Mohon tunggu...
Abang Rahino S.
Abang Rahino S. Mohon Tunggu... Freelancer - Pembuat film dokumenter dan penulis artikel features

A documentary film maker & feature writer

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Dari WC Datang Keselamatan!

3 Juli 2014   15:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:41 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memangnya ada urusan apa antara WC dan keselamatan? Jangan salah, sangat ada dan kaitan urusannya bahkan sangat erat. Itu terutama karena umat manusia bakal menghadapi krisis yang jauh lebih berbahaya daripada krisis enerji: pangan! Awalnya adalah fosfat…

Fosfat adalah bahan utama pembuat pupuk sintetis seperti yang dibuat oleh PT Pusri di Sumsel. Di seluruh dunia hanya lima negara pemilik mineral tak terbarukan ini: Maroko (37% - keseluruhannya sudah dikuasai perusahaan AS), RRT (26,6% - mereka sudah mengambil langkah larangan ekspor!), Afrika Selatan (9,7%), AS (7,8%), dan Yordania (5,8%). Puncak produksi fosfat dunia akan tercapai pada tahun 2030 dan setelah itu menurun drastis, dengan tahun 2050 akan menjadi awal terjadinya krisis fosfat dunia. Pada tahun itu penduduk dunia diproyeksikan berjumlah sekitar 9,1 trilyun jiwa.

Krisis Pangan

Krisis fosfat, berarti krisis pupuk sintetis. Krisis pupuk sintetis – dengan melihat fakta bahwa manusia semakin bergantung pada produk ini untuk lahan pertanian dan perkebunan – berarti krisis pangan! Dalam konteks Indonesia yang tidak memiliki mineral fosfat, kondisi itu bahkan menjadi malapetaka yang lebih besar dan gawat!!. Lahan pertanian akan kering tak terpupuk, dan padang-padang savana seperti di Sumba akan tercipta di Jawa, Sumatra, Sulawesi Selatan, Bali dan Lombok, yang selama ini menjadi lumbung padi nasional. Berapa pun air digelontorkan dari sistem irigasi, tidak akan menolong. Krisis pangan terjadi. Dan itu terjadi mendunia!

Krisis enerji dunia yang dimulai dasawarsa 1970an, sebetulnya sudah bisa diatasi puluhan tahun sebelumnya bahkan rintisannya sudah mulai diteliti sekitar seabad lebih awal, dengan berbagai temuan enerji terbarukan. Bahkan Nikola Tesla – seorang penemu AS dan pemilik ratusan paten – pertengahan dasawarsa 1930an sudah berhasil menciptakan listrik gratis dengan generator kecil dan ringan tanpa BBM apa pun tanpa bantuan sel surya, untuk beberapa puluh rumah (satu blok) sehingga sebetulnya listrik bisa dialirkan ke seluruh pelosok dunia yang paling terpencil sekali pun tanpa jaringan kabel semrawut yang memenuhi udara dan sangat berbahaya. Tetapi semua riset dan temuan itu sengaja dipeti-es-kan oleh para industriawan enerji agar bisnis mereka tetap berjalan. Pendanaan riset listrik Tesla misalnya, saat itu dihentikan oleh JP Morgan karena perusahaan keuangan ini memiliki bisnis penyaluran listrik melalui jaringan SUTET di AS (silakan cari info di Google dengan entry Nicola Tesla atau Tesla). Temuan mobil bertenaga listrik di California juga dibunuh beramai-ramai oleh berbagai pihak mulai dari pemerintah- legislatif-yudikatifnegara bagian, pemerintah federal, perbankan, industri enerji dan oleh pembuatnya sendiri (cari film dokumenter berjudul “Who Killed the Electric Car” di Youtube).

Sehingga krisis enerji sebetulnya sudah teratasi, bahkan bisa diatasi nyaris gratis jika umat manusia menyandarkan diri pada listrik dan dengan memanfaatkan temuan Nikola Tesla. Sementara itu, krisis pangan yang 35 tahun mendatang segera tiba terkait dengan ketersediaan fosfat, sampai detik naskah ini dibuat belum ada rintisan riset untuk mengatasinya. Padahal pangan adalah nyawa. Umat manusia boleh tidak punya enerji, karena kita masih bisa berjalan kaki atau mengandalkan tenaga hewan dan alam untuk melakukan perjalanan. Kita masih bisa hidup dalam kegelapan tanpa enerji, atau tanpa alat komunikasi apa pun, tanpa komputer. Tetapi jika perut tidak terisi, apa yang bisa kalian lakukan?

