Terlahir dari keluarga sederhana dan taat beragama aku terbiasa dengan disiplin dan berusaha menjalankan norma-norma standard dalam bidang agama, sosial, budaya dan sedikit lainnya.
Sejak menempuh sekolah dasar hingga tamat sekolah menengah atas terasa siap mentalku menahan gempuran dan tantangan hidup di kota besar.
Benar sekali, ketika aku diterima di sebuah fakultas hukum ternama di sebuah kota besar aku tetaplah aku yang dahulu. Sosok pria kurus nyaris kerempeng berambut ikal bertubuh tinggi.
Gaya khas dialek dan keramahan masa kecil tak lekang oleh perjalanan waktu hingga aku tamat dari sebuah perguruan tinggi hebat di belantara universitas negeri ini.
Tidak lama setelah lulus aku mendaftar calon ASN, dahulu disebut calon Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bak gayung bersambut nasibku mujur, aku langsung diterima sebagai PNS di kementerian kehakiman pada 1985.
Pertama sekali aku menjabat sebagai calon hakim di sebuah Pengadilan Negeri sebuah kota lumayan besar. Setelah itu lambat tapi pasti aku mengalami perubahan karir dan kepercayaan diri yang semakin membara.
Setelah menjadi hakim di sebuah pengadilan negeri aku mengambil S2.
Kemudian aku dipindahkan promosi menjadi kepala pengadilan negeri di sebuah kota besar.
Mulai di sini idealismeku tak mampu menahan gempuran tradisi yang telah turun temurun di tempatku bekerja sehingga sedikit demi sedikit aku mulai bergelimang dalam pusaran pro dan kontra melawan hati nurani atau melawan tradisi budaya kerja yang telah turun temurun di sana.
Akhirnya aku mutasi promosi, aku dipindahkan ke kota yang lebih besar, aku dipercayakan sebagai hakim tinggi di sana. Di kota ini aku benar-benar menemukan jatidiriku sebagaimana impianku sewaktu kecil menjadi pejabat tinggi negara melayani hukum.