Mohon tunggu...
Nurbahjan
Nurbahjan Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru honor di ujung pertiwi (NTB) dan penikmat literasi

Bernama lengkap Nurbahjan, lahir pada tanggal 11 Juni 1987, di Bima Nusa Tenggara Barat. Sekarang aktif mengajar di MA Darussakinah Sape.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Baju Putih untuk Delisha

8 Desember 2021   22:17 Diperbarui: 8 Desember 2021   22:22 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Del, cepat bangun. Katanya hari ini upacara bendera" teriak mama Delisha di sebuah ruangan kecil yang bernama sancaka.[1] 

 "Iya, Ma. Ini Delisha lagi melipat sarung salungka [2]"  tangan mungilnya masih sibuk melipatkan dan merapikan tikar yang terbuat dari daun pandan. Oleh penduduk setempat disebut dipi fanda. [3] Tikar daun pandan sendiri merupakan hasil anyaman masyarakat sekitar. Hampir semua ibu-ibu memiliki keterampilan tersebut.

Setelah merapikan tempat tidur, Delisha pun beranjak menuju sebuah sumur tua yang terletak di belakang rumahnya. Tampak di sebelah kanan terdapat padasa[4], sebuah tempat berbentuk kuali yang dilubangi tengahnya, agar dapat mengeluarkan air untuk berwudhu. Selang beberapa meter dari situ, terdapat sebuah bangunan seperti kamar mandi, yang atapnya dari daun kelapa dan ditutupi dengan tarpal di setiap sisinya.

"Mama, baju putih Delisha mana?" sebuah pertanyaan yang diiringi tangisan oleh Delisha. Baju putih itu hilang.

 ----------"----------

 Pagi itu, suara ayam jantan berkokok dengan irama yang hampir sama, saling bersahutan, hendak berkabar pada semua yang ada di bumi, bahwa pagi telah menjelang. Saatnya bangun diperaduan, menyamput hangatnya pagi. Di sancaka rumah --rumah yang terbuat dari jerami bambu tersebut, tanpak asap menggepul.

 Di sebuah rumah bertiang sembilan, nampak seorang Bapak sedangkan menikmati kopi hitam di ba'te [5] rumah, sambil sesekali mengepulkan asap dari batang rokok daun pandan. Rokok daun pandan atau yang dalam bahasa Bima disebut rongko roo ta,a. [6] Di mana bahan bakunya adalah tembakau yang kemudian dilapisi oleh daun rotan berukuran 4 cm, yang sebelumnya sudah dihaluskan menggunakan pisau. 

 Laki-laki berperawakan kurus, dengan warna muka yang gelap itu, bernama Pak Ahmad. Beliau adalah buruh tani yang bekerja menggarap sawah orang lain. Saat panen tiba, maka hasilnya akan dibagi rata dengan pemilik sawah. Profesi ini terpaksa dilakonin sebab pak Ahmad tak memiliki lahan persawahan sendiri. Tanah yang dikerjakan olehnya seluas 2 are itu, biasanya ditanami padi dan beberapa jenis palawija, seperti jagung, kacang.

 Laki-laki berumur 50 tahun tersebut, memiliki istri bernama Fatimah, dan satu orang anak perempuan, yang dia sematkan sebuah nama yang indah yaitu Delisha. Nama yang berarti pembawa kebahagiaan. Alasan pemberian nama itu, tak hanya tentang penantian 15 tahun lamanya menunggu untuk kehadiran buah hati. 

Tapi Delisha kecil, adalah anak yang selalu membuat kedua orang tua paruh baya itu tersenyum bahagia. Delisha menjadi oase di padang penantian yang hampir memilukan. Jawaban dari ribuan pertanyaan dari tetangga-tetangga rumah, bahwa pasangan itu mandul. Rekahan bibir anak perempua itu, mampu membuat segala himpitan kesulitan hilang, bak daun kering terbang  di bawa angin, tak meninggalkan jejak walau itu tentang bekas.

"Papa, Delisha berangkat dulu, ya" ucapnya sambil meraih tangan kanan Papa "Jaga ibu di rumah selama Delisha di sekolah, ya, Pah" ucapnya dengan sorot mata yang begitu tajam. Persis seperti seorang komandan memberikan tugas kepada anggotanya.

Papanya tersenyum mendengarkan perintah usil anaknya "Siap, komandan" diikuti oleh sikap hormat dari Papanya

Delishapun berangkat ke sekolah dengan diantar Mamanya. Mereka berjalan melewati gang kecil menuju sekolah. Delisha adalah anak yang berumur 8 tahun dan sekarang duduk di kelas tiga. Delisha mengenyam pendidikan di SDN Inpres Nae. Salah satu jenjang sekolah dasar yang berada di kampungnya.

-------"---------

Suara jangkrik saling bersahut-sahutan satu sama lainnya. Suara katak juga terus bernyanyi, dengan irama dan nada yang sama. Begitulah, jika musim hujan tiba. Pohon mangga yang berada di depan rumah Delisha, menjadi begitu sejuk dipandang setelah diguyur hujan sebentar sore.

Delisha saat azan magrib mulai terdengar tadi, sudah berangkat bersama papanya menuju mushollah kecil yang terletak sekitar 350 meter dari rumahnya. Berbekal obor bambu di tangan, dia membelah kesunyian kampung. Delisha bersama teman-teman memang rutin sholat magrib dan isya di mushollah. Sambil menunggu sholat isya, biasanya mereka belajar iqro dengan Arsyad, seorang muadzim di mushollah tersebut.

Delisha kecil adalah anak yang rajin dan penurut. Anak yang selalu menjadi kebanggaan kedua orang tuanya. Sama seperti anak-anak yang lain, bermain selalu mengambil bagian yang banyak dalam kesehariaannya. 

Seperti malam ini, pulang dari mushollah ia bermain koko janga[7]. Salah satu permainan, yang mereka mainkan, dengan cara memilih salah satu anggota kelompok, kemudian memasukannya ke dalam sarung dan salah satu ujungnya di pegang oleh ketua kelompok. 

Ketua kelompok membawa anggota tersebut ke sebuah tempat yang telah ditunjuk sebelumnya, di sana anggota yang disembunyikan dalam sarung tersebut diperintahkan untuk berkokok, ketua kelompok lain di suruh menebak nama pemilik suara tersebut. Saat tebakan salah, di situlah kelompok bisa menambah poin. Semakin banyak poin terkumpul, maka akan semakin besar peluang kelompok untuk menjadi pemenang

Jika hari Minggu tiba, Delisha gunakan untuk membantu Papanya, dengan menenteng rantang di tangan, ia membawa bekal beliau yang bekerja di sawah. Sambil menunggu, biasanya ia duduk di pondok atau surau. Untuk mengusir rasa bosan, sesekali dia mencari keong untuk di bawa pulang. Keong tersebut akan dimasak oleh ibunya, menjadi pengganti lauk untuk mereka.

"Ayah, ayo makan" teriak Delisha kearah sang Ayah yang masih sibuk membajak sawah dengan menggunakan kerbau "Ayo Ayah, hari ini makannya dengan kuah sop Ayam" teriaknya. Sang ayah tersenyum dan melambaikan tangan ke arah anaknya. Petani di kampung Delisha, memang masih menggunakan cara tradisional, seperti menggunakan kerbau atau sapi untuk membajak sawah. Sebab, menurut mereka dengan membajak sawah secara tradisional, maka akan mampu mempertahankan humus tanah dan menjaga kualitas padi yang akan dihasilkan, tekstur lumpur pun lebih halus dan tidak tercemari oleh limpahan bahan bakar dan oli. Kerbau yang digunakan untuk membajak berjumlah dua, kemudian di pasang pada sebuah tempat yang dinamakan nggala[8]. Setelah dipastikan semua terpasang dengan baik, maka kerbau itu dijalankan dengan iringan lagu khas, yang dinyanyikan para petani 

Matahari sudah beranjak siang, Delisha dan Ayahnya sedang menikmati kuah sop Ayam pemberian tetangganya. Kuah sop ayam itu merupakan pemberian Ina Marni tadi pagi. Kuah sisa acara doa selamatan, sebab hari ini Ina Marni akan menanam padi "Ayah kuahnya enak kan?" tanyanya pada Ayah sambil menyuap nasi di tangan "tadi pagi, ini dikasih Ina Marni, tak ada dagingnya, sih. Tapi tak apa. Tidak ada daging, kuahnya pun jadi. Seperti kata pepatah, tak ada rotan, akarnya pun jadi" celotehnya sambil terus mengunyah makanan sampai terlihat tinggal beberapa sendok yang tersisa di rantangnya. 

Ayah yang mendengar sangat terharu mendengarkan kata-kata sang anak. Begitu bijaksananya, Delisha memaknai tiap peristiwa kehidupan yang dialami keluarganya "Delisha anak yang pintar, bagaimana pun hidup. Kita harus menjadi hamba yang pandai bersyukur" tuturnya dan mengelus rambut putrinya.

Dua orang manusia itu sekarang larut dalam kesibukan mereka, menikmati menu sederhana dengan cara yang mewah, bersyukur. Setiap permasalahan kehidupan tak akan meninggalkan jejak hikmah, jika rasa syukur tak dihidupkan dalam kesempitan-kesempitannya.

Kalau dunia diibaratkan sepeda, maka kehidupan adalah rodanya. Sebagaimana sebuah roda, maka semua memiliki masanya, ada saatnya di bawah, di mana cobaan dan kesulitan hidup mengambil bagian. Namun, ada juga waktunya di atas, momen bahagia, ketercukupan dalam hal menghampiri.

Kehidupan adalah pergantian, dari sulit menjadi mudah, dari mudah berubah sulit. Sama seperti perputaran pagi ke siang, siang ke malam, malam ke pagi, dan begitu seterusnya.

-----"--------

"Del, cepat bangun. Katanya hari ini upacara bendera" teriak mama Delisha di sebuah ruangan kecil yang bernama sancaka.

"Iya, Ma. Ini Delisha lagi melipat sarung salungka" tangan mungilnya masih sibuk melipatkan dan merapikan tikar yang terbuat dari daun pandan. Oleh penduduk setempat disebut dipi fanda. Tikar daun pandan sendiri merupakan hasil anyaman masyarakat sekitar. Hampir semua ibu-ibu memiliki keterampilan tersebut.

Setelah merapikan tempat tidur, Delisha pun beranjak menuju sebuah sumur tua yang terletak di belakang rumahnya. Tampak di sebelah kanan terdapat padasa sebuah tempat berbentuk kuali yang dilubangi tengahnya, agar dapat mengeluarkan air untuk berwudhu. Selang beberapa meter dari situ terdapat sebuah bangunan seperti kamar mandi, yang atapnya dari daun kelapa dan ditutupi dengan tarpal di setiap sisinya.

"Mama, baju putih Delisha mana?" sebuah pertanyaan yang diiringi tangisan oleh Delisha. Baju putih itu hilang.

Delisha sudah mengeluarkan semua isi lemari, tapi baju berwarna putih itu tak kunjung ditemukan. Sang Ibu yang mendengarkan tangis histeris dari anaknya, datang mendekati sumber suara. Dicari dan dicari, baju putih itu tak kunjung ditemukan

"Mama, bagaimana sekarang? Delisha tak bisa sekolah" rintihnya yang menyayat hati

Ibunya dengan bijak berkata "Delisha, pakai baju yang ada saja, Nak. Paling penting adalah Delisha bisa sekolah, hari ini kan kamu jadi petugas upacara, Nak" ujar perempuan berhijab itu. pada sang anak yang sejak tadi memasang muka cemberut. dengan air mata yang terus berjatuhan di wajahnya.

"Mama, Delisha takut dimarahi ibu guru, kalau pakai seragam yang lain. Ibu guru Amel kan, galak orangnya"

"Delisha, berangkat saja. Nanti kalau kamu dimarahi, tinggal Delisha ceritakan saja kejadian" perintahnya dengan posisi memeluk Delisha begitu erat "atau biar ibu berikan penjelasan ke ibu guru Amel" tambahnya memberikan saran

"Tak usah, Ma. Nanti Delisha saja yang bicara dengan ibu guru"

Dengan wajah yang penuh dengan lipatan kecewa, Delisha terpaksa memakai baju pramuka dengan stelan rok berwarna maron. Dia berangkat ke sekolah dengan langkah gontai. Ada perasaan kecewa, bercampur takut yang tersirat dari kedua bola matanya. Ibunya juga tak kalah kecewa, begitu sakit di melihat kesedihan di mata anak sematang wayangnya itu.

------"-------

Sehari sebelum itu, seorang perempuan berumur 40 tahun, dengan begitu hati-hati berjalan menuju tempat jemuran milik keluarga Delisha. Sesekali, dia celingak celinguk memperhatikan sekitar. Takut sekali, pergerakannya diketahui oleh orang lain. Setelah memastikan keadaan aman, dia ambil baju sekolah berwarna putih milik Delisha. Ia sembunyikan, di balik daster warna hijau dengan motif harimau yang dikenakannya. 

Perempuan itu bernama Saloha, ia merupakan adik kandung dari ayah Delisha. Rumahnya berada di samping kiri rumah Delisha. Saloha memiliki watak iri. Ia tidak suka melihat Delisha sekolah. Ia ingin keponakan itu, membantu kakaknya di sawah. 

Buat apa, perempuan sekolah tinggi-tinggi, toh, kembalinya cuma pada tiga tempat, kalau tak dapur, kasur, kalau bukan pada dua-duanya, ya, sumur. Ia juga tak ingin Delisha besar nanti menjadi orang yang sukses. Saloha hanya ingin Delisha menjadi anak-anak kampung pada umunya, tidak bersekolah dan tak paham arti ilmu pengetahuan.

Baju itu di bawa pulang oleh Soleha ke rumahnya. Ia sembunyikan dalam sebuah drum besar. Tempat di mana biasanya Soleha menyimpan pisang.

------"-----

"Nak, ini bajumu yang hilang itu" serunya sambil memyerahkan baju berwarna putih itu kepada anaknya

"Ibu, ini baju Dhelisah?" tanyanya, ada nada kaget di sana. Delisha tak percaya bahwa baju itu berada di depan matanya sekarang. Tapi ada yang aneh, setelah diperhatikan dengan teliti baju itu terlihat lebih bagus, ia pun bertanya pada Mamanya "Mama, mengapa bajunya kelihatan lebih bersih?" tanyanya dengan penuh keheranan "Apa ini baju baru? Baunya berbeda" tambahnya

"Iya, Nak. Baju ini memang baru. Hadiah kecil dari Mama dan Ayah"

"Tapi, Ma. Dari mana Mama mendapatkan uangnya"

"Jangan kau risaukan hal itu. Intinya itu rezeki dari Allah. Tugas Delisha hanya belajar, jadi anak yang sholehah dan rajin sekolahnya. Ingat sayang, senyummu adalah kebahagiaan yang tak tertawar bagi Mama dan Papa. Kami sayang sama kamu, Nak"

Ia peluk Mamanya "Terimakasih Mama, semoga Allah sehatkan Mama dan Papa. Allah tambah terus rezeki untuk keluarga kita"

"Aamiin" balas Mamanya, mengusap kedua telapak tangan, kemudian membasuhnya ke wajah

Esoknya, Delisha berjalan dengan langkah yang penuh semangat. menuju sekolahnya. Saat melewati rumah Soleha, tampak bibinya itu membuang muka. Tapi, Delisha yang tak paham, tetap tersenyum ke arah sang bibi, sambil bernyanyi

1 2 3 4 5 6 7 8

Sampai rajin ke sekolah

Cari ilmu sampai dapat

Sungguh senang na amat senang

Bangun pagi-pagi ke sekolah

Pulang ke sekolah makan nasi

Lampa dana lampa gega mbete[9]

Aina nefa ngoa ina ra ama[10]

[1] (Bahasa Bima): Dapur

[2] (Bahasa Bima): Kain tenun khas Bima

[3] (Bahasa Bima): Tikar yang terbuat dari nyamanan daun pandan

[4] (Bahasa Bima): Tempat menyimpan air wudhu yang terbuat dari tanah liat

[5] (Bahasa Bima): Teras rumah kayu

[6] (Bahasa Bima): Tembakau yang dilapisi oleh daun rotan 

[7] (Bahasa Bima): Permainan tradisional Bima yang berarti ayam berkokok

[8] (Bahasa Bima): Alat yang digunakan untuk membajak sawah, terbuat dari kayu

[9] (Bahasa Bima): Berjalan kaki dengan semangat

[10] (Bahasa Bima): Jangan lupa beritahu Ibu dan Ayah 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun