Aroma Daun Bawang Sebanding Berkah Yang Didapat
Tadi sore secara sengaja makan dengan menu yang sedikit berbeda dari biasanya. Tahu goreng, perkedel jagung, cabai hijau goreng dan daun bawang mentah. Oh, ya ga lupa nasi secukupnya. Oopps, porsi nasi dikurangi karena sudah ada perkedel jagung yang sudah berkarbo juga.
Adakah yang aneh ? Ya, saya makan daun bawang mentah.
Mencium aromanya saja buat otak langsung connect dengan BB. Maaf ya Kompasiner. Ajaran yang entah datangnya dari mana ya, kok bawang sangat idnetik dengan kondisi tersebut.
Sedikit pembelaan saja, bahwa keringat itu tidak bau sekejam yang dibayangkan. Mikroorganisme lah alias bakteri yang makan keringat sebagai sumber tenaga dalam keadaan anaerob. Dalam keadaan aerob bebas maka bakteri tersebut akan berkurang kerjanya sehingga aroma BB berkurang. Penyebab kondisi anaerob adalah pakaian kita.
Loh, kok ngelantur ya. Balik lagi ke menu bawang daun mentah.
Kompasianer yang budiman, tulisan ini hanya sekedar berbagi pengalaman. Bagi yang sudah sering mengalami tentunya ga aneh lagi. Kali pertama saya makan dengan menu tersebut. Bangga sekali rasanya bisa makan berdua bersama istri. Ga kebayang jika makan sendirian, apalagi dengan menu "aneh". Ga bisa berbagi aromanya yang khas itu. Doa makan pun meluncurlah dari mulut ini.
Strategi makan, saya pakai secara detail, untuk kurangi efek sesudahnya. Makan cabai hijau goreng, mulut masih bisa menerima. Ada rasa pedas sedikit, masih toleran nih lidah. Aman, lanjutkan.
Urutan kedua adalah makan perkedel jagung. Namun sesekali diselipin makan daun bawang. Daun bawang dilepaskan dulu dari ikatan bagaian bawahnya, dililit, suapin, kunyah deh. Kriuk-kriuk bunyi di mulut, memang kranchi alias renyah. Aku kunyah agak lama sekalian mencari sensasi apa yang muncul.
Ya, aroma khas bawang mulai keluar. Dipikir akan muncul rasa sengar yang dominan, malah tidak ada yang dirasakan lidah. Sepertinya lidah mencari dimana gerangan rasa tersebut.