumahnya, saya diminta memetik empat mangga yang berukuran tidak biasa. Mata yang sedikit terbelalak, mulut yang secara spontan berdecak kagum, dan tangan dengan refleks memegang mangga yang tergantung di ranting pohon mangga. Pemandangan luar biasa. Serasa di perkebunan mana gitu. Mangga gajah telah mencuri perhatian saya.

"Pak Yaya, ini mangga apa. Besar banget !", komentar saya langsung.

"Ini mangga gajah, Pak Abas", katanya lembut dan meyakinkan saya agar percaya.

"Mangga, tapi dibilang gajah, apa maksudnya Pak ?, tanya saya lagi makin penasaran

"Ukuran besar yang luar biasa, seperti tubuh gajah yang besar, jadi disebut mangga gajah", jelasnya semangat.

"Oo, begitu toh", jawab saya tanpa rasa malu sambil memegang mangga yang mau dipetik.

Dua pohon mangga yang sedang berbuah lebat, nampak kerepotan dengan ukuran buah yang sangat besar. Sepertinya menahan beban berat sehingga rantingnya terlihat menjuntai. Kata Pak Yaya, musim buah sekarang tidak sebesar setahun kemarin. Satu mangga bisa punya bobot 1,5 Kg. Wow, gede bingit, ya.

Dengan rasa senang setelah diminta memetik sendiri, tanpa berpikir panjang, saya mencari mangga yang sudah tua. Dirasa cukup memilih dan memilah, terpilihlah empat mangga. Namun apa yang terjadi saat akan dibawa ? Duh, beratnya minta ampun. Kantong plastik tak sanggup dengan beratnya, akhirnya memakai kantong dari kain yang bisa menahan beban.

Sepanjang pulang, di dalam mobil, itu mangga menjadi topik hangat pembicaraan bersama istri. Ini  Si Pencuri perhatian. Kadang kagum, juga memuji, serta kepoin cara menanamnya. Bahkan sampai urusan pupuk menjadi obrolan hangat. Betapa si mangga gajah telah merebut perhatian. Saking besarnya ukuran mangga.

Sampai di rumah pun, tetap menjadi fokus utama. Kembali mencuri perhatian saya dan istri. Getah yang sedikit menetes pertanda mangga belum bisa disantap langsung. Belum mateng, jadi perlu beberapa hari untuk mencapai matang. Menunggu matang bukan perkara gampang buat saya, setiap hari saya mengamati perubahan fisik mangga gajah. Coba bayangkan bagaimana saya menjadi "peneliti" dadakan. Hanya sekedar ingin mendapatkan perubahan warna mangga, dari hijau menjadi kuning.

Ga sabaran juga dengan lidah ini, akhirnya setelah beberapa hari menunggu, dikupas lah mangga gajah. Istri yang mengupas dan memotong secara tipis agar mudah mengunyahnya. Aroma mangga muda begitu kuat keluar, menyerang hidung. Rasa asam yang diduga bakal dominan, justru tidak ada. Yang ada hanya rasa sedikit manis.

Berdua saja, kita makan mangga gajah. Tanpa bantuan bumbu rujak atau sejenisnya, sudah cukup lidah ini menerima apa adanya. Memang mangga yang sangat enak dimakan dalam keadaan belum mateng benar. Bukan rasa manis yang dicari, tapi aroma mangga muda. Alhamdulillah terpenuhi rasa kepoin mangga gajah yang bikin heboh saya dan istri.

Penasaran dengan sisanya, maka diputuskan untuk disimpan sampai muncul warna kuning. Kembali menunggu walau tidak jadi prioritas perhatian. Hari demi hari berlalu, mangga gajah nampak masih ogah berubah warna. Kesabaran kutambah lagi volume dan kadarnya. Kutunggu matang mu ya.

dokumen pribadi
dokumen pribadi

Rasa manis apakah akan muncul ? Itu pertanyaan terbesar dalam pikiran setelah mengamati perubahan warna mangga gajah. Kembali berdua, menikmati mangga. Rupanya bagian ujung mangga yang sedikit runcing, masih berwarna hijau, namun rasa manis sudah jauh lebih banyak sehingga aroma mangga muda sedikit berkurang. Bagian yang dekat dengan tangkai buah, bagian dalam sudah berwarna kuning. Sudah lebih empuk dan rasa manis yang dominan. Secara umum, rasa mangga yang sama dengan mangga lainnya.  

Kalau boleh berkomentar, lebih enak mangga gajah disantap dalam keadaan setengah matang. Aroma khas mangganya dapet, rasa asem mangga pun dapet, sekaligus ada yang bisa digigit oleh gigi. Kalau sudah mateng, daging buah jadi empuk, memang mudah dikunyah karena dagingnya berair jadi lembek. Menurut saya agak kurang menantang untuk disantapnya.

Kelebihan dari mangga gajah adalah daging buah yang banyak. Satu buah mangga gajah bisa untuk berdua atau bertiga. Bijinya sangat tipis dibandingkan dengan mangga lainnya. Bila dibudidayakan, kayaknya perlu kerja sama yang kuat antar elemen pertanian dan perdagangan.

Sisi pertanian ditantang untuk melestarikan sekaligus menjaga keberlangsungan pohon ini. Tantangan lainnya adalah bagaimana mendapatkan daging buah yang empuk, tidak benyek berair banyak. Sudut pandang perdagangannya adalah menyiapkan mangga sesuai keinginan masyarakat luas. Kecukupan suplai mangga mesti jadi prioritas bersama.

Sepertinya kebanggaan akan mangga gajah harus terus digelorakan agar masyarakat penggemar mangga gajah terpuaskan, petani pun makmur, pedagang terbantu, dan diujungnya negara menjadi makmur. Bukan kah begitu, tujuannya !

Sekian dan terima kasih. Semoga bermanfaat ya, Kompasianer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun