Mohon tunggu...
Abas Basari
Abas Basari Mohon Tunggu... Guru - Guru Biologi SMA Al Masoem

melakukan apa pun yang bisa, kalau boleh orang lain bahagia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pangeran Cekawood Part 3: Subhan-Sherlock holmes- Syukri Investigasi

3 September 2022   20:30 Diperbarui: 3 September 2022   20:44 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kursi sofa warna hitam di ruang tunggu yang bersebelahan dengan ruang guru kembali dihadiri mereka yakni Pak Subhan Syukri, Pak Taufiq Rahmat, dan Pak Hasan Azizi. Sepertinya menjadi tempat berkumpul yang paling asyik. Berdiskusi menjadi agenda utamanya.

"Hari ini ada dua jam kosong, jadi aku gunakan untuk mencari tahu tentang Cekawood kemana saja perginya", disela-sela obrolan ringan tentang RUU Sisdiknas yang menggemparkan dunia pendidikan. Pak Subhan seolah meminta dukungan moral kepada teman-temannya.

"Cepet beresin tuh, biar ente ga gusar lagi dan dia bisa mengeksplor potensi dari sekarang", pinta Pak Hasan.

"Lebih cepat, lebih baik bro", kata Pak Taufiq menyemangati.

"Ya....sahabat-sahabat terbaik ku. Saya janji hari ini kelar lah", jawab Pak Subhan tak kalah semangat. Ketiganya memang terlihat bersahabat. Maklum berasal dari daerah yang berbeda-beda sehingga di tempat baru sekarang seolah mendapat saudara lagi. Nampak sangat berbahagia karena bisa saling menerima.

Tetiba jam kosong Pak Subhan pun beraksi layaknya polisi bagian reserse. Bergaya Sherlockhome dalam mengungkap kasus. Diawali dengan meminta izin kepada Wali Kelasnya. Sumber info berasal dari teman mainnya, Djulfikri, yang sering dipanggil dengan nama Idjul.

"Bapak mohon maaf ya sudah mengganggu waktu mu. Bukan untuk interogasi tapi lebih mencari solusi", kata-kata Pak Subhan mengawali obrolannya.

"Ga apa-apa Pak saya pun merasa ga nyaman kalau harus berbohong", jawab Idjul dengan nada tenang tapi terlihat keringat deras mengucur di keningnya.

Idjul masih mencoba menyesuaikan perasaan dan pikirannya dalam pertemuan tersebut, agar tidak memunculkan masalah yang baru di kemudian hari. Dalam hatinya ada kekuatan tekad untuk bantu temannya agar cepat selesai dari masalah. Dia tidak tega dengan kondisi Cekawood.

"Idjul ga usah tegang ya. Rileks saja, tadi bapak minta izin dulu ke Wali kelas mu, beliau mengizinkannya". Wajah Idjul berubah tenang, sedikit senyum di bibirnya pertanda ada rasa lega.

"Djul bapak boleh bertanya-tanya ga seputar Cekawood yang sampai ga sekolah karena bermain ", tanya Pak Subhan.

Idjul dengan hati-hati sekali menuturkan kejadian yang dialaminya. Cekawood bersama temannya yang bernama Julian memang bertamu ke rumahnya. Mereka bermain bahkan menginap dua semalam.

 "Djul kita cari tempat minum kopi dulu ya. Saya pengen tahu suasana agak malam di sini", ajak Cekawood.

"Nanti lah agak malam dikit ya. Sekarang kita muter-muter saja dulu, kalian baru pertama kali kesini kan ?", jelas Idjul sambil terus mengendarai motor menyusuri jalan pedesaan Majalaya.

Sehubungan sekitar Majalaya sudah mulai malam, lalu lintas di jalan pun terlihat lebih sepi dibandingkan hari-hari biasa. Dua motor bersebelahan pun mengelilingi indahnya malam Minggu di daerah yang baru dikunjunginya. Cekawood dan Julian sangat menikmati suasana. Keduanya berbahagia di atas motor menjelajah Majalaya di malam hari.

Sesuai kesepakatan mereka pun tiba di sebuah kedai kopi. Nuansa kekinian, semarak  lampu menghiasi lokasi. Kursi dan meja kecil yang memang hanya untuk bertiga atau berempat sangat cocok, ditata dengan gaya millenial. Aroma kopi menyergap mereka sehingga diputuskan untuk agak lama di kedai itu.

Tiga cangkir kopi Espresso mereka pesan, tidak memesan makanan karena masih pada kenyang. Maklum para remaja laki-laki yang ogah rugi dengan jumlah uang yang besar dalam hal jajan.

Mereka menikmati suasana malam Minggu di kedai kopi. Sayup-sayup lagu dari album Yura, menemani para pengunjung yang datang.

Udara malam yang dingin tidak menyurutkan niat mereka untuk berbincang kembali di rumah. Dua motor kembali menuju ke rumah Idjul. Deru suara kanlpot mengiringi mereka di perjalanan. Sepi malam itu menjadi lebih ramai karena bunyi kanlpot.

Sesampainya di rumah Idjul mereka kembali ngobrol. Giliran Cekawood yang banyak bicara. Ada segudang kisah yang dia simpan di hatinya. Kamar Idjul yang berada di lantai 2 yang menghadap taman menjadi pilihan mereka. Lebih piravcy katanya.

Sahabatnya malam ini malah mau mendengarkannya dengan senang hati.

"Jujur aku main seperti ini ga bakalan diizinkan ortu. Makanya aku matikan HP. Berbohong kepada mereka aku lakukan karena aku mau main jauh", paparnya seolah tak terbendung lagi. Gudangya sudah kepenuhan.

Cekawood dengan duduk agak kebelakang untuk bisa bersandar. Pikirnya bakal lebih leluasa dalam mencurahkan rasa gundah gulana.

Idjul seolah mengerti dengan sikap Cekawood, dibiarkan saja dia bercerita tanpa arah sambil senderan ke belakang. Jelas dia pun tidak mau seperti saat ini. Ortu nya sendiri sampai tega dibohongi.

Sepanjang malam di kamar Idjul bertiga mereka berbicara apa saja. Cekawood pun sudah mengeluarkan semua rasa ga enak di hatinya. Sekarang gudangnya sudah bersih dari penat ga menentu.

Wajah Cekawood mulai bersinar tanda tenang hati. Idjul dan Julian yang mendengarkan sesekali mengangguk tanda setuju. Keduanya hanya jadi pendengar setia. Hanya Idjul yang akhirnya mau bicara menyampaikan pandangannya kepada Cekawood.

"Saya sih melihat kamu seperti apa adanya. Kamu segala dilarang, sedangkan aku serba boleh asal bilang baik-baik ke ortu. Disini aku hanya menjadi teman semalam yang mudah-mudhan menyenangkan. Kamu bisa kapan saja singgah lagi di sini. Ortu aku menerima kalian", paparnya.

"Sikap mu itu harus diubah, ga bagus buat diri sendiri. Aku bakal ditanyain sekolah, karena ortu Julian kasih kabar ke ortu mu kalau kalian menginap di rumah ku. Aku mesti jawab apa sama mereka !". Idjul bersikap membela Cekawood namun memberikan pandangan kedepannya agar bahagia diri sendiri maupun ortunya.

"Iya tuh Cekawood dengerin kata-katanya. Dia benar. Ente kudu cepat berubah. Kesempatan hidup masih panjang. Ane hanya kasihan saja ama elu saja makanya guwe ngikut ga banyak bacot", Julian pun akhirnya bicara menyampaikan pandangannya. Gaya Betawi yang kental karena keduanya, baik Cekawood maupun Julian berbahasa daerah Betawi.

Cekawood mengangguk perlahan tanda setuju. Meski dalam hatinya masih ragu tapi dia memutuskan untuk menerima usul temanya sementara ini.

=================================================================================

Pak Subhan Syukri menyimak dengan seksama apa yang dipaparkan oleh Idjul. Sudah hampir dua jam pelajaran keduanya duduk.

"Pak, itu yang saya alami bersama Cekawood dan Julian. Minggu siang mereka pulang, bergerak menuju rumah masing-masing. Terakhir saya cek keberadaan mereka,  sudah sampai Purwakarta. Selebihnya saya tidak tahu", cerita Idjul.

"Terima kasih ya Idjul atas informasinya. Bapak jadi lebih jelas dalam menentukan sikap. Doakan bapak juga ya agar bisa selesaikan masalah ini lebih cepat", ujar Pak Subhan.

"Ya Pak maafkan saya juga, cerita gak jelas ujung panglaknya", kata Idjul di akhir obrolan.

"Alhamdulillah YA Allah, Engkau mudahkan jalan hamba dalam menyelesaikan masalah", kata Pak Subhan dalam hati. Rupanya Idjul bersikap sangat kooperatif sehingga apa yang dibutuhkan Pak Subhan Syukri sudah terpenuhi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun