Mohon tunggu...
Abang Rahino S.
Abang Rahino S. Mohon Tunggu... Freelancer - Pembuat film dokumenter dan penulis artikel features

A documentary film maker & feature writer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tentang Impor Rektor

2 Agustus 2019   15:16 Diperbarui: 2 Agustus 2019   15:33 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita juga paham bahwa 20% lebih APBN sudah dialokasikan ke program-program di sektor pendidikan, namun itu termasuk pendidikan-pendidkan kedinasan seperti akademi-akademi militer, Akpol, STAN, dan lain-lain. Pendidikan non-kedinasan? Walahualam berapa persen tersisa anggaran untuk mereka. Tidak mengherankan jika masih sangat banyak infrastruktur dikdasmen yang sangat menyedihkan, sementara pendidikan kedinasan bisa dikatakan mewah difasilitasi. 

Jadi bagaimana mau berkualitas jika situasinya demikian?

Dunia Riset

Tanpa berpikir terlalu njlimet kita bisa menyaksikan sengkarut dunia riset kita dari keberadaan lembaga-lembaga riset yang ada. Mereka tidak terkoordinasi, bahkan kentara terjadi persaingan di antara mereka. Ego sektoral sangat tinggi tanpa visi utuh menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa peneliti.

Belum lagi kita berbicara tentang anggaran riset yang terlihat tidak niat dialokasikan karena kecilnya. Lalu bagaimana dengan kerjasama permanen antara dunia perti, lembaga riset, dan dunia usaha dalam hal riset?

Kurikulum Pendidikan Dikdasmen

Tentang hal ini, Anies Baswedan mewarisi Kurikulum 2013 yang banyak diributkan oleh para Guru. Sangat mungkin keributan itu bukan terkait aspek teknis, tetapi non-teknis. Itu terkait dengan tingkat kelelahan yang tinggi dari para Guru berbanding gaji yang mereka anggap belum memadai walu kini sebenarnya sudah lumayan bagus kesejahteraan mereka.

Selama carut-marut kurikulum dikdasmen masih berlarut-larut, sebaiknya tidak usah mimpi memiliki perguruan tinggi ternama dunia. Jangankan dunia, Asia Tenggara pun jangan bermimpi. 

Bukan Impor Rektor

Pak Menteri Ristekditi yang terhormat, bukan salah para Rektor kita yang membuat perti-perti kita belum berkualitas. Cobalah Bapak jangan berrpikir parsial namun sedikit lebih holistis. Ajaklah ngopi rekan-rekan sekerja Dikdasmen di Kemendikbud, tidak usah seminar mahal-mahal dan muluk di hotel-hotel berbintang seperti kebiasaan kalian para birokrat jika akan mengambil keputusan. Itu pemborosan. 

Duduk saja di kedai kopi, ajak ngobrol stakeholders pendidikan. Niscaya kalian akan mampu, insha Allah, mengurai carut-marut pendidikan kita di Indonesia. Saya sangat yakin jika kalian serius dan segera bertindak tidak usah kakehan pretingsing kata oran Jawa, sepuluh tahun atau paling lama limabelas tahun mendatang keluaran perti kita akan jauh lebih baik daripada hari ini. Dan saya yakin solusinya bukan impor rektor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun