Mohon tunggu...
Andriyansyah Marjuki
Andriyansyah Marjuki Mohon Tunggu... Guru - Saya adalah saya yang bukan kamu atau dia, apalagi kita.

Seorang BOCAH GEDE yang masih berusaha untuk memahami makna 'Urip Mung Mampir Ngombe'. http://basando.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Panggil Aku Si Bodoh

11 Maret 2018   22:34 Diperbarui: 11 Maret 2018   22:41 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Marah, kenapa harus marah? Pikirku dalam hati. Aku tidak marah, aku kesal. Aku menyesal. Aku bingung.

"Ah, nggak, aku gak marah, kok," aku berbohong.

"Salah sendiri, kamu terlalu lama," dia malah menyalahkanku.

"Aku yang salah?" tanyaku, tak mau disalahkan untuk masalah ini.

"Iya, kamu terlalu lama. Aku nunggu kamu. Kamu malah gak peka. Kamu gak mau usaha," dia terus menyalahkan aku dengan serta merta.

Aku terdiam. Aku tak mampu menjawab apapun.

***

Siang itu aku bekerja seperti biasa. Tak ada yang spesial, kecuali satu hal: aku baru saja putus dari Tina. Nama aslinya, sih, Martinah Sugiman. Tapi, demi kepantasan dan gaya-gayaan, aku panggil dia: Tina. Namanya memang agak kedaerahan, tapi jika kau lihat wajahnya, kau takkan menyangka namanya seperti itu. Kuyakin kau akan menganggap namanya adalah Angel, Chyntia, Debby, Clara, atau setidaknya Wulan. Wajahnya seperti perempuan blasteran walaupun kedua orang tuanya asli dari Kebumen.

Ya, aku resmi putus. Kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan itu. Tak ada kecocokan lagi yang kami rasakan. Wajah memang idaman, tapi pertengkaran demi pertengkaran yang terjadi setiap detik bukanlah sesuatu yang kami impikan. Habis waktu kami untuk bertengkar. Mulai dari pemilihan tempat makan sampai masalah sepele seperti merek minuman botol kemasan apa yang harus kami beli. Kami lelah dengan semua itu. Putus memang keputusan yang tepat bagi kami.

catatan: tulisan ini sudah dibukukan dalam sebuah kumpulan cerpen yang diterbitkan secara terbatas.

Jika Anda ingin membaca lanjutan cerpen ini, silakan hubungi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun