Mohon tunggu...
Abas Basari
Abas Basari Mohon Tunggu... Guru - Guru Biologi SMA Al Masoem

melakukan apa pun yang bisa, kalau boleh orang lain bahagia

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menjaga Amanah Sekaligus Piknik, Kok Bisa?

4 Januari 2024   22:54 Diperbarui: 4 Januari 2024   23:01 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjaga Amanah Sekaligus Piknik, kok Bisa?

"Pak Abas, silakan berlibur ya "! Itu isi surat yang saya terima. Ya, surat yang membuat saya termenung sejenak sekaligus merasa diingatkan untuk segera piknik.

Mengisi liburan sepertinya bakal batal karena kondisi badan yang kurang mendukung. Konsentrasi badan dan pikiran memang lebih berat untuk urusan kerjaan kantor. Boleh dibilang berat sebelah gitu. Yang kurang kebagian adalah istirahat atau rehat dalam piknik.

Jadi mendapat kejutan tersebut seolah pertanda kalau orang lain di sekitar kita memperhatikan kebutuhan dasar saya. Mereka lebih peka dari pada saya. Saya sendiri tergolong kurang peka sehingga mendorong kondisi fisik ke hal yang kurang sehat. Gampang sakit. Sedikit-sedikit gampang lelah, dan lain keluhan serta resah dan gelisah.

Untuk beberapa hari setelah mendapatkan tantangan tersebut, tidak serta merta saya kabulkan. Perlu istirahat yang disempurnakan lagi dengan minum obat. Tiga hari secara intensif, sangat tertib dengan aturan minum obat, ikuti saran dokter serta ajakan istri agar lebih peka dengan kondisi tubuh.

Alhamdulillah rintangan pertama sudah saya lalui. Tinggal menjalani tantangan piknik. Kita berdua diskusi secara matang. Menentukan pilihan tempat yang dicari. Menu juga transportasinya. Mobil, motor atau kereta api. Setelah segala hal dipertimbangkan, maka jatuhlah pilihan ke rumah makan ala sunda, di Bandung, sekalian membeli keperluan pernak-pernik kotak bingkisan pernikahan, transportasi umum kereta api, karena semuanya berjarak dekat. Jadi langsung dieksekusi saja. Gaskeun, kalau kata anak muda di Bandung mah.

Sambil membawa barang belanjaan, kita berjalan menuju lokasi rumah makan bergaya sunda. Harum aroma molekul makanan yang terbakar atau digoreng sudah menggiring badan dan pikiran untuk segera berjalan lebih cepat.

Tetiba di depan rumah makan, sedikit tertegun. Pas dengan waktu makan siang, sudah pasti pengunjung pun banyak. Lantai 1 sudah full alias penuh. Menuju lantai 2, menaiki tangga, sampai lah. Wow, rasanya sulit menemukan kursi kosong dan tepat viewnya. Pilihan tinggal kursi yang dekat dengan tempat loading makanan atau minuman. Soal view, jangan tanya indah. Sabar, mas bro, mau makan atau menikmati pemandangan !

Duduk lah kita berhadapan. Simpan barang belanjaan. Siapkan mental juga fisik. Karena mau makan besar nih. Istri dengan sigap membawa dompetnya, menuruni anak tangga menuju meja pemesanan. Sekembalinya, membawa wajah ceria, dengan senyum tipis tapi penuh makna yang dalam.

"Kita tunggu sebentar, makanan dan minuman nanti disodorkan ke sini, meja no. 49", katanya dengan bangga. "Ya, OK, kita tungguin saja", jawab saya pun sama semangatnya. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Pesanan pun tiba. Saking senang, spontan saja tangan yang belum cuci mencolek bumbu. "Itu tangan sudah di cuci belum ?", tanya istri menyelidik.

Sebelum mencuci tangan, disempatkan popotoan dengan makanan yang sudah tersaji. Oh, hampir saja lupa, kita pun mengucapkan "Tantangan sedang kita jalani", ucap saya lirih kepada pemberi tantangan. Semoga pemberi kesempatan berpiknik mendengarnya. Aamiin. Namun langkah kedua pun dipilih juga. Foto dikirimkan via WA kepada yang bersangkutan, sekaligus menyampaikan bahwa tantangan sedang dikerjakan.

Menjaga amanah yang bernilai lebih sekaligus juga piknik. Berlibur ke tempat makan yang sesuai selera. Dua pekerjaan diselesaikan. Betapa indahnya, betapa bahagia, perut kenyang, ibadah pun dapet.

Menu dalam foto yang dikirimkan, direspon dengan baik. "Pak Abas, selamat berlibur, semoga menyehatkan" !, seru pemberi tantangan. "Terima kasih", jawab saya spontan.

Sudah tak sabar dengan sajian, akhirnya makan siang pun tercapai. Dua jenis sambal langsung temani piring. Sayuran mentah khas Sunda seolah tak mau ketinggalan. Sate Maranggi, Sop Iga Kambing, Perkedel dengan keremesnya, dan sebakul kecil nasi. Untuk penetral rasa, maka dua gelas teh panas dengan segenap hati siap membersamai makan siang kita.

Rasanya bagaimana ? Ga usah diragukan lagi, sudah masuk memori tempat makan rekomended lah. Harga ga pernah bohong, begitu kata orang juga. Worth it gitu. Buktinya apa kalau sebagus itu ? Lihat saja kursi yang sangat jarang kosong. Bukankah pertanda baik alias bagus !

Nah, dari pada nanyain terus, kepoin terus itu gak bagus. Mendingan singgah saja ke rumah makan Alam Sunda di Jalan Otto Iskandar Dinata No. 267  Kota Bandung. Buktikan saja cerita orang-orang, biar kita menjadi bagian dari cerita tersebut. Selamat mencoba.

Terima kasih Kompasianer, semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun