Karakter jabatan fungsional yang lebih mengedepankan profesionalisme, fokus pekerjaan, dan mandiri membuat mereka lebih individualistik. Mereka tidak peduli lingkungan kerja dan akhirnya rentang kendali pegawai akan sulit dan menjadi masalah bagi lembaga.
Implikasi lain dari peralihan jabatan adalah munculnya disparitas kesejahteraan (tunjangan) jabatan fungsional yang cukup jauh. Grade tunjungan pada setiap lembaga juga berbeda.Â
Menurut sebagian teman, tunjangan pada kementerian keuangan jauh lebih tinggi karena beban kerja mereka tinggi dan juga beresiko.
Mungkin karena itu, tunjangan fungsional seorang humas, guru, atau dosen tidak perlu sama dengan mereka. Karena beban kerja mereka tidak tinggi dan tidak beresiko.Â
Kerja humas bisa santai-santai saja kata mereka. Boleh jadi karena persepsi seperti inilah muncul istilah ada tempat basah dalam struktur organisasi birokrasi kita.
Rupanya, implikasi peralihan jabatan ini mulai dirasakan (sudah diprediksi) Kementerian Menpan RB.Â
Setelah 2 tahun gelombang peralihan berjalan, Menpan RB mengeluarkan moratorium (pemberhentian sementara) peralihan ke jabatan fungsional baru melalui surat nomor B-639/M.SM.02.00/2021 tertanggal 3 November 2021.
Dalam konsideran surat tersebut, Menpan RB menyebutkan perlunya transformasi ke fungsional yang mendukung mekanisme kerja organisasi pasca penyerderhanaan birokrasi. Untuk itu, Kemenpan RB sedang merancang sistem kerja jabatan fungsional dan standarisasinya.
Tapi menurut penulis, selain membangun sistem kerjanya. Implikasi adanya peralihan jabatan ke fungsional yang diuraikan di atas perlu menjadi perhatian serius.Â
Meski kelihatannya masalah mikro tetapi akan menjadi bumerang jika diabaikan begitu saja. Transformasi birokrasi ini mesti komprehensif. Konsepsi harus seiring dengan praktisnya. Wallahu a'lam bisshwab.
By. Suherman Syach
Penulis adalah JFT Pranata Humas Muda