Keempat adalah dia punya kecerdasan yang berada di atas rata-rata. Kalau ga cerdas dia tidak akan mungkin melakukan tindakan konyol.
"Lah ..Pak Subhan malah menyanjung dia sih ?", tanya Pak Catur dengan nada agak sedikit menukik.
"Sekali saya bukan memuji, bukan pula menyanjung tapi belajar obyektif", jawab Pak Subhan masih dengan nada tenang.
"Pak Subhan, sudah jelas anak saya kabur dari rumah bahkan tidak pergi ke sekolah juga, ee malah dibela", tambahnya sambil badannya agak bangkit dari duduk. Kelihatan sangat kecewa dengan sikap Wali Kelas anaknya.
"Ibunya saja sampai nangis-nangis menunggu kabar anaknya. Kalau boleh dibilang nyaris ga tidur Pak, hanya ingin tahu kabar anaknya. Bapak malah menilai positif", tambahnya lagi sehingga kelihatan jelas kalau ayahnya Cekawood sudah panik. Ngomongnya mulai tidak terarah.
"Pak Catur, saya sebagai Wali Kelas hanya melihat dari sisi bapaknya di sekolah. Ingat loh,kita bicarakan yang jelek-jelek saja atau yang positifnya. Saya tidak mau membicarakan hal yang negatif.
Bapak yang sudah susah datang jauh dari Bekasi ke sini kalau hanya hal negatif saja yang dibicarakan, menurut saya sih tidak perlu", jelas Pak Subhan tandas walau hatinya ga enak bicara seperti itu namun dengan tenang hati dan kepala dingin dia sampaikan secara tuntas.
"Papahnya Cekawood sekarang mah tinggal bagaimana dia membiasakan jujur dengan orang tua, teman-temannya baik di rumah maupun di sekolah", Pak Subhan menambahi kata-katanya.
"Pak Subhan, kalau jujur ada sekolahnya ga sih?", secara tiba-tiba Pak Catur bertanya.
"Jujur ga ada sekolahnya Pak. Kalau sekolah kejuruan ada, sekolah mengemudi juga ada", Â jawab Pak Subhan mengalihkan suasana yang tadi agak kurang enak menjadi rilek kembali.
"Bapak bisa saja, Â memang sampai saat ini kejujuran ga ada sekolahnya ya Pak Subhan", timpalannya sambil menahan senyum karena Pak Subhan sudah mengajaknya berpikir positif dengan gaya bercanda.