"Bukan, Pak. Ini mah saya saja mau tampil beda. Makanya pake pendil", jelas dia senang.
"Ooo, begitu", jawab saya dan istri kompak.
Ada bubur pacar cina, bubur sumsum, bubur ketan hitam, candil ubi kuning dan ubi merah, serta bubur kacang.
Terdapat lima pendil gerabah berukuran sedang, dengan beralas daun pisang yang berbentuk lingkaran, serta tutup pendil yang sengaja di simpan di depannya. Semua bubur di tata dalam wadah pendil. Sungguh telah menambah suasana berbeda.
Jujurly, pertama, makanan tersebut mengingatkan saya dan istri saat masih tinggal di Jakarta. Hampir setiap akhir pekan kita membeli makanan tersebut. Kebetulan yang jualannya orang dari Jawa.
Kedua, saya pernah menemukan makanan ini ketika di Hotel.
Jadi ketika tadi pagi saya dan istri begitu tergoda untuk membelinya seakan membeli kenangan masa lalu. Ya, saat indah di Jakarta.
Saya beli satu porsi saja, ada sedikit khawatir dalam rasa manis "aneh" yang berasal dari pemanis buatan. Ternyata isinya tidak terlalu banyak, sangat pas hanya untuk ganjal lapar sementara. Dikemas dalam wadah palstik bergaya kekinian. Take away easy.
Sehubungan waktu jalan kaki belum selesai, sekalian bawa belanjaan juga berjalan kaki. Sepuluh menit pun berlalu. Tiba di tempat parkir, kita sudah berjalan kaki sekitar 30 menit. Olah raga dapet juga kebutuhan perut pun tak kurang.
Setiba di rumah, langsung unboxing saja, jajanan aneka bubur pun tergelar di meja. Diawali doa makan serta duduk rapi, kusantap jajanan aneka bubur secara lahap bersama dengan istri. Hitungan menit pun habis.
Bagaimana soal rasa ? Kalau boleh berkomentar seperti master chef, saya beri nilai empat jempol. Sangat jelas di lidah, tanpa pemanis buatan, dan tanpa gula pasir. Hanya gula aren sebagai rasa manis. Ini yang membuat saya dan istri merasa bangga ketika menyantapnya. Rasa khawatir langsung ambyar.