Mohon tunggu...
Abang Suher
Abang Suher Mohon Tunggu... Penulis - Tulis yang kamu kerjakan, kerjakan yang kamu tulis

Tinggal di Parepare, kota Pendidikan di Sulawesi Selatan, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Jabatan Fungsional Naik Kelas

16 Januari 2022   19:38 Diperbarui: 17 Januari 2022   09:32 22663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ini diambil sebelum pandemi Covid-19 | Dokumentasi pribadi 

Jabatan fungsional dalam organisasi pemerintahan sudah ada sejak lama. Jika merujuk pada Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang aparat sipil negara yang merupakan pembaruan Undang-Undang nomor 8 tahun 1974, maka ditemukan tiga jenis jabatan, yaitu jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, dan jabatan fungsional. 

Komposisi jabatan fungsional terbilang banyak. Menurut data BKN yang dirilis 2020, pejabat fungsional mencapai 2.080.942 (50%). Jumlah pejabat pimpinan tinggi hanya 456.373 (11%) dan jabatan administrasi 1.630.804 (39%). 

Jabatan fungsional (JF) sendiri terdiri dari JF tenaga guru 1.418.266 (68%), JF dosen 75.738 (4%), dan JF Medis 329.138 (16%). Sementara JF teknis hanya 257.800 (12%). 

Angka statistik tersebut mengonfirmasi bahwa tenaga pendidik (guru dan dosen) dan tenaga medis merupakan jabatan fungsional yang paling dominan dalam komposisi jabatan fungsional yang ada sejak dulu. Sementara jabatan fungsional teknis masih sangat minimalis.

Bagi PNS sendiri, jabatan fungsional teknis tidak begitu populer. Bahkan jabatan fungsional selama ini dibayangi stigma sebagai jabatan kelas dua, kurang peminat. Padahal, jabatan fungsional teknis ini sifatnya juga berjenjang (berkarier). Beda dengan jabatan pimpinan tinggi dan jabatan administrasi (struktural), dinamikanya sangat tinggi dan dinilai prestisius banyak orang. 

Sejak reformasi birokrasi dikumandangkan, paradigma ASN berubah. ASN dituntut adaptif terhadap perubahan dan menjadi pekerja profesional. Jabatan struktural dinilai sudah sangat melar dan berkontribusi terjadinya disfungsi pelayanan. Jabatan struktural telah membuka ruang birokrasi yang rumit dan inefisiensi. 

Salah satu tools reformasi birokrasi yang dijalankan pemerintah hari ini adalah penyederhanaan organisasi. Jabatan administrasi (struktur) dipangkas dan dialihkan ke jabatan fungsional tertentu. Gelombang pengalihan jabatan struktur ke fungsional ini telah berjalan dua tahun terakhir. Sasaran utamanya adalah pejabat eselon III dan IV.

Para pejabat struktural ini dialihkan ke jabatan fungsional tertentu. Pengalihan ini disebut penyetaraan. Artinya para pejabat administrasi diangkat dan dialihkan ke jabatan fungsional yang setara dengan jabatan sebelumnya. Misalnya, eselon IV dialihkan dan disetarakan dengan fungsional ahli muda. Mereka dibekali angka kredit yang cukup dan tidak perlu memulai dari ahli pertama atau tenaga terampil.

Tapi namanya perubahan. Pasti menghadapi banyak tantangan. Mengubah kemapanan, tentu saja melahirkan ketidaknyamanan dan pengorbanan. Membuang stigma dan budaya lama tentu saja sulit. 

Butuh waktu, adaptasi, dan kebijaksanaan. Penyederhanaan atau perubahan birokrasi ini pasti berdampak, khususnya kepada ASN yang mengikuti penyetaraan. Ada yang merasa senang dan sebaliknya, tidak sedikit yang merasa tidak nyaman dengan perubahan tersebut. 

Foto ini diambil sebelum pandemi Covid-19 | Dokumentasi pribadi 
Foto ini diambil sebelum pandemi Covid-19 | Dokumentasi pribadi 

Dampak psikologis tersebut disebabkan banyak faktor. Ada yang merasa tidak nyaman karena meninggalkan jabatannya. Jabatan pimpinan dan jabatan administrasi masih dinilai sebagai sebuah prestise bagi sebagian orang dan juga di masyarakat. 

Belum lagi, yang telah merasa nyaman bekerja dengan sistem kerja instruksional dan atau yang merasa nikmat dengan berbagai fasilitas yang diperoleh atas jabatannya selama ini. Melepas jabatan ini sungguh berat.

Sebab lainnya, banyak pejabat belum memiliki kompetensi, style, dan modal kerja dalam melaksanakan jabatan fungsional yang baru diembannya. Mereka harus mulai dari nol dan harus banyak belajar kembali. 

Sementara pekerjaan jabatan fungsional harus dikerjakan secara profesional dan berbasis kerja mandiri. Belum lagi hantu angka kredit, tindak bekerja berarti tidak memiliki angka kredit. Bagi ASN yang belum siap, tentu saja hal seperti itu akan menjadi masalah. 

Lain halnya, bagi ASN yang merasa senang dengan peralihan dan penyetaraan tersebut. Ada banyak alasan mereka merasa senang. Selain karena jabatan itu harus diterima secara sami'na wa atha'na. 

Jabatan fungsional bukan lagi jabatan kelas dua. Pemerintah telah mengangkat derajatnya menjadi lebih baik dari banyak aspek. Jabatan fungsional memberi peluang dan harapan bagi karier, kesejahteraan dan kerja profesional. 

Pemerintah Joko Widodo telah mengubah nasib pejabat fungsional. Melalui Kementerian Menpan RB, jabatan fungsional telah ditempatkan pada posisi strategis dalam mewujudkan good governance. Profesionalisme birokrasi akan terwujud melalui kerja-kerja profesional para pejabat fungsional. Tanpa itu, program reformasi birokrasi terancam gagal total. 

Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang manajemen PNS memberikan gambaran eksistensi jabatan fungsional dalam struktur organisasi pemerintahan. Ada banyak keuntungan yang diperoleh. 

Dari sisi karier, jabatan fungsional mempunyai alur karier yang lebih jelas, demikian juga dengan penjenjangannya. Jabatan fungsional dapat naik golongan/pangkat jauh lebih cepat dibanding jabatan struktural. 

Peluang karier untuk menduduki jabatan pimpinan maupun jabatan administrasi lainnya juga masih terbuka lebar. Jika dibutuhkan dan dinilai cakap dalam suatu jabatan, maka mereka dapat dimutasi atau dipromosi dalam jabatan tersebut. Dan jika mereka diberhentikan dari jabatan administrasi tersebut, maka mereka secara otomatis kembali menjadi pejabat fungsional.

Selain itu, pejabat fungsional berpeluang memperoleh jenjang kepangkatannya dengan lebih cepat. Mulai dari jenjang pertama, muda, madya, dan utama. Cukup mereka konsisten melaksanakan butir-butir uraian tugasnya secara terukur, maka kesempatan meraih jabatan tinggi lebih mudah. Keberkahan lainnya, usia masa bakti juga bertambah dari 58 tahun menjadi 60 tahun.

Kelas jabatan fungsional juga lebih tinggi. PNS yang mempunyai pendidikan S1 atau S2 akan naik kelas jabatan berada di kelas jabatan 8. Sementara bagi pejabat pelaksana akan berada pada kelas jabatan 6 atau 7. 

Demikian halnya dengan tunjangan jabatan, jelas lebih tinggi. Sebagai contoh, tunjangan jabatan eselon IVa sebesar 540.000. Setelah dialihkan dan disetarakan ke jabatan ahli muda, mereka memperoleh tunjangan jabatan 800.000 s.d 1.200.000. 

Jadi pada prinsipnya, reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah bukan hanya semata menuntut kerja-kerja profesionalisme PNS menuju good governance. Penyelenggaraan pemerintahan yang melayani, efektif dan efisien. Bebas dari praktik Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN). Tetapi juga berorientasi pada kesejahteraan dan karier PNS. Salah satu prinsip dasar implementasi penyederhanaan birokrasi, PNS tidak merasa korban. Semoga. Wallahu a'lam bishawab.

By. Suherman Syach

Penulis adalah JFT Pranata Humas Ahli Muda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun