Tulisan dengan berbagai reaksi terhadap kenaikan BBM pun berseliweran di dunia maya atau yang demo ke Gedung DPR Pusat pun terjadi. Respon masyarakat luas yang terekam para penulis pun disampaikan dalam bentuk opini yang sangat beragam namun semuanya sama, menolak kebijakan tersebut yang tidak bijaksana.
Sudah lebih seminggu setelah kenaikan harga BBM secara pribadi saya pun tergelitik dengan suasana rumah, tempat kerja maupun lingkungan sekitar komplek. Walau tak sempat bertanya lebih jauh dengan harga-harga kebutuhan pokok. Hanya sempet mendengar ongkos naik angkot dari Cipacing ke Cicalengka naik Rp. 1000.
Seperti apa si Teteh dan Istri saya terhadap kenaikan BBM.
Kebetulan istri yang bekerja pula ditambah anak pertama pun sama, masih menyisakan cerita soal volume bensin yang cepat habis. "Ada selisih enam ribu", istri berkomentar kepada si teteh. "Teteh mah naik Rp. 15.000 dalam seminggu ini", ucap teteh kepada Ibunya.
Tapi kalau beli Pertalite harus antri panjang, jadi makan waktu yang lama juga. Maka beli Pertamax saja karena antriannya pendek jadi banyak hal yang bisa dilakukan. Begitu si teteh dan ibunya kalau mau beli bensin untuk motor. Kita sekeluarga masih menggunakan motor untuk kegiatan sehari-hari. Termasuk urusan ke kantor.
Kalau saya bersikap seperti biasa saja. Ya mau bagaimana lagi, berdoa minta yang terbaik sudah, berdiskusi dengan teman juga sudah, mendukung teman yang demo pun sudah, mohon maaf kalau berdemo mah tidak ada izin dari tempat bekerja. Tulisan ini pun sebagai bentuk sikap terhadap kenaikan BBM, karena tidak bisa bergabung dengan mereka untuk menyerukan suara hati terdalam.
Saya menyikapi dengan segala pertimbangan. Mencoba menyesuaikan dengan kondisi fisik maupun situasi saat ini. Maka dampak yang saya rasakan dari kenaikan BBM adalah :
Skala prioritas perlu di agendakan lagi, jika perlu diganti, ubah saja.Â
Diantaranya lebih banyak di rumah.
Pergi pakai motor berarti pakai bensin. Bukan berarti diam di rumah bermalas-malasan. Banyak pekerjaan yang bisa diselesaikan di rumah, atau menulis yang sekarang menjadi candu. Terima kasih Om Jay dengan adanya tantangan menulis setiap hari jadi selalu ada agenda untuk menulis.
Urusan persiapan administrasi pembelajaran menjadi lebih diperhatikan karena skala prioritas tersebut bergeser ke urutan pertama. Mau tidak mau berdampak kepada rasa percaya diri di depan kelas menjadi bertambah. Bisa jadi kemampuan pedagogi bertambah secara nyata. Kalau sudah begini sudah pasti kita menjadi lebih bermanfaat.
Bepergian dengan motor ke tempat untuk sekedar mencari hiburan, dikurangi lah. Kegiatan di rumah di setting menjadi media hiburan. Menyanyi di rumah menjadi hiburan tersendiri, walau suara tak seindah penyanyi legendaris tapi lumayan lah, pelepas penat.
Mendengarkan lagu Sunda yang lagi hit lagi saat ini. Tentu saja sambil menulis artikel, menyenangkan sekaligus produktif.
Berkebun lebih ditingkatkan lagi. Bercocok tanam bahan pangan seperti daun bawang, kemangi, dan tomat atau cabe rawit. Lumayan menjadi pengurang budget belanja. Ya bentuk penyaluran tenaga supaya menjadi arena hiburan.
Secara pribadi saya sempatkan mengajak ngobrol dengan tanaman koleksi versi sendiri karena tanamannya yang sederhana saja bukan yang berharga mahal tapi harga terjangkau lah. Bisa dirasakan dampak dari diajak ngobrol, tanaman merespon sesuai keinginan kita. Selain diberi pupuk juga ya.
Kegiatan apa pun harus dikaitkan dengan hiburan yang membuat hati bahagia. Ingat ya kompasianers bahwa hati bisa bahagia dengan hal yang sederhana. Di rumah saja bisa bahagia. Sangat bisa.
Di tempat kerja atau kantor harus bagaimana ?
Urusan kantor tidak berhubungan dengan kenaikan harga BBM. Jika menggunakan kendaraan baik motor maupun mobil ya tidak bisa menolak. Harus terjadi, pergi dengan kendaraan.
Paling urusan bertamu ke rumah rekan sejawat semisal silaturrahmi, maka agenda ini bisa dikondisikan di tempat kerja saja. Kalau nengok yang sakit bagaimana ? Apa dapat diwakilkan ke teman ? Nah ini baru seru ya. Kita tanya ke guru Agama saja. Kalau menurut saya sih boleh. Toh ada WA, bisa video call pula. Interaksi tak terbatas oleh jarak dan waktu.
Bagaimana dengan hobi berkendaraan ?
Ini dikembalikan kembali kepada pemiliknya. Namanya hobi sangat bisa tidak ada pengganti keberadaanya. Boleh dikata seperti bestie ga bisa lepas. Kalau boleh saran sih, bisa diganti dengan bersepeda. Jadi goweser baru sehingga bisa menambah teman baru yang sekaligus juga menjadi peluang luaskan potensi bisnis.
Bagaimana dengan pendapatan ?
Kita yang karyawan, termasuk guru, setiap bulan akan mendapatkan penghasilan yang tetap tanpa perubahan jumlah alias flat. Terus bagaimana menyikapinya ?
Kembali skala prioritas diperhatikan lebih serius lagi. Kalau perlu diganti, ya ubah saja skala tersebut. Sebagai contoh adalah jajan gorengan yang sudah menjadi budaya bangsa Indonesia. Biasa belanja 10 gorengan, maka saat ini dikurangi jumlahnya. Tetap bisa menjaga tradisi Indonesia, beli gorengan, namun dengan volume kecil. Bisa kan? Penjual tetap bisa jualan, mereka pun terjaga kehidupannya. Tuh kita telah berbuat baik kepada mereka secara tidak sadar walau kita juga kepayahan.
Begitu pun dengan jajanan lainnya, yang bisa kita lakukan sebagai guru adalah hanya bisa mengurangi volume kebutuhan.
Kalau bisa menambahi pendapatan karena over time itu yang dicari, kalau bisa dan ada, namun bagi guru untuk menambahi pendapatan dengan cara apa lagi. Apakah dengan diadakan les di sekolah ? Kayaknya ga lah ya. Jualan diktat ? Juga tidak. Jadi guru les di rumah ? Mungkin bisa. Jualan barang bagaimana ? Di luar jam kerja, di rumah sendiri, menjadi penjual yang kreatif. Berbantu media sosial dan gadget. Sepertinya ini yang paling cocok. Mudah-mudahan.
Kepintaran yang sudah diberikan Allah SWT menjadi alat untuk mendapatkan solusi terbaiknya. Selain kreatif yang tahan banting juga kesabaran hati karena memulai itu tidak gampang. Kolaborasi yang digadang-gadang menjadi hal fundamental, ya jangan dianggap sepele, tidak bisa dilewatkan begitu saja. Jaman now, ga pakai networking bakal ketinggalan kereta api.
Semua kembali kepada kita, kenaikan BBM sebagai pemantik munculnya ide kreatif. Nasib segolongan hanya bisa berubah menjadi baik hanya oleh golongan tersebut. Kita bisa bersama. Bersama kita bisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H