Awan Kelabu Buram SesaatÂ
Sore tadi tak seperti biasanya, aku tengok langit di ufuk Timur yang kelabu. Diri mu nampak gelap. Abu-abu mu tutupi sang surya yang akan segera pamit pada dunia. Namun sosok mu yang besar mengalahkan cahya sore yang seharusnya lembayung. Perlahan bumi pun mengarah kelabu, buram tak berarti suram.
Hawa dingin kau taburkan lambat-lambat, sejuk dan nyaman kembali kompak , seia sekata sambut tanda-tanda musim hujan tiba.
Walau belum mau menginjak bumi, sepertinya masih malu-malu, belum kompak sesama besty sehingga masih bergayut di langit. Walau kau bergerombol. Diri mu tidak sendirian, kau ajak kawan-kawan mu, kau ajak kerabat mu, kau ajak siapa pun bergabung dalam awan kelabu. Belum ditakdirkan engkau turun ke bumi.
Walau dirimu semakin berat. Air kau bawa-bawa sesuai titah. Menunggu perintah, tinggal kau lepaskan dan taburkan air mu dengan senang hati.
Wahai awan kelabu, bergayut jangan terlalu lama !. Jika sudah berat, dipikul sendiri saja pun berat, jatuhkan saja. Biarkan engkau menghimpun air kembali di lain waktu. Kita umat manusia sedia terima curahan rahmat.
Cinunuk, 4 Oktober 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H