Solusi dari WC

Namun jika umat manusia, termasuk orang Indonesia mau melakukan revolusi perilaku yang terkait dengan mentalitas, masalah krisis pangan yang pasti akan dihadapi, sebenarnya dengan mudah bisa diatasi. Itu berawal dari WC atau jamban kita. Betul, dari tiap jamban kita! Tetapi langkah untuk itu memang harus dimulai dari sekarang, karena proses perubahan pola pikir dan perilaku kita terhadap produk jamban harus melalui proses latihan yang cukup lama.

Kegiatan kita di jamban adalah buang air besar dan atau kecil. Produknya adalah tinja (tahi) dan air seni (kencing). Dua benda itu sangat bermanfaat bagi lahan pertanian umat manusia: sebagai pupuk organik yang tidak mendegradasi kualias lahan seperti pupuk sintetis seperti urea, NPK atau ZA yang sekarang dipergunakan besar-besaran di seluruh dunia termasuk Indonesia dan sangat tergantung dari fosfat sebentuk mineral tak terbarukan.

Berikut ini adalah informasi nyata Indonesia: penduduk, katakanlah untuk memudahkan perhitungan dianggap berjumlah 250 juta orang. Setiap hari tiap orang bisa menghasilkan asam fosfat 2,3 gr dari kencingnya. Katakanlah dengan mempertimbangkan tingkat kesehatan dan usia, kita ambil angka rendah 1,5 gr/orang/hari. Dengan asumsi itu, dalam setahun orang Indonesia bisa menghasilkan fosfat seberat: 350 x 250 juta x 0,0015kg = 131.250 ton fosfat. Padahal produksi fosfat dunia sekarang ini hanya berkisar 6.500 – 7.200 ton/tahun.

Kemudian produksi tahi orang Indonesia berdasarkan riset adalah 83gr/hari. Dengan pertimbangan yang sama (usia dan kesehatan) kita asumsikan 50gr saja rata-rata/hari. Jadi produksi nasional tahi Indonesia/tahun adalah seberat 350 x 250juta x 50 gr = 4.375.000 ton tahi. Enam sampai dengan sembilan bulan kemudian bila materi itu tidak tercampur air, akan bisa menjadi pupuk organik seberat sekitar 40% -nya, jadi Indonesia akan memiliki pupuk organik sekitar 1.750.000 ton pupuk dalam setahun hanya dari tahi manusia, yang saya jamin sangat sehat untuk semua jenis tanah dan mampu menyuburkan lahan-lahan pertanian kita. Belum lagi tahi dari berbagai hewan yang kita ternak!

Sebentar,…apakah tadi saya tulis “…bila materi itu tidak tercampur air”? Ya betul, itu adalah syarat dasarnya! Justru di sinilah letak perubahan pola pikir, kebiasaan dan perilaku yang diperlukan dari kita: memisahkan tahi dan kencing pada saat kita buang hajat di jamban! Ini bukan ilusi, karena sudah mulai dipraktikkan di Filipina, Vietnam dan RRT!

Sekarang: Silakan Pertimbangkan!

Nah, paparan di atas adalah nyata, bukan fiksi yang sekarang merebak di film-film yang mengajak penonton berhalusinasi tentang khayalan terkait anak muda murid sekolah sihir, mahluk robotik, atau mahluk aneh-aneh dari planet lain yang dikatakan sudah hidup ribuan tahun lalu dan jadi agen perubahan bagi umat manusia di dunia. Bukan! Itu adalah keniscayaan yang sudah mulai kita alami, dan terus akan semakin gawat kita tenggelam di dalamnya. Serius, dan sangat serius!!

Sekarang tinggal terserah pada kalian. Mau memilih selamat atau menyaksikan anak cucu kalian mati kering kelaparan dalam krisis pangan global yang dimulai 2050! Langkah kecil tepat sekarang, bisa membuat kalian menjadi agen perubahan dunia tanpa harus menjadi mahluk aneh yang dapat berubah wujud atau tukang sihir sebagaimana didongengkan di film-film yang sekarang marak. Silakan pertimbangkan!

Mohon maaf, saya melakukan perhitungan yang salah dalam artikel lain di tautan ini: http://politik.kompasiana.com/2014/07/02/potential-lost-bisa-sampai-ke-tinja-dan-air-seni-661898.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun